Archive for the Category ◊ Uncategorized ◊

• Saturday, June 15th, 2024

Ilmu Tauhid:  Ilmu Pertama yang Harus Dicari oleh Santri

Oleh Agung Kuswantoro

Adalah ilmu tauhid yang harus didahulukan oleh seorang santri/siswa dalam menuntut ilmu. Tujuannya agar kuat menuntut ilmu. Tujuan lainnya: agar kuat tingkat keimanan santri/siswa tersebut, sebagaimana keterangan dalam kitab ta’lim al –muta’allim fasal fi ikhtiyaril ilmi: wa yuqoddima ‘ilmat tauhidi wa ya’rifa Allah ta’ala bid dalili (ilmu tauhid harus didahulukan, supaya santri mengetahui sifat-sifat Allah berdasarkan dalil otentik).

Alasan kitab tersebut tegas agar mengetahui sifat-sifat Allah. Artinya: semakin tinggi ilmunya, maka semakin kuat imannya. Sebaliknya, semakin rendah ilmunya, maka tauhid/imannya juga semakin lemah.

Namun, jika ada fenomena: orang yang tinggi ilmu, namun sering melakukan perbuatan: berbohong, korupsi, sering tidak berbuat buruk, mencela orang, dan sikap tidak terpuji lainnya; maka perlu dicek sisi keimanannya.

Semoga kita termasuk kategori orang yang semangat menuntut ilmu agar iman menjadi kuat. Amin. []

Semarang, 7 Juni 2024/ 29 Dzulqoidah 1445, Ditulis di UPT Kearsipan UNNES, jam 14.15 – 14.20 Wib.

• Thursday, June 13th, 2024

Orang ‘Alim dan Musyawarah
Oleh Agung Kuswantoro

Setiap santri seharusnya bermusyawarah dengan orang alim dalam (pergi) menuntut ilmu dan segala urusannya. Ada macam jenis manusia, dalam kaitannya orang alim dan musyawarah yaitu: (1) orang yang benar-benar sempurna; (2) orang yang setengah sempurna; (3) orang yang tidak sempurna sama sekali.

Orang yang benar-benar sempurna ialah orang yang pendapat-pendapatnya selalu benar dan mau bermusyawarah. Orang yang setengah sempurna adalah orang yang berpendapat benar, tapi tidak mau musyawarah. Dan, orang yang tidak sempurna sekali adalah orang yang pendapatnya salah dan tidak mau musyawarah.

Nah, dari ke-3 kategori manusia tersebut, semoga kita tidak termasuk kategori manusia yang ke-3 (orang yang tidak sempurna sama sekali). Lalu Imam Ja’far mengatakan: bermusyawarahlah urusanmu kepada orang yang takut kepada Allah.

Ditulis di kolam renang GKS, Semarang, jam 16.20 – 16.25 Wib.

• Thursday, June 06th, 2024

Pisan-Pisan Ngomong Arsip Neng Pemalang

Oleh Agung Kuswantoro

Akhire klakon aku bisa ngelakoni Pengabdian Kepada Masyarakat neng Pemalang. Tepate, neng Kecamatan Pemalang.

Nyong rasane seneng nemen. Wis suwe, Nyong pengen ngelakoni kegiatan kaya kiye ning daerahku.

Rasane “berdosa” sering ngelakoni Pengabdian Kepada Masyarakat ora ning daerah kelahirane dhewek. Nyong wis ngelakoni Pengabdian Kepada Masyarakat ning daerah: Semarang, Kendal, Purwodadi, Rembang mbe daerah liyene. Tapi, justru Pemalang sing durung. Tepat tanggal 4 Juni 2024, aku mbe kancaku ngelakoni Pengabdian Kepada Masyarakat ning Kecamatan Pemalang.

Alhamdulillah sing teka akeh. Tema pengabdiane Nyong: “Penguatan Komitmen Partisipatif Terintegrasi Dalam Penyelenggaraan Kearsipan”. Sing diundang neng acara kuwe: sekretaris lurah mbe staf administrasine. Tema sing tak sampeke kuwe saking disertasine Nyong, terus tak gawe Pengabdian (diwaca: Pengabdian Kepada Masyarakat).

Aku diewangi karo kancane saka UNNES: Mas Nukha, Mas Arif, Mbe Mas Dedi. Oh ya diewangi juga karo sopir, Mas Yoan.

Bar ngelakoni Pengabdian, aku nyempatna balik omah ning Pelutan, pengen ketemu ibune/mamahe. Wong eseh dhuwe orang tua, ya kudu mampir mbe njaluk dongane wong tuwa: ben slamet, waras, berkah, mbe sukses dunia-akhirat. Iye, pora?

