Mengajak dan Menggandeng Istri dan Anak Ke Masjid Untuk Sholat Berjamaah
Oleh Agung Kuswantoro
Masjid adalah tempat untuk sujud. Sujud kepada Allah. Bukan dikatakan Masjid, jika tidak ada pekerjaan yang bernama sujud. Sujudnya, orang Islam itu ada pada sholat. Sholat itu berjumlah lima kali dalam sehari semalam. Lima kali ini, harus dijaga betul.
Saya punya keyakinan, bahwa orang yang bisa menjaga lima sholatnya dengan baik – secara jamaah di Masjid – insyaallah akan mudah urusan dunia dan akhirat.
Sholat adalah “obat” apa pun permasalahan di dunia yang berdampak ke akhirat. Oleh karenanya, saya selaku bagian dari pengurus Masjid untuk mengajak kepada diri sendiri agar lebih rajin dalam beribadah sholat berjamaah di Masjid.
Hasil observasi dan wawancara secara langsung ke jamaah, bahwa Masjid yang biasa saya gunakan untuk beribadah itu berfungsi untuk sholat fardhu itu hanya tiga kali, yaitu sholat Maghrib, Isya, dan Subuh. Untuk pelaksanaan sholat Dhuhur dan Asar bisa dikatakan jarang terlaksana, baik secara jamaah atau munfarid/sendiri. Artinya, pelaksanaan sholat Dhuhur dan Asar di Masjid tersebut tidak terselenggara dengan baik.
Mulai tahun pertengahan tahun 2020 ini – sudah lima bulan – saya dan beberapa sahabat untuk mengajak diri agar bisa disiplin dan rajin sholat berjamaah ke Masjid. Ada beberapa strategi yang saya lakukan yaitu membuat jadwal imam dan muadzin sholat lima waktu.
Tantangan utamanya dalam membuat jadwal sholat fardu, ada pada imam sholat Dhuhur dan Asar, karena selama ini tidak ada imam pada kedua sholat fardu tersebut. Alhamdulilah, saya menemukan imamnya yaitu Mbah Darman. Saya juga membantu Mbah Darman dalam bertugas imam sholat Dhuhur dan Asar. Sedangkan, untuk muadzinnya, berasal dari kalangan remaja dan anak-anak sekitar Masjid.
Memang selama ini, anak-anak dan remajalah yang aktif menjadi Muadzin dalam sholat Dhuhur dan Asar. Hanya saja, imamnya tidak ada. Namun, dengan kehadiran mbah Darman (dan saya), diharapkan bisa istiqomah/ajeg menyelenggarakan sholat Dhuhur dan Asar. Untuk jamaahnya perempuan selama ini hanya dua orang yaitu umi Lu’lu dan Ibu Tumini.
Untuk pelaksanaan sholat Maghrib, Isya, dan Subuh—Alhamdulillah dapat terselenggara baik– dengan jamaah berasal dari warga, mahasiswa, dan penghuni kontrakan lain di sekitar masyarakat Sekaran, Gang Pete Selatan.
Secara teknis pun, untuk pelaksanaan sholat fardhu, saya siapkan. Salah satunya, dengan pengadaan alat tarkhim otomatis. Alat bisa sangat membantu bagi orang yang ingin melaksanakan sholat berjamaah di Masjid. Sebelum tarkhim dimulai, dengan mengaji al-Qur’an MP3. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan dan menyiapkan waktu sholat akan tiba. Menurut saya, bahwa mengaji MP3 ini “olahraga” telinga. Karena, warga atau masyarakat sekitar kurang terbiasa mendengarkan ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an.
Berdasarkan observasi dan wawancara saya kepada penduduk/jamaah masjid, bahwa orang yang bisa membaca al Qur’an itu sekitar dua orang saja. Atau 2% dari total jamaah/warga. Artinya, perlu mendapatkan perhatian khusus dalam mengenalkan al-Qur’an ke masyarakat. Kebanyakan warga hanya hafalan dari ayat/surat yang ada di al-Qur’an. Mendengar dari ayat/surat, kemudian dihafalkan.
Misalnya, surat Yasin dan surat pendek dalam Juz 30. Karena hafalan, sehingga kaidah Tajwid menjadi hilang. Artinya, ilmu Tajwidnya tidak digunakan. Mengapa? Karena mereka hafalan, tanpa ada kehadiran guru. Bisa dikatakan yang dihafalkan itu, asal bunyi. Malah keras bunyinya. Namun, belum tentu benar secara ilmu Tajwid.
Akhir dari tulisan ini, saya ingin mengajak kepada diri untuk rajin dan disiplin menjaga sholat di awal wkatu. Syukur bisa menggandeng anak dan istri saya untuk sholat berjamaah di Masjid. Syukur pula, saya bisa mengajak masyarakat untuk sholat berjamaah di Masjid. Semoga kelak, Masjid ini menjadi kapal penyelamat kita menuju surga, saat di akhirat. Amin. []
Semarang, 10 Januari 2021
Ditulis di Rumah jam 04.45 – 05.15 WIB, usai pelaksanaan sholat Subuh berjamaah di Masjid.
Recent Comments