Archive for the Category ◊ Uncategorized ◊

• Sunday, June 03rd, 2018

Pancasila dan Alqur’an

Oleh Agung Kuswantoro

 

Hari Pancasila telah kita peringati kemarin (1/6/2018). Momentum lahir Pancasila sangat tepat kita renungkan, terlebih di bulan Ramadhan. Dimana Pancasila juga lahir di bulan Ramadhan. 17 Agustus 1945 bertepatan jatuh pada tanggal 9 Ramadhan. Kemudian, Pancasila disusun.

 

Sudah tidak tepat lagi kita merubah ideologi negara kita (Pancasila) dengan ideologi lainnya. Founding Father kita sudah melakukan pemikiran, penajaman, istikharah, dan meyakini bahwa Pancasila adalah ideologi yang tepat untuk negara Indonesia.

 

Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Alqur’an mengatakan “Qul huallahu ahad” (QS. Al Ikhlas : 1). Artinya, “Katakanlah, bahwa Allah itu Esa”. Tuhan yang satu. Negara Indonesia mengakui Tuhan. Siapa yang tidak bertuhan, bukanlah warga Indonesia.

 

Sila Kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Alqur’an mengatakan “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri, ibu, bapak, dan kerabatmu” (QS. Annisa: 135). Adil itu untuk diri sendiri. Tidak hanya untuk hakim. Tetapi, semua manusia. Adil harus ada dalam setiap diri manusia.

 

Sila Ketiga, Persatuan Indonesia. Alqur’an mengatakan “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (QS. Alhujurat: 13). Tujuan dari ayat di atas adalah persatuan, melupakan kpentingan individu, kepentingan negara harus diutamakan di atas kepentingan golongan.

 

Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Alqur’an mengatakan “Dan (bagi) orang-orang yang menerima/mematuhi seruan Rob-nya, dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah (QS. Assyuro: 38). Musyawarah mufakat adalah ajaran Alqur’an. Bukan dengan cara vooting atau pengambilan suara terbanyak. Bangsa Indonesia lebih mengutamakan musyawarah mufakat.

 

Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Alqur’an mengatakan “Sesungguhnya Allah menyuruh manusia berlaku adil dan berbuat baikan, memberi sedekah kepada kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan” (QS. An Nahl: 90). Bangsa Indonesia mengharapkan rakyat dan pimpinannya untuk berbuat baik kepada sesama (sosial). Itu juga anjuran Allah dalam Alqur’an.

 

Itulah nilai-nilai Alqur’an yang termaktub dalam Pancasila. Tidak diragukan lagi untuk kita mengamalkan. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila juga mengamalkan nilai-nilai Alqur’an.

 

 

Founding Father kita sudah memikirkannya dengan penuh khusyuk dan sholat istikharah mengharap ridho Allah dalam memikirkan bangsa Indonesia.

 

Itulah pesan khotib, Dr. Ali Mahsyar, MH yang saya tangkap. Saya beruntung sekali bisa belajar dengannya. Setelah saya selesai sholat, saya menemuinya diskusi kecil terkait pekerjaan saya di UPT Kearsipan berupa Peraturan Rektor Kearsipan. Dan, saya menyampaikan ucapan terima kasih atas masukannya dan ilmu-ilmunya yang telah disampaikan kepada saya. Semoga Bapak sehat selalu. Amin.

 

 

Semarang, 2 Juni 2018

 

 

 

• Saturday, June 02nd, 2018

Catatan Kultum Ramadhan (2)

Oleh Agung Kuswantoro

 

  1. Zakat Fitrah

 

Zakat fitrah hukumnya wajib bagi orang dewasa, anak-anak, tua, dan muda. Kalimat dalam kitab yang saya gunakan disebutkan makhluk. Maknanya, manusia itu wajib zakat fitrah termasuk janin yang dalam kandungan.

 

Lalu, dia (janin/anak) bagaimana ia mengeluarkan zakat fitrah, padahal ia belum kerja? Jawabnya adalah ia menjadi tanggungjawab orang tuanya. Berarti orang tuanya akan mengeluarkan zakat fitrah juga ke anaknya.

 

Kapan dimulai zakat fitrah? Berdasarkan sumber yang saya baca, banyak perbedaan pendapat. Biasanya zakat fitrah dikeluarkan pada malam idul fitri/takbiran.

 

Batas pengeluaran zakat fitrah hingga sholat Id selesai. Jika ada orang mengeluarkan zakat setelah sholat Id dinamakan sedekah. Namun, jika dikeluarkan sebelum sholat id dinamakan zakat fitrah.

 

Zakat fitrah, orang yang memberikan wajib niat. Adapun niatnya yaitu Nawaitu an uhrija zakatal fitri linafsi (Agung) fardolillahi ta’ala. Artinya, saya berniat akan mengeluarkan zakat fitrah untuk diri saya Agung fardu karena Allah ta’ala.

 

 

Etika

 

Setiap orang wajib zakat fitrah, maka apabila ia telah menerima zakat fitrah. Kemudian, ia belum membayar zakat fitrah, maka alangkah baiknya ia “mengolah” beras/zakatnya yang telah diterima.

 

Misal, mengganti bungkus/plastik zakat yang telah diterima. Atau, mencampurkan beras dengan beras lainnya.

 

Bagusnya lagi, zakat fitrah dengan uang sendiri. Jadi, hasil kerjanya dibelanjakan uang untuk zakat.

 

Jangan beras yang telah diterima, kemudian dizakatkan lagi ke orang lain. Hal ini (menurut saya) kurang beretika. Walaupun itu, haknya. Jadi, etika perlu ditegakkan dalam penyaluran zakat.

 

Siapa yang menerima zakat fitrah? Utamakan saudara kita yang fakir dan miskin. Itu dulu diutamakan. Zakat dalam bentuk makanan pokok di daerah setempat.

 

Mulailah dari sekarang, untuk menabung zakat fitrah. Utamakan zakat dari rizki kita. Jika tidak punya, gunakan “sesuatu” yang Anda punya untuk zakat. Terpaksa, kita tidak memiliki olahlah beras yang kita peroleh dengan mencampur atau mengganti plastik sebagai bentuk penghormatan atas orang yang telah memberikan kepadanya.

 

Bayarlah zakat agar rukun Islam kita lebih sempurna, karena zakat termasuk rukun Islam yang ke-4. Rukun islamnya belum sempurna. Dan, sempurnakanlah rukun Islam kita. Semoga Allah menerima amal baik kita. Amin.

 

 

  1. Itikaf

Oleh Agung Kuswantoro

 

Itikaf adalah berdiam diri di masjid. Ada banyak perbedaan terkait lamanya Itikaf. Seperti, Itikaf itu sehari semalam. Ada juga yang mengatakan tidak harus sehari, tetapi cukup bacaan tertentu. Sehingga, Itikaf perlu niat.

 

Adapun niatnya, nawaitul ‘itikafi hadal masjid sunnatalillahi ta’ala. Artinya, saya berniat ‘itikaf di masjid ini, sunatulillahi ta’ala.

 

Diriwayatkan beberapa hadist bahwa, Nabi Muhammad SAW sangat antusias melakukan Itikaf, terutama pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Sampai-sampai, Nabi Muhammad SAW rambutnya, yang menyisirkan/jungkati adalah Siti Aisyah/istrinya. Mengapa, sedemikian begitunya? Karena, Nabi Muhammad SAW sangat konsen terhadap ibadah Itikaf.

 

Semakin Ramadhan akan habis, ibadah yang bersifat individual seperti Itikaf diperkuat. Bukan sebaliknya, saat Ramadhan akan habis, justru masjid yang sepi. Mall yang ramai. Nah, disinilah tantangannya.

 

Yuk, perkuat ibadah bersifat individual ini (Itikaf) karena Nabi Muhammad SAW melakukan hal itu. mumpung Ramadhan belum habis. Bukan, sibuk di pusat perbelanjaan. Tirulah Nabi Muhammad SAW. Ingat takwa sebagai tujuan akhir puasa. Itikaf itu sebagai jalan menuju takwa. Banyak merenung, dzikir, dan berpikir agar lebih dekat dengan Allah.

 

 

Semarang, 1 Juni 2018

 

 

• Friday, June 01st, 2018

Catatan Kultum Ramadhan (1)

Oleh Agung Kuswantoro

 

Selama Ramadhan ini, kultum yang saya sampaikan ke masjid seputar Ramadhan. Berikut catatan saya:

 

  1. Lailatul Qodar

Lail itu malam. Qodar itu mulia. Menurut Kamus, Qodar memiliki tiga arti yaitu (1) mulia, (2) sempit, (3) ketentuan/ketetapan.

 

Mulia karena pada malam itu yang turun malaikat untuk mencatat amal manusia.

 

Sempit karena bumi diisi oleh Malaikat, sehingga bumi menjadi sempit.

 

Ketetapan/ketentuan karena malam itu pasti terjadi.

 

Banyak perbedaan pendapat terkait turunnya Lailatul Qodar. Ada yang mengatakan diturunkan Alqur’an yaitu malam 17 Ramadhan. Ada yang mengatakan pula malam ganjil (21, 23, 25, 27, dan 29). Bahkan di daerah tertentu (Timur Tengah) Lailatul Qodar dipercayai turun pada tanggal 27 Ramadhan. Sehingga, peristiwa Nuzulul Qur’an di daerah tersebut diperingati tanggal 27 Ramadhan. Berbeda di Indonesia diperingati 17 Ramadhan. Dari penjelasan di atas lengkap ada dalilnya.

 

Namun, guru saya mengajari saya bahwa Lailatul Qodar, jangan dinanti. Mengapa? Karena itu pasti terjadi. Tugas kita adalah memantaskan apakah kita layak mendapatkan Lailatul Qodar?

 

Layak/pantas menjadi kata kunci untuk memasuki Lailatul Qodar. Mengapa? Malaikat yang akan mencatat amal manusia. Berarti, Malaikat akan mencatat orang yang melakukan kebajikan pada hari/malam itu.

 

Malaikat tidak akan mencatat amal manusia yang buruk. Berarti kita harus memperbanyak amalan sholih/kebajikan. Itu yang perlu diperhatikan. Kuncinya Malaikat itu dengan  kebajikan.

 

Jika Lailatul Qodar tidak usah dinanti, berarti kita harus berbuat baik selama Ramadhan, mulai tanggal 1 hingga 30 Ramadhan. Insya Allah dengan cara ini Lailatul Qodar akan diperoleh.

 

Contoh Malaikat turun ke bumi, bahwa Alqur’an mengatakan dengan tegas pada saat perang Badar, Malaikat membantu pasukan muslim. Jumlah sedikit pasukan muslim, namun bisa mengalahkan pasukan Kafir/Quraisy yang berjumlah lebih banyak.

 

Ternyata, Malaikat membantu pasukan muslim. Salah satu faktor dibantunya pasukan muslim karena telah melakukan amal baik/kebajikan. Sehingga, Malaikat turun ke bumi.

 

Sebaliknya, pada perang Uhud, pasukan muslim tidak dibantu oleh Malaikat dikarenakan pasukan muslim tidak sabar terhadap godaan dunia, berupa harta rampasan milik pasukan Kafir/Quraisy. Padahal, perintah Nabi sangat jelas, bahwa apa pun keadaannya, pasukan muslim harus tetap di atas bukit. Jangan turun bukit, walaupun sudah selesai perang. Namun, karena meraka tergoda dengan “harta” yang berada dibawah bukit, menjadikan pasukan muslim mengalami kekalahan. Baca QS. Ali Imron ayat 124.

 

Itulah sebabnya, Malaikat akan turun, jika kita berbuat kebajikan, sebagaimana kondisi dalam perang Badar.

 

Ada benarnya juga hadist yang mengatakan Lailatul Qodar akan turun dengan pertanda seperti matahari tidak terlalu panas, suasana tenang, angin sepoi-sepoi dan tanda alam  lainnya yang mendamaikan.