Syukur sing tak jaluk: bisa urip ning daerah rantau/Semarang, wis Alhamdulillah, apamaning bisa berbagi ilmu/informasi mbe wong Pemalang. Moge-moge bisa nganakna kegiatan kaya kiye maning ning daerah sing dikenal julukan kota “Ikhlas” mbe daerah penghasil nanas madu. Amin. []

Ditulis ning Semarang (Gedung auditorium jem 10.25 – 10.35 Wib. (Acara Temu Kangen purnakarya dan Warakawuri dengan unsur pimpinan UNNES tahun 2024). 6 Juni 2024 /28 Dzulqo’dah 1445.

• Wednesday, June 05th, 2024

Berpikir: Salah Satu Wujud Bersyukur

Oleh Agung Kuswantoro

Wayanwiya bihis syukro ‘ala ni’matil ‘aqli (Dalam menuntut ilmu harus didasari niat untuk mensyukuri nikmat akal). Itulah salah satu keterangan dalam kitab ta’lim al-mutakallim; fasal finniyat. Pesan yang saya dapatkan oleh mushonnef/penulis kitab tersebut – Syaikh Az-Zurnuji—adalah berpikir merupakan salah satu wujud bersyukur. Bisa jadi, ada beberapa orang – bahkan banyak – yang kurang bersyukur dengan akal. Berpikir, bukanlah hal yang mudah. Dalam berpikir dibutuhkan ilmu. Ilmu sendiri harus dicari.

Oleh karenanya, sangat penting dalam sebuah niat agar selalu bersyukur dalam mencari sebuah ilmu. Mencari ilmu: memang susah dan penuh tantangan, tetapi perlu disyukuri. Karena tidak semua orang, bisa dan mampu menuntut ilmu. Lihatlah lingkungan kita: “Berapa orang yang mau datang ke majelis ilmu/kajian; berapa orang yang mau sekolah madrasah diniyah awaliah, wustho, dan ulya; berapa orang yang mau bersekolah dasar, menengah, dan perguruan tinggi strata satu, dua, dan tiga?”

Jika masih sedikit orang yang mencari ilmu di lingkungan kita; itulah bukti bahwa menuntut ilmu, bukanlah hal yang mudah, sehingga perlu disyukuri jika ada orang yang mau menuntut ilmu/belajar. []

Semarang, 2 Juni 2024/ 25 Dzulqoidah 1445, Ditulis di Kolam Renang GKS, jam 15.40 – 15.48 Wib.

• Wednesday, June 05th, 2024

Apa Kriteria Orang disebut Guru/Kiai?

Oleh Agung Kuswantoro

Wa ammakhtiyarul ustadzi fayambaghi an yakhtarol ‘alama wal auro’a wal asanna. Artinya: Adapun cara memilih guru atau kiai yaitu carilah kiai yang ‘alim bersifat waro dan yang lebih tua. (ta’lim al-muta’allim karangan Syaikh Az-Zurnuji faslu fi ikhtiyaril ‘ilmi wal ustadzi).

Dari keterangan tersebut menjadikan saya berpikir: bahwa tidak semua orang itu “dianggap” atau “dinilai” sebagai “guru” atau “kiai”. Menjadi seorang guru atau kiai itu memiliki beberapa  kriteria yaitu: ‘alim/berilmu, waro/meninggalkan apa yang diragukan dan melakukan yang tidak diragukan, serta cukup usianya. Jika seseorang memiliki ketiga kriteria tersebut, maka kita harus memilihnya sebagai guru/kiai.

Demikian juga, kita harus selektif kepada seseorang yang akan dijadikan sebagai guru/kiai. Artinya: keturunan dari seorang guru/kiai, juga belum tentu menjadi guru/kiai. Mengapa? Karena, ketiga sifat tersebut, bisa jadi tidak melekat pada orang tersebut. Sebaliknya, orang biasa pun, layak menjadi guru/kiai, karena dia telah memiliki ketiga kriteria tersebut. Mari, kita selektif terhadap orang dalam memanggil dan mencari sosok guru/kiai. Semoga kita lebih selektif dan bijak dalam istilah guru/kiai. []

Semarang, 2 Juni 2024/25 Dzulqoidah 1445, Ditulis di Rumah, jam 19.30 – 19.40 Wib dalam kondisi litrik padam.

