Archive for the Category ◊ Uncategorized ◊

• Wednesday, August 15th, 2018

MENULISLAH
Oleh Agung Kuswantoro

Cara agar nama kita selalu dikenang adalah menulis. Menulis dari hal yang sederhana.

Menulis dari sesuatu yang Anda minati. Itu adalah yang termudah.

Suatu kebahagiaan bagi saya, saat ada orang mengapresiasi atas tulisan (baca:buku) saya.

Ia sampai minta surat keterangan, bahwa yang bersangkutan diizinkan untuk menggunakan program kearsipan yang saya buat.

Saya bangga tak terkira. Tulisan saya menjadi rujukan.

Sebaliknya, pernah dimaki atau dicemooh atas tulisan saya. Saya dianggap tidak tahu suatu konsep.

Ada orang yang memperlakukan seperti itu kepada saya. Saya hanya diam. Karena, dibalik makian/cemoohan ada juga, orang yang membela dan peduli saya.

Itulah tulisan. Sangat mengena dan mengenang. Oleh karenanya, mari menulis agar kita dikenang.

Menulis yang baik agar menjadi amal ibadah kita. Tabungan besok di Akhirat sebagai amal sholeh. Amin.

Lasem, 10 Agustus 2018
Ditulis di bus menuju Surabaya

• Wednesday, August 15th, 2018

Pembicara Tunggal


Oleh Agung Kuswantoro

Menjadi pembicara tunggal, dimana materinya berupa teori dan praktik itu bukanlah hal mudah. Saya harus menyiapkan segala keperluannya.

E Arsip Pembelajaran adalah karya saya dan Trisna Novi Ashari. Berhubung Trisna-sapaan Trisna Novi Ashari- tidak bisa menghadiri pada kegiatan hari ini (11/3/2018) di Surabaya. Maka, saya menyiapkan segalanya.

Dalam menyiapkan, mulai rencana hingga akan pelaksanaan itu harus detail. Misal, menyiapkan contoh surat, buku, pemberangkatan ke lokasi, edit file, dan persiapan yang lainnya.

Jika saya, bukan seorang yang bekerja di Pagi hingga Sore, mungkin hal ini tidak masalah. Namun, karena aktivitas di kampus yang padat, sehingga persiapan seperti di atas, mengalami kendala. Yaitu, waktu.

Namun, tidak masalah. Saya jalani saja. Di bus, saya membuka laptop untuk menyiapkan hingga mengedit. Saya atasi sedikit demi sedikit, permasalahannya.

Bawaan yang banyak, saya kurangi. Lalu, pemberangkatan lokasi pun saya berangkat agak pagi/gasik.

Ada pengalaman yang menarik saat saya berangkat ke Surabaya, karena persiapannya kurang. Sehingga, kurang konsentrasi di jalan. Apa itu? Kesasar. Kebetulan, tiba di Surabaya tengah malam. Jadi, rasa capek dan mengantuknya masih terasa, akibat macet panjang di Demak. Itulah pengalaman saya yang mengena saat menjadi pembicara tunggal.

Apa pun yang terjadi harus dijalani dan dinikmati. Yakin saja, ini adalah cara Allah akan memberikan suatu kemudahan bagi hambanya. Amin.

Surabaya, 11 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018

Berbagi Dakwah


Oleh Agung Kuswantoro

Dakwah jangan sendiri. Prinsipnya, ingin masuk surga ajak orang lain. Jangan masuk surga itu sendirian. Mengapa? Agar orang baik di sekitar kita banyak.

Cara itulah yang saya gunakan yaitu berbagi dakwah. Saat ini, saya sedang menghidupkan lagi kajian “TPQ”.

Dulu, saya dan istri yang mengelolanya. Mulai yang menyiapkan tempat, menjadi guru ngaji, hingga membuat rapot-nya. Namun, karena ada sesuatu hal, saya tutup kajian tersebut.

Alhamdulillah, sekarang “hidup” lagi TPQ-nya. Berbekal pengalaman masa lalu, saya memakai strategi sebagaimana di atas. Yaitu, berbagi dakwah.

Saya mengidentifikasi semua kegagalan yang pernah saya lakukan dalam mengelola kajian. Salah satunya, adalah faktor kesiapan guru dan perhatian orang tua.

Dua point inilah yang saya tekankan dalam berbagi dakwah. Pertama, Kesiapan guru. Saya mengajak kepada mahasiswa untuk membantu mengelola kajian. Ada Maulana dan Bilardo. Alhamdulillah mereka siap untuk menjadi guru mengaji.

Kedua, Perhatian orang tua. Saya mengajak kepada orang tua/wali anak untuk juga berdakwah. Dengan cara apa? Meningkatkan perhatian kepada anak dan aktif dalam mengelola kajian. Aktif dalam mengelola kajian, seperti membuat struktur organisasi, menentukan arah/tujuan kajian.

Jadi, dalam penentuan tujuan kajian, orang tua/wali dilibatkan. Bukan dari saya saja. Cara termudah bagi saya yaitu mengharapkan mereka dalam komunitas/grup.

Dalam grup tersebut mendiskusikan tentang kendala. Mereka/orang tua aktif memberikan alternatif-alternatif solusi terkait permasalahan yang terjadi.

Saya sebagai pengelola, mengajak kepada mereka untuk “berbagi dakwah”. Itulah yang saya maksudkan berbagi dakwah, yaitu masuk surga secara ramai-ramai. Ajak Saudara, tetangga, dan orang-orang yang peduli/berjuang di agama Allah.

Semarang, 10 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018

GHOIN, BUKAN GHIN
Oleh Agung Kuswantoro

Ghoiril Maghdubi alaihim. Saat saya belajar ayat ini dengan Jamaah, ada yang menarik.

Ada seorang Jamaah melafalkan dengan GHIRIL. Mendengar ucapannya seperti itu, kemudian saya mendampinginya dengan GHOIRIL.

Saya berpikir sejenak. Mengapa ada yang melafalkan seperti itu?

Tebakan saya, ada kebanyakan orang menganggap bahwa huruf Hijaiyah itu mati. Padahal, semua huruf hijaiyah itu hidup.

Misal, alif lammm mim. Tidak mengatakan. Alif. Lam. Dan, Mim.

Tetapi, disebutkan dengan jelas. Alif lammm Miimmmmmm.

Atau, Yasin. Dibaca Ya Siiin. Bukan, Yasin.

Senada dengan itu adalah GHOIN. Bukan, GHIN.

Membacanya pun harus hidup. GHOIRIL MAGDU. Bukan, GHIRIL MAGDU.

Ini pertanda huruf GHOIN itu hidup, bukan mati. Contoh yang mati adalah GHIN.

Sekarang, kita cari lagi huruf Hijaiyah yang serupa dengan itu. Lalu, praktikan cara membacanya. Coba apa? Lalu, seperti apa bacanya?

Waallahu ‘alam

Semarang, 13 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018
AMIN
Oleh Agung Kuswantoro

Waladholliiin. Amin.

Itulah kalimat yang harus kita lafalkan setiap selesai mengucapkan surat Alfatihah.

Namun, apakah Anda memahami arti kalimat tersebut?

Berdasarkan guru saya mengaji, bahwa Amin memikili arti ISTAJIB DUANA. Yang bermakna, kabulkanlah doa kami.

Walaupun kalimatnya hanya satu yaitu Amin. Tetapi, artinya panjang.

Sehingga, saat ada orang berdoa, kita dianjurkan untuk melafalkan Amin.

Misal, imam berdoa. Lalu, kita mengamini. Bukan, sama-sama berdoa saat itu. Tetapi, mengamini.

Berbeda, saat kita berdoa sendiri. Setelah berdoa, kita akhiri dengan lafal Amin.

Sehingga, saat di daerah saya. Ketika, malam Jumat. Imam berdoa. Jamaah mengamini dengan lagu Jawa, seperti berikut:

Amin Ya Allah Robbal Alamin. Mugi-mugiyo disembadani. Panyuwun kula Allah dumateng Gusti. Allah Amin. Amin. Amin. Amin. Amin.

Itulah, makna Amin. Biasakan setiap ada Iman berdoa membaca Amin. Jangan diam. Atau, mbatin saja. Karena, Amin bisa mempercepat terkabulnya doa. Sebagaimana, makna Amin.

Wallahu ‘alam

Semarang, 14 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018

Kuliah perdana di Pagi dan Siang. Sorenya, bekerjasama dengan orang tua santri membahas ngaji anak-anak di Masjid.

Kepada siapa lagi, kita akan mendapat doa saat kelak kita meninggal dunia? Kecuali dari anak kita. Yuk, ajak anak untuk mengaji sejak dini.

• Wednesday, August 15th, 2018
Terima kasih, Prof. Dr. Bambang Suratman, M.Pd.
Oleh Agung Kuswantoro

Saya mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Prof. Dr. Bambang Suratman, M.Pd. Beliau pernah menjabat Dekan FE UNESA periode tahun 2011-2014.

Perkenalan saya dimulai dari saya semenjak ada kegiatan di FE UNESA tahun2014. Berlanjut pada diskusi, khususnya kearsipan.

Sabtu (11/8/2018), saya diundang olehnya dalam acara pengabdian kepada masyarakat yang diketuainya.

Saya sebagai pembicara. Ia mengikuti jalannya pengabdian dari awal hingga akhir. Artinya, ia menyimak semua materi yang saya sampaikan.

Tak hanya itu. Ia pun mengantarkan saya hingga ke Stasiun. Luar biasa. Seorang, Profesor dan mantan Dekan mengantarkan saya hingga ke stasiun Pasar Turi.

Selama perjalanan, saya banyak berbicara tentang semangat belajarnya. Saya diberikan nasihat-nasihat yang sangat bermutu.

Ia sangat rendah diri. Seorang Profesor mau membaca buku saya dan mempelajarinya. Kemudian, mengajak dosen muda yang tergabung dalam tim pengabdian kepada masyarakat untuk berkarya.

Saya melihat sendiri. Dosen muda yang bergabung dengan tim yang diketui Prof. Bambang, dimana diarahkan mengenai trik dan strategi dalam menulis. Mereka/dosen muda sangat antusias.

Terima kasih, Prof. Bambang atas semuanya. Semoga saya bisa menirukan dan meneladani keakademikan, Bapak. Amin.

Ditulis di kereta api dalam perjalanan menuju Semarang dari Surabaya
11 Agustus 2018

• Friday, July 13th, 2018

Cara Mendefinisikan Konsep

Oleh Agung Kuswantoro

 

Konseptualisasi adalah proses pemberian definisi teoritis atau definisi konseptual pada sebuah konsep (Prasetyo dan Jannah; 2016:90)

 

Dalam mendefinisikan sebuah konsep, langkah yang termudah adalah membuat tabel yang isinya kolom-kolom. Tujuannya untuk menyederhanakan sebuah konsep. Sehingga dibutuhkan item-itemnya.

 

 

Lalu, apa saja itemnya?

 

Berikut item-itemnya, yaitu konsep, variabel, dan indikator. Misal, ada konsep pemanfaatan. Maka, variabelnya pemanfaatan kartu sehat. Sedangkan, indikatornya adalah pernah memanfaatkan kartu sehat dan frekuensi kartu sehat.

 

Contoh lagi, konsepnya pengetahuan responden. Maka, variabelnya tingkat pengetahuan responden tentang kartu sehat. Sedangkan indikatornya, yaitu pengetahuan tentang biaya untuk memperoleh kartu sehat, pengetahuan tentang jenis layanan untuk memperoleh kartu sehat, pengetahuan tentang pihak yang memperoleh kartu sehat, dan sebagainya.

 

Penjelasan di atas, saya sarikan dari Prasetyo dan Jannah (2016:91). Di dalam buku tersebut digambarkan dengan tabel-tabel yang lebih rinci, sehingga konsepnya mampu teridentifikasikan. Konsepnya mencair, kurang lebih seperti itu.

 

 

Sumber: Prasetyo, B dan Jannah , M.L. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Press.

 

 

 

 

 

 

 

 

• Friday, July 06th, 2018

Menjaga Jarak Cinta

Oleh Agung Kuswantoro

 

“Perpisahan bisa terjadi adalah hal yang sangat perlu untuk dijalani, agar kamu memiliki hari esok yang lebih baik daripada bertahan pada ketidakbahagiaan yang sedang nyata kamu peluk selama ini”. (Falafu, 2016, 68)

 

Ungkapan diatas salah satu ciri khas Falafu dalam menuliskan karyanya. Buku “Memberi Jarak Pada Cinta”, bukti Fa – panggilan Falafu – mampu melukiskan ketegasan seseorang untuk bertahan saat susah. Susah/sedih ditinggal “sesuatu”. Sesuatu bisa berwujud barang atau orang.

 

Saya sangat suka gaya yang disampaikan oleh Fa. Ia tidak menggurui dalam tulisan-tulisannya. Nampak, pengalaman dan buku sebagai rujukan utamanya dalam menulis atau menuangkan ide-idenya.

 

Mari kita lihat. Ungkapan Fa berikutnya, “Kalau kamu merasa pasanganmu kurang lengkap, maka lengkapi dia. Kalau kamu merasa pasanganmu belum tepat, maka lepaskan dia. Berani bahagia”. (Falafu, 2016, 61)

 

Logika yang dibangun oleh Fa, menurut saya benar. Bersedih boleh, tetapi jangan terlalu bersedih. Secukupnya saja. Demikian juga bahagia. Bahagia boleh, tetapi sewajarnya saja.

 

Bangga dengan pasangan itu sangat boleh. Tetapi, sangat membanggakan pasangan, hati-hatilah saat ditinggalkannya. Ditinggalkan, bisa karena sakit atau mati. Disinilah, letak “perasaan” yang kuat dibangun oleh Fa.

 

Fa yang notabene pekerja/pegawai kantor sangat piawai dalam menuliskan mengenai ungkapan hati. Hati sebagai rujukan utamanya.

 

Kebebasan hati untuk menentukan sesuatu sangat diutamakan. Ikuti kata hati, kurang lebih itu ungkapannya.

 

Ungkapan-ungkapan Fa dalam buku itu sangat logis. Logis menurut logika hati. Logika hati mengatakan “benci tapi rindu”. Nah, Fa itu sangat tepat sekali dalam mengeksekusi logika hati.

 

Seperti, “karena luka adalah bagian dari hidup yang perlu ada untuk kita jalani” (Falafu, 2016, 9). Logika akal mengatakan “luka itu harus ditinggalkan buka dijalani. Cari yang tidak terluka”.

 

Orang yang terluka itu sakit, maka harus dihindari. Itu contoh logika akal. Tetapi, Fa mengatakan “luka itu harus dijalani”, karena luka adalah bagian hidup”. Justru dengan luka kita akan menghargai suatu kebaikan – kebaikan yang ada dalam suatu perbuatan.

 

Awal membaca buku ini bingung. Karena, saya terbiasa membaca buku yang bertema agama dan motivasi hidup.

 

Namun, lama-kelamaan membaca buku ini menjadi paham apa yang dipikirkan oleh Fa.

Buku ini sangat bagus, khususnya bagi orang sedang memberi jarak pada cinta.

 

Ayo bangkit dari rasa sedih. Bangun untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Ingat, “luka” dalam kehidupan itu akan mengantarkan kepada suatu kebaikan.

 

Semarang, 4 Juli 2018

• Wednesday, July 04th, 2018

SEM dan SPSS

Oleh Agung Kuswantoro

 

Akhir-akhir ini, saya bingung dengan analisis. Bahwa, ada orang saat penelitian yang berjudul “moderasi” atau “intervening” analisisnya menggunakan SPPS.

 

Saya membacanya, ternyata saat menganalisis satu per satu. Misal X secara langsung ke Y. lalu X melalui Y secara tidak langsung. Dimana, gambarnya ada variabel intervening.

 

Dalam hati bertanya kepada diri sendiri “apakah tidak ada analisis yang sekali ‘klik’, bisa keluar semua? Jadi, tidak ada satu persatu-satu. Namun, belum selesai membaca. Banyak pertanyan yang muncul. Kebanyakan, SEM itu banyak model yang saling memanah. Atau, istilahnya analisis jalur. Dan, hasilnya berbeda saat diuji SPSS dan SEM.

 

Ketika diuji SPSS mengatakan valid/normal. Tetapi, saat diuji SEM, hasilnya tidak valid/normal. Lalu, saya bertanya kepada diri sendiri. Berarti ada syarat dan ketentuan untuk diuji SPSS atau SEM. Tidak semua data dianalisis dengan SPSS dan SEM. Logikanya, jika itu bisa, maka keluar hasil yang sama, berupa valid/normal.

 

Tidak ada pembeda hasil atara SPSS dan SEM. Jika itu ada perbedaan pada hasil SPSS dan SEM, maka ada syarat dan ketentuan waktu pengujian SPSS dan SEM.

 

Semarang, 4 Juli 2018