Hadist: Sumber Hukum Kedua
Oleh Agung Kuswantoro
Dasar ini menjadi kekuatan sumber hukum Islam ke-2, setelah al-Qur’an. Dimana apa pun: perilaku, perkataan, dan segala sikap Nabi menjadi sumber hukum. Jika kita buka kitab Buluqul Marom, bahwa Imam Hadist bermacam-macam dan bertingkat. Ada yang mengatakan mengatakan tujuh Imam yaitu: Imam Ahmad, Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Tarmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah.
Ada yang mengatakan enam Imam: dimana disebutkan, tanpa Imam Ahmad. Lalu adanya Imam Bukhori hingga Imam Nasa’i. Ada yang mengatakan lima imam, dimana tanpa Imam Bukhori dan Muslim. Lalu, dikenalkan pula ada istilah muttafiqun ‘alaih yaitu hadis yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim. Dari tingkatan-tingkatan hadist pun bermacam-macam, ada hadist: sohih, hasan, dan ad-dhoif.
Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim, validitasnya sangat tinggi. Korelasi dan reliabilitasnya sangat tinggi. Sebaliknya ada hadist yang lemah, kekuatannya. Mengapa hadis itu lemah? Salah satunya, ada perowi yang “cacat” atau lemah.
Metode/cara mendapatkan/epistemologi hadist dikaji dulu, dimana orangnya baik atau tidak. Contoh: cerita al-Qomah. Ada perowi X, beliau matruk/ditinggal sehingga menurut Imam Ahmad termasuk hadist yang maudhu.
Demikian kita juga, dalam mencari sebuah ilmu. Kita harus benar metodenya. Kaidah epistemologi harus diperhatikan, seperti wawancara. Cek dulu orangnya karena data tersebut akan diambil sebuah simpulan atau saran. Syukur akan dijadikan sumber hukum sebagaimana hadist di atas.
Semarang, 27 September 2024/24 Robiul Awwal 1446
Ditulis di Rumah jam 04.40 – 04.50 Wib.
Recent Comments