• Thursday, March 28th, 2019

 

ZIARAH
Oleh Agung Kuswantoro

“Berlomba saling memperbanyak telah melengahkan kamu, kamu menziarahi kubur-kubur/ sampai-sampai kamu menziarahi kubur-kubur leluhur kamu” (QS. At-Takatsur [102]: 12).

Alhamdulillah, atas izin Allah kita dalam keadaan sehat walafiat, sehingga dapat melaksanakan ibadah di hari Jumat ini. Tepat, besok kita akan menyelenggarakan puncak Dies ke-54 UNNES di Auditorium, kampus Sekaran.

Sekadar mengenang, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 271 tahun 1965 bahwa mengesahkan pendirian Institut Negara di Semarang sebagaimana Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 40 tahun 1965 tanggal 8 Maret 1965.
Institut tersebut bernama IKIP Semarang. Institut tersebut terdiri dari Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan Sastra Seni, dan Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta. Surat Keputusan Presiden tersebut, mulai berlaku pada hari ditetapkan dan mempunyai daya surut sampai tanggal 30 Maret 1965. Sehingga, tiap 30 Maret itulah Dies UNNES kita selenggarakan.

Ada budaya yang sangat baik di lingkungan kita saat Dies, yaitu ziarah kubur. Pimpinan dan para pejabat lembaga berziarah ke makam leluhur, seperti Almarhum Bapak Mochtar (Ketua Presidium IKIP Semarang 1965-1966), Almarhum Mayjen Moenadi (Ketua Presidium IKIP Semarang 1966-1967), Almarhum Prof Drs Wuryanto (Rektor IKIP Semarang 1967-1977), Almarhum Drs Hari Mulyono (Rektor IKIP Semarang 1977-1986), dan Almarhum Prof Dr Retmono (Rektor IKIP Semarang 1986-1994). Selain itu, pimpinan kita berziarah ke makam leluhur yang memiliki jasa dalam membesarkan nama UNNES.

Lalu, muncul pertanyaan yaitu “Apa itu ziarah kubur?” Kata ziarah berasal dari bahasa Arab, yang memiliki arti kunjungan singkat. Ziarah kubur mengisyaratkan kunjungan ke tempat pemakaman, tetapi tidak berlama-lama.

“Mengapa berkunjungnya singkat?” Dahulu pada masa Jahiliyah, masyarakat Mekkah dan sekitarnya sering kali berkunjung ke kubur, antara lain untuk membangga-banggakan leluhur mereka dan membanding-bandingkannya dengan leluhur mereka sekaligus berdoa kepada leluhur yang telah dikubur itu.

Alqur’an mengecam mereka, sebagaimana ayat di atas “Berlomba saling memperbanyak telah melengahkan kamu, kamu menziarahi kubur-kubur/atau sampai-sampai kamu menziarahi kubur-kubur leluhur kamu (QS. At-Takatsur [102]: 12).

Akibat sikap mereka yang buruk itu, Rasulullah melarang untuk menziarahi kubur, tetapi setelah berlalu sekian lama dan setelah sahabat-sahabat Rasul itu menyadari keburukan tradisi Jahiliyah, maka beliau mengizinkan, bahkan beliau sendiri berziarah ke kubur. Dalam konteks itu, Nabi Muhammad SAW mengatakan “Aku tadinya melarang kalian menziarahi kubur, tapi kini silakan ziarahilah. (HR. at-Tirmidzy).

Nabi Muhammad SAW menganjurkan itu, agar peziarah mengingat kematian, mengingat bahwa makhluk diciptakan untuk punah, bukan untuk kekal hidup di dunia. Lalu, penziarah agar merenungkan apa yang telah dilakukan oleh yang telah wafat itu. Apabila almarhum memiliki amal baik baik, agar kita meneladani dan mendoakan. Apabila almarhum memiliki amal buruk, agar kita dapat mengambil hikmah atas kejadian yang dialamainya.

