Tadarus di Masjid Istiqlal
Oleh Agung Kuswantoro
Beberapa hari ini saya menyimak kegiatan-kegiatan di Masjid Istiqlal, Jakarta melalui kanal Youtube-nya. Ada yang saya cermati kegiatan Istiqlal yang menurut saya berbeda dengan kegiatan lainnya yaitu tata cara tadarus.
Tadarus yang dilakukan di Masjid Istiqlal itu dilakukan secara bersama-sama. Lebih dari sepuluhan orang hadir menyimak dan mendengarkan. Lalu, ada ustad/kiai yang membenarkan, jika orang yang membaca keliru/salah. Jadi ada unsur “pembenaran”. Kemudian, orang yang membaca/bertadarus cukup dengan dua hingga tiga ayat yang dibaca. Artinya, bergiliran orang yang membaca.
Gaya seperti itu, menurut saya adalah tadarus, yang sesuai dengan arti dari tadarus yaitu saling mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji, dan mengambil pelajaran. Tadarus secara bahasa berasal dari kata darusa yadrusu darsan. Mengikuti wazan fa’ala yaf’ulu fa’lan. Lafal darusa, ada tambahan huruf ta sehingga menjadi tadarosa yatadarusu, mengikuti wazan tafa’ala yatafa’lu. Maknanya yaitu lil mu syarokati baina itsnaini fa aksaro, artinya persekutuan timbal balik antara dua orang atau lebih. Sehingga, tadarus bermakna saling belajar, saling meneliti, saling menelaah, dan saling mengkaji. Berarti pula, minimal dilakukan oleh dua orang/subjek. Berarti tidak ada target khatam dalam bertadarus. Yang penting benar, paham, dan dimengerti. Jika saya mencontohkan tadarus yang sesuai arti dari tadarus adalah gaya tadarus yang dilakukan oleh masjid Istiqlal.
Saya membayangkan bisa jadi, tadarus pertama yang dilakukan oleh manusia yaitu tadarusnya Nabi Muhammad SAW bersama Malaikat Jibril sewaktu di Gua Hiro dengan surat Al-‘Alaq ayat 1 hingga 5. Bayangkan, membaca ayat 1 hingga 5 saja, memiliki kesan yang begitu mendalam hingga mengena di hati Nabi Muhammad Saw. Malaikat Jibril sebagai guru/kiai dari Nabi Muhammad Saw. Oleh karenanya, dalam bertadarus perlu dipersiapkan mentalnya terlebih dahulu.
Adapun syarat bertadarus adalah (minimal) bisa membaca Al-Qur’an. Tidak mungkin bertadarus, tanpa bisa membaca Al-Qur’an. Oleh karenanya, carilah guru/ustad/kiai yang bersedia mengantarkan belajar membaca, memahami, dan melakukan ajaran-ajaran isi Al-Qur’an, sebagaimana Malaikat Jibril sebagai guru/kiai dari Nabi Muhammad Saw selaku muridnya.
Semarang, 15 April 2023
Ditulis di Rumah jam 14.15 – 14.30 Wib.
Recent Comments