 

Menurut saya, hal itu tidak menjadi patokan. Saya lebih sepakat dengan cara Lailatul Qodar itu pasti terjadi. Tugas kita hanya memantaskan untuk bisa masuk dalam Lailatul Qodar dengan cara berbuat baik/kebajikan, sehingga Malaikat akan turun mencatat amal kita.

 

Bersambung

 

Semarang, 1 Juni 2018

 

 

 

 

• Thursday, May 31st, 2018

Masjid Sebagai Sarana Belajar Bersosial

Oleh Agung Kuswantoro

 

Ramadhan adalah momentum tepat untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Bersosialisasi di bulan Ramadhan. Banyak ibadah yang sifatnya sosial seperti sholat fardu berjamaah di masjid. Ada juga, sholat sunah tarawih dan witir. Selain itu, kajian dan tadarus.

 

Kegiatan itu semua dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat. Kurang lebih itulah yang saya rasakan. Ramadhan menjadikan kegiatan untuk mempererat hubungan sosial bermasyarakat melalui masjid. Alhamdulillah, saya dapat kepercayaan untuk menjadi imam sholat subuh, tarawih, dan tadarus sore. Kegiatan ini saya lakukan dengan santai dan dinikmati saja. Jalani apa adanya. Hal yang terpenting adalah menjaga amanah (kepercayaan) dari masyarakat.

 

Saya berkomitmen sekali dengan hal itu. Di usia ke-34 tahu ini, saya ingin berlajar dari tokoh teladan terbaik ini yaitu Nabi Muhammad SAW bahwa di usia 35 tahun ia sudah terjun ke masyarakat. Ia turun tangan dalam peristiwa peletakan Hajar Aswad. Padahal, usianya masih mudah yaitu 35 tahun.

 

Dari inilah, saya ingin belajar bermasyarakat di usia 30 tahunan. Saya yakin sekali, jika kita berbaik kepada orang lain, maka orang itu juga akan baik kepada kita. Sudah saatnya untuk terjun ke masyarakat. Menjaga amanah melalui kegiatan-kegiatan di masjid pada bulan Ramadhan sebagai bentuk ibadah pula.

 

Saya senang bisa melakukan ini. Tujuannya semata-mata lillahi ta’ala saja. Bukan, karena manusia atau kepentingan tertentu.

 

 

Semarang, 31 Mei 2018

• Tuesday, May 29th, 2018

Alhamdulillah Banyak Yang Tadarus

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sore tadi (29/5/2018) menjadi penyemangat bagi saya untuk tetap mensyiarkan agama Islam pada bulan Ramadhan di lingkungan saya. Yang datang mengaji yaitu Kalisa, Nanda, Rando, Raihan, Wawan, dan Maulana. 5 anak-anak dan 1 orang dewasa.

 

Biasanya yang mengaji 2 hingga 3 orang. Karena yang datang mengaji banyak, saya dibantu oleh Maulana. Maulana saya beri amanah untuk mengajari Kalisa, pada sesi kedua. Maulana saya nilai sudah pantas untuk mendampingi saya. Kemudian, saya konsen ke-4 orang yang lain. Pembagian tugasnya seperti itu.

 

Sebelum ke-5 anak datang ke masjid, saya dan Maulana sudah datang terlebih dahulu. Maulana sudah aktif bertanya mengenai materi yang telah ia baca. Saya memberikan tugas ke dia agar mempelajari materi mana yang belum dipahami dari kitab ghorib.

 

Singkat cerita, datanglah ke-5 anak datang ke masjid. Saya menggunakan model pembelajaran dengan cara meniru. Bacaannya adalah surat alhamuttakur dibaca secara bersama. Hasilnya, mereka hanya hafalan.

 

Ini diketahui, ketika juz amma yang mereka bawa, saya tukarkan dengan Alquran tanpa huruf latin. Hasilnya, mereka pun kurang mengusai. Terbukti, saat menunjukkan aoa yang dilafalkan dengan hurufnyanya tidak sama. Itu artinya, mereka hafalan.

 

Setelah mereka mengetahui bacaannya tidak sama dengan yang diucapkan. Lalu, saya memberikan materi tentang hunnah, dimana bacaan mereka tidak pas. Sehingga, saya perlu menyampaikan materi tersebut kepada mereka. Kemudian, mereka praktik melisankan dan memberikan ketukan yang tepat. Dengan cara itu, apa yang dilisankan dan yang ada ditulisan itu sama.

 

Waktu telah menunjukkan, akan memasuki buka puasa. Segera saya mengakhiri kajian sore itu. Alhamdulillah, ada donatur yang memberikan sebagian rizkinya untuk kajian sore ini untuk berbuka puasa bersama di masjid.

 

Demikian cerita singkat ini. Semoga membawa kita untuk tetap semangat untuk menjalankan ibadah di bulan Ramadhan tahun ini. Amin

 

Semarang, 29 Mei 2018

 

• Monday, May 28th, 2018

Menikmati Tadarus

Oleh Agung Kuswantoro

 

Akhir-akhir ini, saya berdua bertadarus dengan salah satu mahasiswa FMIPA UNNES. Ia selalu datang lebih dulu di masjid. Padahal, kostnya, di depan Rektorat Banaran. Sedangkan letak masjid di Sekaran. Ia membawa motor.

 

Tadarus yang saya terapkan ini tergantung pada teman yang mengaji. Misal, yang datang itu anak-anak, maka tadarus konsennya pada bacaan anak tersebut, dengan surat pendek. Itupun diulangi bacaannya. Tidak cukup sekali.

 

Jika yang datang orang dewasa dan telah memahami bacaan, maka konsen tadarusnya pada tajwidnya. Bahkan, ghorib.

 

Untuk saat ini yang sering (baca: rajin) datang adalah mahasiswa FMIPA UNNES itu. Maulana namanya. Ia sudah punya dasar mengaji di pesantren. Ia sudah memahami kitab tajwid Hidayatussibyan. Bahkan, ia kritis dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, bacaan-bacaan imalah, isymam, dan bacaan “aneh” lainnya.

 

Gaya tadarus dengannya pun berbeda. Saya konsen pada konsep. Kitab ghorib yang saya bawa. Saya menjelaskan konsep-konsep yang ada di ghorib. Ia menyimak dan melafalkan ayat-ayat yang ada dalam konsep tersebut.

 

Bagi saya, orang yang datang (meski hanya satu), untuk bertadarus adalah tamu Allah. Satu saja, yang hadir itu sudah luar biasa. Dari situlah, kita “kenceng” dengan materi.

 

4 hari lagi tadarus di masjid berakhir. Selanjutnya, saya akan konsen dengan ibadah yang bersifat individu, seperti ‘itikaf. Atau, konsen mudik bagi yang rumahnya jauh. Toh, kita adalah perantau.

 

Maulana, tetap semangat mengaji. Khatamkan konsep-konsep yang ada di ghorib. Hari ini saya bawakan kitab Nahwu Alfiyah. Sebagaimana, pertanyaannmu mengenai Imalah. Di dalam kitab tersebut, ada bab tentang Imalah.

 

Semoga Allah selalu memberikan keberkahan dan manfaat untuk kita dari setiap rizki yang telah diberikan kepada kita. Amin.

 

Semarang, 27 Mei 2018

 

 

 

 

• Monday, May 28th, 2018

Tadarus ke-11

Oleh Agung Kuswantoro

 

Tak terasa tadarus yang saya lakukan sudah masuk hari ke-11. Selama tadarus ada beberapa catatan menarik.

 

Pertama, ada yang mengaji. Saya sangat bersyukur ternyata ajakan mengaji tiap sore selama Ramadhan direspon oleh orang lain. Termasuk anak-anak.

 

Kedua, pernah tidak ada orang yang dating, kecuali saya. Jika kondisi seperti ini, maka saya membaca/menghafal surat Alqur’an dan berdoa.

 

Ketiga, yang datang justru orang yang jauh dari masjid. Bahkan, beda desa. Ia datang ke masjid untuk bertadarus. Ia tahu informasi tadarus dari WAG kajian Subuh.

 

Keempat, ada yang tertarik memberikan ta’jil/buka puasa. Biasanya tadarus berakhir sebelum buka puasa. Namun, karena ada donator, tadarus berakhir hingga buka puasa.

 

Kelima, telinga terbiasa membaca Alqur’an. Salah satu tujuan tadarus adalah membiasakan telinga mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alqur’an.

 

Keenam, menghidupkan masjid. Untuk mensyiarkan masjid di bulan Ramadhan, perlu kegiatan rohani yang mendukung. Salah satunya tadarus. Masjid tak cukup digunakan untuk sholat berjamaah saja.

 

Ketujuh, mengajinya berbasis individual. Karena ada peserta yang dewasa dan anak-anak. Maka model mengajinya saya bedakan berdasarkan kemampuan tiap orang berbeda-beda. Bahkan ada yang bertanya dengan kritis.

 

Kedelapan, menggunakan microfon. Tujuannya agar syiar Islam tersampaikan ke masyarakat. Selain itu, agar orang mengetahui bahwa tadarus itu sangat dianjurkan saat bulan Ramadhan.

 

Itulah cerita/pengalaman menarik saat tadarus dari hari pertama hingga hari kesebelas. Semoga Allah meridhoi langkah kita. Amin.

 

 

Semarang, 27 Mei 2018

• Friday, May 25th, 2018

Guru Apakah Terdisrupsi?

Oleh Agung Kuswantoro

 

Saat ini, banyak orang berbicara tentang disrupsi. Banyak bidang yang terdisrupsi, seperti ekonomi dan transportasi. Bidang ekonomi, disrupsi (penyimpangan) dalam bidang penjualan ada bukalapak, lazada, blibli, dan e commerce lainnya.

 

Belanja pun lebih efektif dan efisien. Tidak harus ke pasar. Cukup dengan menggunakan aplikasi. Pembayaranya pun dilakukan dengan mudah, cukup dengan mentransfer.

 

Dalam bidang transportasi, ada Gojek dan Grab. Kedua perusahaan tersebut tidak memiliki garasi parkir luas, jumlah pengemudi yang banyak, dan biaya yang murah.

 

Lalu, bagaimana dibidang pendidikan? Saya berpendapat dibidang pendidikan guru pun akan terdisrupsi. Terdisrupsi oleh apa? Sistem. Kehadiran  guru bisa diwakilkan oleh e learning. Ada perpustakaan online, e book, e jurnal.

 

Incumbent, atau petahana. Harus menyesuaikan keadaan ini. Jika tidak bisa menyesuaikan, maka incumbent akan terdisrupsi oleh guru pendatang baru.

 

Guru pendatang baru lebih fresh secara IT dan kemampuan. Hanya pengalaman yang minim dan penguatan karakter pada dirinya.

 

Jadi, incumbent akan terdisrupsi oleh keadaan. Jadilah seperti bunglon yang bisa mempertahankan/menyesuaikan keadaan. Bukan seperti Dinosaurus yang tidak bisa mempertahankan keadaan lingkungan sekitar.

 

Semarang, 25 Mei 2018

• Friday, May 25th, 2018

Kegiatan “Pembelajaran” Ramadhan

Oleh Agung Kuswantoro

 

Ramadhan adalah bulan mulia. Karena, “mulialah” sehingga, kegiatan-kegiatan Ramadhan harus diisi dengan kegiatan positif.

 

Berikut kegiatan yang saya lakukan di bulan suci itu. Pertama, tadarus sore di masjid. Saya membiasakan diri untuk tadarus sore di masjid bersama masyarakat. Kegiatan ini, minimal dilakukan oleh dua orang. Tujuan ini agar masyarakat saya terbiasa dengan suara mengaji Alqur’an. Mengajinya pun yaitu surat Alhakumuttakasur hingga Annas. Tiap hari satu surat tapi ada yang mengikuti, bahkan anak-anak.

 

Kedua, imam tarawih. Saya dapat jadwal di masjid mengimani sholat tarawih dan witir di masjid. Alhamdulillah “gaya” mengimami saya bisa diterima oleh jamaah. Penekanan saya dalam sholat ini yaitu pembacaan Alqur’an/surat di sholat yang tartil. Tidak terlalu cepat.  Bacaan jelas.

 

Ketiga, berdiskusi dengan jamaah. Setelah sholat witir, biasanya jamaah berkumpul. Disinilah, sebgaai tempat untuk berdiskusi tentang agama. Durasi waktu diskusi kurang lebih 15-20 menit.

 

Keempat, imam sholat Subuh. Imam sholat Subuh sudah menjadi kebiasaan saya diluar bulan Ramadhan. Setelah sholat Subuh saya memberikan kultum selama 7 menit. Itu dilakukan tiap hari.

 

Kelima, belajar privat bersama salah satu jamaah. Ada seorang jamaah ingin belajar agama secara khusus, saya lakukan di masjid setelah melakukan kultum Subuh. Ia sangat giat, saya pun bersemangat. Ia butuh pendampingan dalam melafalkan huruf hijaiyah, sehingga saya lakukan dengan cara intensif.

 

Kelima, kegiatan rutin inilah yang saya lakukan selama Ramadhan. Basisnya, adalah masyarakat. Tidak dilakukan dengan sendiri. Minimal 2 orang. Semoga berkah. Ramadhan kita mendapatkannya. Amin.

 

Semarang, 24 Mei 2018

 

 

• Friday, May 25th, 2018

 

Ziarah Pemikiran Almarhum Hernowo Hasim

Oleh Agung Kuswantoro

 

Penulis siapa yang tidak mengenak sosok Hernowo Hasim? Saya termasuk kategori orang yang terlambat mengenal dia. Menyesal? Tidak! Justru, saya langsung mencari referensi mengenai dia. Saya bergabung di komunitas penulisan. Disitulah saya mengenal lebih mendalam. Tidak personal/pribadinya. Tetapi, ilmunya.

 

Mengikat makna, menulis tanpa beban, free writing, mengalir, dan disiplin menulis, serta alarm. Istilah-istilah itulah yang saya ketahui tentangnya.

 

Saya masih ingat, dalam komunitas penulisan, saya bertanya mengenai teknik menulis. Dia menjelaskan dengan gamblang. Jelas sekali. Bahkan, ia mencontohkan/mendemostrasikannya seperti menulis bebas dibantu dengan alarm.

 

Ia adalah pembelajar. Model belajar yang ditawarkan adalah “ngemil” membaca. Membaca tidak harus banyak. Beberapa halaman itu sudah cukup, lalu “ikatlah” dengan sebuah tulisan. Ada buku tentang tafsir, koran, dan peristiwa yang ia baca.

 

Kebanyakan orang membaca, setelah itu tidak menulis, sehingga memori atau ingatan akan informasi tersebut cepat hilang. Alias lupa. Strategi yang ditawarkan, menurut saya tepat.

 

Ia juga sosok yang sosial. Keilmuan tentang menulisnya ia bagi kepada orang yang mau belajar. Tidak ada kata ‘sindiran’ untuk orang yang mau belajar menulis. Adanya semangat dan mendorong untuk selalu berlatih.

 

Santun kalimatnya. Senyum dan lantang dalam menjelaskan suatu materi. Itulah kenangan saya bersamanya.

 

Selain itu, ia sosok yang rajin membaca pemikiran orang dengan cara membaca buku-buku para tokoh. Selain itu, rajin mengikuti twitter para ahli menurut dia, seperti Ulil Absor Abdallah. Setelah itu, ia kaji dengan buku yang ia baca. Dan, ditulisnya. Ia share ke facebook dan grup WA.

 

Tidak hanya tulisan, ia juga sering menampilkan gambar yang mewakili atas tulisan tersebut. Jarang ada penulis yang demikian. Sempatnya mencari gambar dan menulis dengan teliti.

 

Itulah, kenang-kenangan saya dengannya. Sekarang, sang guru telah pulang ke pangkuan Allah. Semoga buku-buku yang ia tulis menjadi amal jariah yang selalu mengalir hingga akhirat. Selamat jalan, Bapak. Semoga saya bisa meneladani Bapak. Buku-buku yang Bapak tulis yang belum saya baca, akan saya baca dan saya “ikat”.

 

Semarang, 25 Mei 2018