• Thursday, July 03rd, 2025

Hijrah dengan Pendidikan
Oleh Agung Kuswantoro

1 Muharrom 1447/27 Juni 2025, saya niatkan untuk berkunjung ke beberapa tempat pendidikan. Saya menyebutnya: “piknik pendidikan”. Ada dua tujuan utama saya yaitu: Perguruan Islam Mathali‘ul Falah (KH. Sahal Mahfud), Kajen, Margoyoso, Pati dan Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3iA (Gus Baha), Nunukan, Kragan, Rembang.

Ada beberapa catatan menarik dari apa yang telah saya amati. Pertama, Perguruan Islam Matholi’ul Falah—sebutan Matholek—itu hanya menyediakan pusat pendidikan mulai dasar, menengah, tinggi (wustho – ula). Termasuk sekolah umumnya dari dasar/ibtidaiyah hingga menengah/aliyah (TK – SMA).

Namun di Matholek tidak memiliki pondok atau asrama. Pondoknya ada pada lingkungan sekitar matholek, dimana jumlahnya ada puluhan pondok pesantren. Uniknya, pondok pesantren tersebut mendukung pembelajaran yang ada dalam perguruan Islam matholek. Artinya, pembelajaran di matholek didukung oleh pondok pesantren sekitar, dimana alumni-alumni matholek menjadi guru-guru/ustad yang ada di pondok pesantren.

Saya pernah membaca buku dimana, kiai Sahal mempopulerkan tasawuf sosial. Mungkin seperti inilah yang diinginkan oleh kiai Sahal Mahfud, dimana “ekosistem” pendidikan didukung oleh “satu desa”. Subhanallah.

Waktu saya berkunjung ke matholek, sedang dibangun bangunan pendidikan dengan 7 lantai. Luar biasa bagi saya. Sekelas madrasah bisa membangun tujuh lantai, padahal hanya untuk ngaji.

Kedua, pengenalan tafsir dan pemahaman nalar/logika bagi santri. Saya menemukan pondok pesantren LP3iA (Gus Baha). Prinsip yang dikenalkan adalah penalaran santri agar logis dalam berkehidupan. Saat saya di pondok pesantren tersebut, santri menyalakan musik dangdut dengan volume keras, santri jalan ke antar gedung tidak memakain sandal, santri sedang belajar di makam, santri sedang belajar di teras, al-Qur’an dan kitab ada di depan tiap-tiap bangunan, ada santri bilang kepada santri yang akan ke kamar mandi: “Ini ada tamu, utamakan tamu”.

Ajaran dari pesantren LP3iA ini, yang penting mau ngaji. Saya menangkapnya seperti itu. Ilmu-ilmu “alat” dipelajari dengan seksama. Lalu menemukanlah sebuah konsep/teori dimana, santri akan mengamalkannya. Bisa jadi, aturan-aturan tertulis didalam pesantren LP3iA ini, tidak ada, namun aturan bisa berjalan dengan semestinya. Inilah yang saya sebut dengan: mengutamakan nalar santri.

Oh ya, selain ke kunjungan pesantren, saya juga menyempatkan ziarah ke makam waliyullah mbah Ahmad Mutamakkin Kajen sembari berdoa kepada Allah agar suatu saat saya bisa kembali hijrah dengan jalur pendidikan.

Itulah kisah “piknik pendidikan” saya bersama keluarga. Semoga kita semua bisa sukses dunia akhirat dengan jalur pendidikan sebagaimana yang dicontohkan oleh kiai Sahal Mahfud dan Gus Baha. Amin.

Ditulis di Rumah Sulang, Rembang, jam 06.05 – 06.27 Wib. 2 Muharrom 1447/28 Juni 2025.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply