Author Archive

• Wednesday, August 15th, 2018

GHOIN, BUKAN GHIN
Oleh Agung Kuswantoro

Ghoiril Maghdubi alaihim. Saat saya belajar ayat ini dengan Jamaah, ada yang menarik.

Ada seorang Jamaah melafalkan dengan GHIRIL. Mendengar ucapannya seperti itu, kemudian saya mendampinginya dengan GHOIRIL.

Saya berpikir sejenak. Mengapa ada yang melafalkan seperti itu?

Tebakan saya, ada kebanyakan orang menganggap bahwa huruf Hijaiyah itu mati. Padahal, semua huruf hijaiyah itu hidup.

Misal, alif lammm mim. Tidak mengatakan. Alif. Lam. Dan, Mim.

Tetapi, disebutkan dengan jelas. Alif lammm Miimmmmmm.

Atau, Yasin. Dibaca Ya Siiin. Bukan, Yasin.

Senada dengan itu adalah GHOIN. Bukan, GHIN.

Membacanya pun harus hidup. GHOIRIL MAGDU. Bukan, GHIRIL MAGDU.

Ini pertanda huruf GHOIN itu hidup, bukan mati. Contoh yang mati adalah GHIN.

Sekarang, kita cari lagi huruf Hijaiyah yang serupa dengan itu. Lalu, praktikan cara membacanya. Coba apa? Lalu, seperti apa bacanya?

Waallahu ‘alam

Semarang, 13 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018
AMIN
Oleh Agung Kuswantoro

Waladholliiin. Amin.

Itulah kalimat yang harus kita lafalkan setiap selesai mengucapkan surat Alfatihah.

Namun, apakah Anda memahami arti kalimat tersebut?

Berdasarkan guru saya mengaji, bahwa Amin memikili arti ISTAJIB DUANA. Yang bermakna, kabulkanlah doa kami.

Walaupun kalimatnya hanya satu yaitu Amin. Tetapi, artinya panjang.

Sehingga, saat ada orang berdoa, kita dianjurkan untuk melafalkan Amin.

Misal, imam berdoa. Lalu, kita mengamini. Bukan, sama-sama berdoa saat itu. Tetapi, mengamini.

Berbeda, saat kita berdoa sendiri. Setelah berdoa, kita akhiri dengan lafal Amin.

Sehingga, saat di daerah saya. Ketika, malam Jumat. Imam berdoa. Jamaah mengamini dengan lagu Jawa, seperti berikut:

Amin Ya Allah Robbal Alamin. Mugi-mugiyo disembadani. Panyuwun kula Allah dumateng Gusti. Allah Amin. Amin. Amin. Amin. Amin.

Itulah, makna Amin. Biasakan setiap ada Iman berdoa membaca Amin. Jangan diam. Atau, mbatin saja. Karena, Amin bisa mempercepat terkabulnya doa. Sebagaimana, makna Amin.

Wallahu ‘alam

Semarang, 14 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018

Kuliah perdana di Pagi dan Siang. Sorenya, bekerjasama dengan orang tua santri membahas ngaji anak-anak di Masjid.

Kepada siapa lagi, kita akan mendapat doa saat kelak kita meninggal dunia? Kecuali dari anak kita. Yuk, ajak anak untuk mengaji sejak dini.

• Wednesday, August 15th, 2018
Terima kasih, Prof. Dr. Bambang Suratman, M.Pd.
Oleh Agung Kuswantoro

Saya mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Prof. Dr. Bambang Suratman, M.Pd. Beliau pernah menjabat Dekan FE UNESA periode tahun 2011-2014.

Perkenalan saya dimulai dari saya semenjak ada kegiatan di FE UNESA tahun2014. Berlanjut pada diskusi, khususnya kearsipan.

Sabtu (11/8/2018), saya diundang olehnya dalam acara pengabdian kepada masyarakat yang diketuainya.

Saya sebagai pembicara. Ia mengikuti jalannya pengabdian dari awal hingga akhir. Artinya, ia menyimak semua materi yang saya sampaikan.

Tak hanya itu. Ia pun mengantarkan saya hingga ke Stasiun. Luar biasa. Seorang, Profesor dan mantan Dekan mengantarkan saya hingga ke stasiun Pasar Turi.

Selama perjalanan, saya banyak berbicara tentang semangat belajarnya. Saya diberikan nasihat-nasihat yang sangat bermutu.

Ia sangat rendah diri. Seorang Profesor mau membaca buku saya dan mempelajarinya. Kemudian, mengajak dosen muda yang tergabung dalam tim pengabdian kepada masyarakat untuk berkarya.

Saya melihat sendiri. Dosen muda yang bergabung dengan tim yang diketui Prof. Bambang, dimana diarahkan mengenai trik dan strategi dalam menulis. Mereka/dosen muda sangat antusias.

Terima kasih, Prof. Bambang atas semuanya. Semoga saya bisa menirukan dan meneladani keakademikan, Bapak. Amin.

Ditulis di kereta api dalam perjalanan menuju Semarang dari Surabaya
11 Agustus 2018

• Friday, July 13th, 2018

Cara Mendefinisikan Konsep

Oleh Agung Kuswantoro

 

Konseptualisasi adalah proses pemberian definisi teoritis atau definisi konseptual pada sebuah konsep (Prasetyo dan Jannah; 2016:90)

 

Dalam mendefinisikan sebuah konsep, langkah yang termudah adalah membuat tabel yang isinya kolom-kolom. Tujuannya untuk menyederhanakan sebuah konsep. Sehingga dibutuhkan item-itemnya.

 

 

Lalu, apa saja itemnya?

 

Berikut item-itemnya, yaitu konsep, variabel, dan indikator. Misal, ada konsep pemanfaatan. Maka, variabelnya pemanfaatan kartu sehat. Sedangkan, indikatornya adalah pernah memanfaatkan kartu sehat dan frekuensi kartu sehat.

 

Contoh lagi, konsepnya pengetahuan responden. Maka, variabelnya tingkat pengetahuan responden tentang kartu sehat. Sedangkan indikatornya, yaitu pengetahuan tentang biaya untuk memperoleh kartu sehat, pengetahuan tentang jenis layanan untuk memperoleh kartu sehat, pengetahuan tentang pihak yang memperoleh kartu sehat, dan sebagainya.

 

Penjelasan di atas, saya sarikan dari Prasetyo dan Jannah (2016:91). Di dalam buku tersebut digambarkan dengan tabel-tabel yang lebih rinci, sehingga konsepnya mampu teridentifikasikan. Konsepnya mencair, kurang lebih seperti itu.

 

 

Sumber: Prasetyo, B dan Jannah , M.L. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Press.

 

 

 

 

 

 

 

 

• Friday, July 06th, 2018

Menjaga Jarak Cinta

Oleh Agung Kuswantoro

 

“Perpisahan bisa terjadi adalah hal yang sangat perlu untuk dijalani, agar kamu memiliki hari esok yang lebih baik daripada bertahan pada ketidakbahagiaan yang sedang nyata kamu peluk selama ini”. (Falafu, 2016, 68)

 

Ungkapan diatas salah satu ciri khas Falafu dalam menuliskan karyanya. Buku “Memberi Jarak Pada Cinta”, bukti Fa – panggilan Falafu – mampu melukiskan ketegasan seseorang untuk bertahan saat susah. Susah/sedih ditinggal “sesuatu”. Sesuatu bisa berwujud barang atau orang.

 

Saya sangat suka gaya yang disampaikan oleh Fa. Ia tidak menggurui dalam tulisan-tulisannya. Nampak, pengalaman dan buku sebagai rujukan utamanya dalam menulis atau menuangkan ide-idenya.

 

Mari kita lihat. Ungkapan Fa berikutnya, “Kalau kamu merasa pasanganmu kurang lengkap, maka lengkapi dia. Kalau kamu merasa pasanganmu belum tepat, maka lepaskan dia. Berani bahagia”. (Falafu, 2016, 61)

 

Logika yang dibangun oleh Fa, menurut saya benar. Bersedih boleh, tetapi jangan terlalu bersedih. Secukupnya saja. Demikian juga bahagia. Bahagia boleh, tetapi sewajarnya saja.

 

Bangga dengan pasangan itu sangat boleh. Tetapi, sangat membanggakan pasangan, hati-hatilah saat ditinggalkannya. Ditinggalkan, bisa karena sakit atau mati. Disinilah, letak “perasaan” yang kuat dibangun oleh Fa.

 

Fa yang notabene pekerja/pegawai kantor sangat piawai dalam menuliskan mengenai ungkapan hati. Hati sebagai rujukan utamanya.

 

Kebebasan hati untuk menentukan sesuatu sangat diutamakan. Ikuti kata hati, kurang lebih itu ungkapannya.

 

Ungkapan-ungkapan Fa dalam buku itu sangat logis. Logis menurut logika hati. Logika hati mengatakan “benci tapi rindu”. Nah, Fa itu sangat tepat sekali dalam mengeksekusi logika hati.

 

Seperti, “karena luka adalah bagian dari hidup yang perlu ada untuk kita jalani” (Falafu, 2016, 9). Logika akal mengatakan “luka itu harus ditinggalkan buka dijalani. Cari yang tidak terluka”.

 

Orang yang terluka itu sakit, maka harus dihindari. Itu contoh logika akal. Tetapi, Fa mengatakan “luka itu harus dijalani”, karena luka adalah bagian hidup”. Justru dengan luka kita akan menghargai suatu kebaikan – kebaikan yang ada dalam suatu perbuatan.

 

Awal membaca buku ini bingung. Karena, saya terbiasa membaca buku yang bertema agama dan motivasi hidup.

 

Namun, lama-kelamaan membaca buku ini menjadi paham apa yang dipikirkan oleh Fa.

Buku ini sangat bagus, khususnya bagi orang sedang memberi jarak pada cinta.

 

Ayo bangkit dari rasa sedih. Bangun untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Ingat, “luka” dalam kehidupan itu akan mengantarkan kepada suatu kebaikan.

 

Semarang, 4 Juli 2018

• Wednesday, July 04th, 2018

SEM dan SPSS

Oleh Agung Kuswantoro

 

Akhir-akhir ini, saya bingung dengan analisis. Bahwa, ada orang saat penelitian yang berjudul “moderasi” atau “intervening” analisisnya menggunakan SPPS.

 

Saya membacanya, ternyata saat menganalisis satu per satu. Misal X secara langsung ke Y. lalu X melalui Y secara tidak langsung. Dimana, gambarnya ada variabel intervening.

 

Dalam hati bertanya kepada diri sendiri “apakah tidak ada analisis yang sekali ‘klik’, bisa keluar semua? Jadi, tidak ada satu persatu-satu. Namun, belum selesai membaca. Banyak pertanyan yang muncul. Kebanyakan, SEM itu banyak model yang saling memanah. Atau, istilahnya analisis jalur. Dan, hasilnya berbeda saat diuji SPSS dan SEM.

 

Ketika diuji SPSS mengatakan valid/normal. Tetapi, saat diuji SEM, hasilnya tidak valid/normal. Lalu, saya bertanya kepada diri sendiri. Berarti ada syarat dan ketentuan untuk diuji SPSS atau SEM. Tidak semua data dianalisis dengan SPSS dan SEM. Logikanya, jika itu bisa, maka keluar hasil yang sama, berupa valid/normal.

 

Tidak ada pembeda hasil atara SPSS dan SEM. Jika itu ada perbedaan pada hasil SPSS dan SEM, maka ada syarat dan ketentuan waktu pengujian SPSS dan SEM.

 

Semarang, 4 Juli 2018

• Friday, June 29th, 2018

Menyajikan Alquran

Oleh Agung Kuswantoro

 

Dulu, waktu saya bersilaturohim dengan orang yang saya hormati, saya melihat Alquran di meja tamu. Biasanya di meja tamu ada jajanan. Namun di rumahnya, selain jajanan juga ada Alquran.

 

Ketika duduk di ruang tamu, pemilik rumah membacanya. Waktu untuk membaca Alquran dengan mudah ia dapat karena Alqurannya tersaji.

 

Menyajikan Alquran itu ternyata penting. Biasanya Alquran ada di lemari atau rak tempat sholat. Namun, dengan menghadirkan di tempat-tempat strategis ternyata semangat untuk membacanya pun lebih tinggi.

 

Seakan-akan Alquran berkata “ayo baca Aku”. Saat pemilik rumah duduk di meja tamu, langsung ia membaca Alquran yang tersaji itu.

 

Keadaan tersebut menjadikan saya terinspirasi untuk melakukannya. Saya mencoba menyajikan (baca:menghadirkan) Alquran di ruang kerja saya. Setiap meja di kantor yang saya tempati saya beri satu Alquran. Tujuannya agar mudah membacanya di setiap waktu. Saat membaca pun jadi mudah.

 

Ternyata, cara ini lebih ampuh untuk mempermudah membaca Alquran dimana dan kapan pun. Ketika Alquran disajikan, maka disitulah mata melihat, maka kita akan membacanya.

 

Cobalah, Anda yang sangat sibuk, untuk melakukan hal ini. Sederhana caranya, hanya butuh dilirik. Dalam batin nanti, Alquran akan mengatakan “masa Aku (Alquran) cukup dilirik saja dengan mata?”

 

Hati kita, Insya Allah langsung terpanggil untuk membacanya. Selamat mencoba.

 

Semarang, 26 Juni 2018

• Thursday, June 28th, 2018

Surat Suara

Oleh Agung Kuswantoro

 

Surat adalah komunikasi yang berbentuk tulisan. Berisi pesan informasi penting. Sifat surat ada yang rahasia, sangat rahasia, dan biasa.

 

Sehingga, lazimnya surat biasanya ada pembuka, isi, dan penutup. Lazimnya pula, ada kata kepada, Yth, hormat kami, tanggal, tempat, penanda tangan, dan atribut yang ada pada surat.

 

Lalu, bagaimana dengan surat suara? Apakah ada bagian-bagian tersebut? menurut saya, tidak ada! Inti dari surat suara adalah pesan seseorang dalam menentukan pilihannya. Pilihan pimpinan. Baik, Kepala Daerah, Gubernur, Anggota Dewan, dan Presiden.

 

Intinya, suaranya. Suara itulah pesannya. Wujud suara berupa toblosan pada pilihannya. Jadi, bagian-bagian surat sebagaimana umumnya tidak ada. Langsung kepada isi pesannya, berupa gambar calon pemimpin.

 

Bayangkan, kalau surat suara tersebut ada kata Yth, tanda tangan, pengirim, dan item lainnya. Dapat dipastikan akan bocorlah suara kita. Itulah yang namanya, surat suara.

 

Semarang, 28 Juni 2018

 

 

 

 

 

 

 

 

• Thursday, June 28th, 2018

Sahabat Bukan Malaikat

Oleh Agung Kuswantoro

 

Buku ini sangat renyah, gurih, dan empuk. Penulis – yang juga guru produktif Administrasi Perkantoran SMK 1 Magetan, Jawa Timur – sangat mahir dan lincah dalam “meramu” cerita-cerita yang menarik.

 

Basis pengalamannya, ia himpun dalam buku yang bertema sosial. Tak cukup hanya bercerita mengenai pengalaman hidupnya, namun penuh hikmah.

 

Saya sebagai pembaca pun, mengambil nilai-nilai yang ada dalam setiap buku ini. Misal konsep rizki dan jodoh.

 

Sayang, tidak ada semacam mantra/kalimat penggugah dalam setiap bab/judul. Sehingga pembaca mudah menemukan esensi/inti dari tiap judulnya.

 

Menarik lagi, ada testimoni dari sosok pendidik yang menginspiratif, sehingga buku ini menjadi layak untuk dicemil oleh para guru.

 

Menurut saya, buku ini isinya bagus. Guru tidak hanya pandai di depan kelas. Tetapi, juga lihai dalam mencairkan ide-idenya melalui tulisan.

 

Ibu Riful Hamidah, patut menjadi panutan bagi guru. Jago, dalam menulis cerita. Saya sendiri belum bisa “seenak” dan “serenyah” dalam menulis cerita.

 

Teruslah menulis dan berkarya,  Bu Riful. Teruslah menginspirasi untuk kami. buktikan, jika guru itu bisa berkreasi melalui menulis.

 

 

Semarang, 28 Juni 2018