Kita dianjurkan berziarah, karena tidak sedikit orang yang lengah, seakan-akan kematian hanya dialami orang lain, bukan kita. Sebagaimana ayat berikut “Apakah jika engkau wafat, wahai Nabi Muhammad, mereka yang kekal? Begitu kecaman Allah kepada yang lengah (QS. al-Anbiya’ [21]: 34).

Yang wafat/meninggal dunia pada hakikatnya benar-benar telah meninggalkan dunia, walau badannya berada di liang kubur, karena substansi manusia adalah ruhnya. Sedangkan, badannya hanya tempat/wadah. Lalu, ruh digunakan untuk mencapai tujuannya.

Ibaratnya, petani bukan cangkulnya. Penulis, bukan penanya. Ruh yang telah meninggalkan badan. Sekarang, ruh di satu alam yang bukan alam duniawi. Bukan juga, alam ukhrawi.

Ruh berada di Alam Barzah. Alam Barzah sebagai alam pemisah antara dunia untuk kemudian, jika kiamat tiba, semua digiring ke Padang Mahsyar untuk mempertanggungjawabkan kegiatannya masing-masing selama berada di dunia.

Tanah yang menampung jazad/fisik, bukan untuk kepentingan yang wafat. Tetapi untuk orang yang masih hidup, agar mereka terhindar dari aroma jazad yang membusuk dan menjadi renungan bagi orang yang masih hidup. Serta, menjadi simbol tempat pertemuan oleh yang berada di dunia.

Melapangkan kubur, bukanlah memperluas dan memperindah makam. Karena itu, tidak ada gunanya buat yang wafat. Istana yang luas dan indah menjadi sempit, jika jiwa tak tenang hatinya. Sebaliknya, gubuk yang sempit, terasa lapang bagi yang hatinya tenang.

Berdoalah agar Allah melapangkan kubur seseorang. Memohon agar yang wafat memperoleh ketengangan dan kelapangan di tempat yang kini ia berada, yakni di Alam Barzah.

Area kuburan digunakan oleh yang hidup untuk berziarah (berkunjung sejenak), sebagaimana makna harfiah ziarah. Karena itu, yang penting adalah memberi tanda pengenal tentang siapa yang dimakamkan di sana dan tidak perlu mewah, cukup jika bersih dan tidak menyulitkan atau membebani peziarah.

Sekali lagi, ziarah kubur dianjurkan kapan saja, sebelum atau sesudah Ramadhan, pada Hari Raya atau hari biasa, malam atau siang hari.

Ada yang lebih penting dari ziarah kubur, yaitu ziarah pemikiran atas orang yang telah wafat. Levelnya lebih tinggi dari ziarah kubur. Orang yang berziarah akan belajar melalui pikiran-pikiran Almarhum. “Melalui apa?”. Karya! Karya dari Almarhum. Mari, kita tingkatkan ilmu dan iman kita, agar orang tak sekadar ziarah secara fisik di kuburan, namun juga dapat berziarah atas pemikiran kita kelak.

Dari penjelasan di atas, ada beberapa simpulan
1. Besok adalah dies natalis UNNES yang ke-54, mari kita bersyukur dengan menghadiri acara dies di Auditorium UNNES. Berdoa agar UNNES selalu diberi keberkahan dan kesalamatan.

2. Pertahankan budaya ziarah kubur kepada leluhur di lembaga ini. Karena, beliaulah, lembaga ini bisa berkembang hingga sekarang. Doakan selalu agar ia selalu dalam lindungan Allah.

3. Tingkatkan iman dan ilmu, agar kelak saat kita meninggal dunia tidak cukup diziarahi kubur (ziarah fisik), namun juga diziarahi pemikiran atas ide/gagasan yang pernah kita perbuat untuk sesama. Sehingga, pikiran/ide tersebut masih digunakan walaupun ia sudah wafat. Caranya dengan cara berkarya, menulis, atau pun perbuatan positif lainnya. Waallahu ‘alam.

Semarang, 22 Rojab 1440

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply