Takwa
Oleh Agung Kuswantoro
Jika kami bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemadharatan kepadamu (Qs. Ali-Imron: 12)
Ada sebuah pertanyaan: mengapa wasiat/pesan khotib kepada jamaah itu (selalu) takwa? Mengapa: tidak wasiat/pesan solat, puasa, zakat, haji, atau melaksanakan akhlak baik/mulia?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita pahami: apa itu takwa (ontologi), bagaimana/metode takwa (epistemologi), dan apa manfaat (aksiologi) takwa.
Secara umum takwa dimaknai menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah (Imtisalu amaminhi wajtinafu yawahihi). Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) takwa diartikan (1) terpeliharanya sifat diri untuk tetap melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya; (2) keinsafan yang diikuti oleh kepatuhan dengan perbuatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, dan (3) kesalehan hidup.
Shihab (2008) pengertian takwa dalam arti KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) tidak jauh beda dengan makna dari segi agama Islam. Takwa berasal dari kata waqo yaqi (dalam ilmu sorof termasuk bina’ lafif) artinya: menjaga atau melindungi dari bencana atau sesuatu yang menyakitkan. Ada juga yang mengatakan takwa berasal dari kata waqwa, kemudian huruf wawu pada awal diganti dengan huruf ta, sehingga menjadi takwa yang artinya penghalang.
Umar bin Khottob menjelaskan makna takwa kepada Ubay bin Ka’ab makna takwa dengan ilustrasi seperti berikut: “Pernahkah engkau berjalan di jalan penuh duri?”, kata Umar. Ubay menjawab: “Ya”. “Apa yang kamu lakukan?”, tanya Umar. “Aku sangat berhati-hati”, jawab Ubay. “Lalu Umar mengatakan: “Itulah, makna takwa.”
Cerita tersebut di atas menunjukkan takwa memiliki arti kehati-hatian. Kehati-hatian inilah dalam menjalankannya membutuhkan petunjuk/SOP/hukum. Adapun, SOP/hukum/petunjuknya berdasarkan al-Qur’an dan hadist.
Adapun ciri-ciri orang bertakwa adalah (1) percaya kepada yang ghaib, (2) melaksanakan solat dengan baik dan berkesinambungan, (3) menafkahkan sebagian rizki yang telah diperoleh, (4) percaya pada al-Qur’an dan kitab sebelum al-Qur’an, (5) percaya akan kehadiran hari akhir (Qs. al-Baqarah: 2-4).
Ciri inilah, ada yang memaknai dengan cara menggapai ketakwaan. Ada juga yang mengatakan agar bisa bertakwa melalui puasa, sehingga puasa itu ditujukan kepada orang beriman (QS. al-Baqarah:183). Hal ini pula dikuatkan pada surat Ali Imron ayat 102, dimana sebutkan: Wahai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya (haqqo tuqotih).
Dari beberapa ayat tersebut ada semacam syarat bahwa untuk menuju takwa, salah satu jalannya adalah beriman. Iman menjadi kunci utama agar orang bisa melakukan perjalanan takwa. Jika beriman, orang akan bisa melakukan puasa wajib, solat khusyuk, sedekah, dan mudah melakukan amal kebajikan. Memang tidaklah mudah, namun perlu dipraktikkan. Karena perintah takwa berlaku dalam berbagai dimensi (semua keadaan) Khaisu la yahtasib, baik dalam dimensi: waktu, tempat, maupun keadaan manusianya.
Takwa seorang dosen – sekaligus pejabat – dengan menolak tawaran uang agar seseorang dari orang tertentu agar bisa masuk dalam prodi yang bergengsi. Takwa seorang mahasiswa dengan jujur dalam mengerjakan mid semester. Takwa seorang yang bekerja/tendik/fungsional dengan berdoa saat memulai pekerjaan dan ikhlas dalam bekerja. Takwa seorang suami/bapak dengan mengingatkan dan mengajak anak dan istri untuk melakukan solat lima waktu. Takwa seorang anak kepada orang tua dengan cara berbakti. Takwa istri kepada suami dengan taat, dan contoh lainnya.