• Wednesday, June 05th, 2024

Ikhlas

Oleh Agung Kuswantoro

“Gus yang Ikhlas, ya?” kalimat itulah yang sering diucapkan oleh KH Abdullah Sidiq (almarhum). Dulu, beliau adalah pengasuh pondok pesantren Salafiyah Kauman Pemalang.

Kalimat tersebut sering diucapkan saat siang jam 14.00 hingga 14.30 Wib secara langsung kepada saya ketika baru datang ketika tiba di kelas Madrasah Diniyah Wustho – Ulya Salafiyah Kauman Pemalang.

Saat itu, saya mendengarkan kalimat tersebut, biasa saja. Sekarang, ternyata kalimat tersebut sangat bermakna. Ketika membuka kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Az-Zurnuji, fasal finniyati hal at-ta’allam, bahwa niat seorang pelajar dalam menuntut ilmu harus ikhlas mengharap ridho Allah. Wayanbaghi an-anwiya al-muta’allim bitholabil ‘ilmi ridho Allahi ta’ala. Kalimat dalam kitab tersebut yang perlu diperhatikan adalah ridho Allah. Beberapa pendapat memaknai ridho Allah dengan kalimat ikhlas.

Saya jadi teringat kalimat KH. Abdullah Sidiq: Ikhlas ya, Gus”. Mungkin ada korelasi/hubungan antara ucapan yang disampaikan dengan KH. Abdullah Sidiq dengan kitab tersebut. Dimana, niat mencari ilmu bagi pelajar/santri itu, ikhlas/ridho.

Yang namanya cari ilmu itu, pasti: kepanasan, lapar, kesusahan, dan merasa kekurangan lainnya. Sehingga niat mencari ilmu harus kuat. Ikhlas/ridho itulah kuncinya, dalam mencari ilmu. Jika tidak Ikhlas dalam mencari ilmu, maka akan kesusahan.

Demikian juga, bagi orang yang mampu/bertetangga/orang yang mampu agar membantu orang yang sedang menuntut ilmu. Jadi, jika ada orang mencari ilmu, jangan (malahan) dimanfaatkan untuk diambil uangnya. Misal: kos dengan harga diluar batas pasar, mematok dengan harga tinggi untuk makan siang, membagikan sarapan gratis, dan mempermudah langkah santri/siswa/mahasiswa dalam menuntut ilmu. Intinya mempermudah siswa/santri untuk belajar dan tidak mempersulit mereka dalam belajar. Tetap semangatlah para santri/siswa/mahasiswa dalam menuntut ilmu. Ikhlas, ikhlas, dan ikhlas. Ridho, ridho, dan ridho. []

Semarang, 28 Mei 2024/20 Dzulqoidah 1445. Ditulis di FEB jam 10.40 – 10.47 Wib.

• Saturday, June 01st, 2024

Siapa yang Membuat Fitnah di Masyarakat?
Oleh Agung Kuswantoro

Ada sebuah siir dalam kitab Ta’lim al-Muta‘allim karangan Syaikh Az-Zurnuji fasal finniati hal ta’allam (niat dalam mencari ilmu), berikut siirnya:

Fasadun kabirun ‘alimun mutahattiku, wakbaru minhu jahilun mutanassiku
Huma fitnatun fil “alamina ‘adzimatun, liman bihima fi dinihi yatamassaku.

Artinya:
Orang yang tekun beribadah tapi bodoh bahayanya lebih besar daripada orang alim tapi durhaka. Keduanya adalam penyebab fitnah dikalangan umat. Yaitu bagi orang yang menjadikan mereka sebagai panutan dalam urusan agama.

Saya menangkap dalam nadzom tersebut bahwa ada 2 orang/golongan yang bisa merusak tatanan masyarakat. Adapun bentuk yang menjadikan rusak tatanan masyarakat yaitu fitnah. Fitnah yang berasal dari orang yang tekun beribadah tapi bodoh dan orang pintar tetapi durhaka.

Mendengarkan dan meresapi nadzom tersebut, hati saya terasa “merinding”. Doa saya, semoga saya dan kita terhindar dari perbuatan fitnah. Dan, semoga kita menjadi hamba yang berilmu dalam beribadah.

Dengan adanya nadzom tersebut, menjadikan saya ingin menjadi manusia yang tekun beribadah yang penuh/kuat ilmu. Artinya: ibadah yang dilakukan atas dasar ilmu. Mencari dan mendapat ilmu untuk bekal ibadah. Setelah mendapatkan ilmu, harapannya kita menjadi manusia yang taat kepada Allah dan baik antar sesama manusia. []

Semarang, 28 Mei 2024/20 Dzulqoidah 1445. Ditulis di FEB, jam 10.15 – 10.22 Wib.