Dalam kitab syarah Arbain Nawawi dan Majalisus saniyyah; bahwa hasil/manfaat takwa ada bebebrapa manfaat/hasil takwa. Manfaat takwa yang pertama adalah pembeda (al-furqon). Orang yang bertakwa mampu membedakan antara hak dan batil, antara haram dan halal, ya ayyuhal ladzi na amanu in tattaqullaha yaj’al lakum furqonan (Qs. al-Anfal:2).
Kedua, dihapuskan keburukan dan diampuni dosa (takfirus sayyiat wal ghufron). (Qs. al-Anfal:29). Ketiga, diberikan pahala yang besar (ajrun ‘adzim).
Keempat, keberkahan dalam hidup (al-barokat) dalam Qs. al-A’rof:96). Kelima, jalan keluar (al-makhroj) dalam Qs. at-Tholaq:2. Keenam, diberikan rizki, wa yar yuqu min khaisu la yahtasib (Qs at-Tholaq:3). Dan, ketujuh, kemudahan (al-yusro).
Astubul buruj berkaitan dengan hadist ini: ittaqillah haisuma kunta, dimana Abu Dzar telah masuk Islam di kota Mekkah. Nabi Muhammad saw berkata kepada Abu Dzar: “Temuilah kaummu, mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepada mereka dengan perantaraanmu/ keberadaan Abi Dzar”.
Ketika Nabi Muhammad saw melihat keinginannya, bahwa ingin bersamanya dan Nabi Muhammad tidak mampu melakukan itu, maka Nabi Muhammad bersabda, Ittaqillaha haisuma kunta (takutlah kepada Allah dimanapun engkau berada).
Hadist ini mengajarkan kepada kita bahwa nasihat berisi takwa itu bersifat global/menyeluruh. Artinya nasihat ini diberikan kepada umat muslim, tidak hanya Abu Dzar saja, tetapi kepada semua orang Islam. Oleh karenanya, biasakan kita bernasihat takwa kepada sesama. Pastinya, orang yang mengajak bertakwa, dirinya telah memenuhi standar keimanan menuju ketakwaan.
Sebagai penutup ada beberapa simpulan bahwa:
- Takwa itu bermakna melakukanlah segala yang diperintahkan Allah semampunya; tinggalkan segala yang dilarang Allah tanpa banyak alasan. Memang berat, tapi perlu dilatih dengan ketekunan dan mengerahkan tenaga (bisa jadi material).
- Agar mudah menuju jalan ketakwaan, maka keimanan sebagai metode dasar yang harus dicapai. Adapun dengan caranya: (a) percaya kepada yang ghaib, (b) melaksanakan solat dengan baik dan berkesinambungan, (c) menafkahkan sebagian rizki yang telah diperoleh, (d) percaya pada al-Qur’an dan kitab sebelum al-Qur’an, (e) percaya akan kehadiran hari akhir.
- Hasil/manfaat takwa adalah (a) pembeda; (b) dihapuskan keburukan dan diampuni dosa; (c) diberikan pahala yang besar; (d) keberkahan dalam hidup; (e) jalan keluar; (f) rejeki, (g) dan kemudahan.
Semoga kita menjadi hamba yang bertakwa. Amin. []
Semarang, 13 Oktober 2022
Ditulis di Rumah jam 13.00 – 13.15 Wib dan 18. 15 – 18.30 Wib.
Daftar Pustaka
Al-Quranul karim.
Kitab Majalisus Saniyyah, asy-Syeh Ahmad bin Syeikh al-Fasyani
Kurianto, F. 2016. Jalan Takwa Meraih Bahagia. Jakarta: Elexmedia Komputindo
Hasan, N. F. 2020. Syarah hadist Arbain an-Nawawi. Jakarta: Gema Insani
Shihab, Q. 2018. M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman. Tangerang: Lentera hati
Bisri, M. A. 2019. Saleh Ritual, Saleh Sosial. Yogyakarta: Divapress.
Recent Comments