• Tuesday, May 28th, 2024

Perubahan Adalah Sebuah Kepastian

Oleh Agung Kuswantoro

Tiap kali mudik ke rumah dari tempat perantauan, kalimat yang terucap adalah “Alhamdulillah”. Kalimat tersebut adalah kalimat terindah dan pendamai sebagai wujud Syukur kepada Allah.

Kesan yang saya tangkap dengan “pemandangan” sekitar rumah adalah perubahan. Perubahan itu nyata. Sederhananya: siswa kelas I akan naik kelas II. Mahasiswa semester III naik semester IV, dulu muda, sekarang tua, dan perubahan yang lain. Perubahan yang termudah adalah perubahan fisik: lemah – kuat ; bertahan – musnah ; Berjaya – bangkrut ; ramai – sepi ; dan lainnya.

Justru perubahan yang terpenting adalah perubahan dalam batin seperti: petakilan/banyak tingkah – diam; banyak/suka gosip – banyak dzikir ; bodoh – diam dan lainnya.

Karena perubahan itu nyata, maka kita lebih baik bersikap tenang; tidak banyak polah/gaya; dan lebih banyak/sering menyebut nama Allah SWT. Intinya: hidup tidak ada yang abadi dan kematian adalah sebuah ketetapan yang akan terjadi. Jadi, biasa sajalah hidup. Semua akan tiba pada masanya. Kejayaan itu, ada masanya, meredup pun ada waktnya, dan kematian pun pasti menghampirinya. []

Ditulis di Sulang, Rembang, 16 Dzulqaidah 1445/24 Mei 2024. Jam 08.40 – 08.47 Wib.

• Tuesday, May 28th, 2024

Jangan Sampai Kematian yang Memisahkan

Oleh Agung Kuswantoro

“Biarlah maut yang memisahkan”, mungkin kata-kata orang yang sering kita dengar saat berkata kepada pasangan atau sahabatnya. Menurut saya, kurang pas jika kematian itu “jalan” atau cara untuk berpisah. Jika mati yang memisahkan, maka kesiapan seseorang tersebut untuk “ditinggal” atau berpisah dengannya, tidaklah siap.

Karena sebuah kematian adalah kepastian. Oleh karenanya, janganlah kematian menjadi salah satu “jalan” atau cara untuk berpisah. Mulailah dari sekarang: biasakan dan mulai menata sebuah “kehilangan” sesuatu. Jangan sampai “sesuatu” (bisa jadi orang) itu pergi/hilang, tetapi kita belum siap. Siapkanlah sejak sekarang, bahwa segala sesuatu itu tidak ada yang abadi selama hidup di dunia. Termasuk cinta kepada sesama manusia/benda. Adapun cinta yang abadi adalah cinta kepada Allah. Nah, jangan sampai kita kehilangan cinta kepada Allah. Karena Allah bersifat kekal/baqo. Namun, manusia/makhluk bersifat fana/musnah. []

Ditulis di Sulang, Rembang, 16 Dzulqaidah 1445 / 24 Mei 2024

Jam 18.15 – 18.17 Wib.

• Tuesday, May 28th, 2024

Jangan Terlalu Dekat

Oleh Agung Kuswantoro

Jika dengan sesama makhluk/manusia/benda, janganlah terlalu dekat. Jika dengan Pencipta/Tuhan, maka haruslah sangat dekat. Itulah yang saya tangkap dalam pesan kehidupan sehari-hari. Cinta sesama manusia itu bisa musnah. Termasuk cintanya Juliet – Romeo yang melegenda dunia. Intinya, apa pun kedekatan kita terhadap sesuatu di dunia, itu akan sirna.

Beda dengan kedekatan seorang hamba dengan Allah, sebagaimana ayat “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku adalah dekat. (QS. Al-Baqarah: 186). Dari ayat tersebut kedekatan seorang hamba dengan Allah bisa dilakukan dengan beribadah dan berdoa. Pengabdian secara total seorang hamba kepada Allah melalui pendekatan sifat-sifat dan dzat-Nya.

Oleh karenanya, siapa pun manusia, saat kita sedang sukses – susah, sedih – bahagia, kaya – miskin, dan mampu – fakir terhadap manusia dalam bentuk: kekayaan, jabatan, dan status; janganlah terlalu dekat. Biasa saja jaraknya. Jangan terlalu dekat dan jangan terlalu jauh. Yang sedang-sedang saja, jaraknya. []

Semarang, 26 Mei 2024/ 17 Dzulqaidah 1445, Ditulis di rumah, jam 05.15 – 05.20 Wib.