Archive for the Category ◊ Uncategorized ◊

• Wednesday, May 22nd, 2024

Kandungan Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim: Menulis – Membaca Bagi Siswa/Santri

Oleh Agung Kuswantoro

Kitab Adabul Alim wal Muta’allim sangat cocok bagi seorang guru-murid. Kandungan Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alli yaitu: fadhilah ilmu, macam-macam ilmu, etika guru (al-mu’allim), etika murid (al-muta’allim), dan etika dalam berfatwa (al-ifta). Dalam bab fadhilah ilmu yang dibahas adalah antara ilmu dan ibadah, senandung keagungan ilmu, ridho illahi sebagai tujuan ilmu, dan kemuliaan para ulama. Dalam bab macam-macam ilmu yang dibahas adalah ilmu, syar’i, ilmu ghoiru syar’i, cabang masalah yang mengajarkan ilmu dan memberikan fatwa. Dalam bab etika guru (al-mu’allim) yang dibahas adalah etika personal guru, etika guru dalam belajar, etika guru dalam mengajar, dan ujian serta kerelaan mengajar. Dalam bab etika dalama berfatwa (al-ifta) adalah konsep fatwa, pihak pemberi fatwa (al-mufti), dan pihak yang meminta fatwa (al-mustafti).

Ada point yang saya dapat dari kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” yaitu siswa/murid itu sering/berkali-kali membaca atas catatan materi yang telah disampaikan oleh guru. Bahkan, jika materi sesuatu yang baru, maka segeralah murid tersebut untuk menulis materi dalam sebuah buku tulis. Dari keterangan dalam kitab karangan Imam Nawawi menjadikan saya merenung bahwa murid itu minimal melakukan dua kegiatan yaitu: membaca dan menulis.

Membaca yang dimaksudkan adalah membaca buku/teori yang telah diajarkan oleh guru, sedangkan menulis yang dimaksudkan adalah menulis atas materi yang telah disampaikan atau telah dibaca (sesuatu yang baru).

Coba perhatikanlah siswa saat ini: “Apakah dua kegiatan tersebut masih dilakukan usai pulang sekolah?”  Jika belum, maka lakukanlah. Karena, dua kegiatan tersebut memiliki dampak yang luar biasa sebagaimana “pesan” dalam kitab tersebut.

Jika siswa/murid sudah melakukan dua kegiatan tersebut, maka pertahankanlah hingga saat ini dan dalam kondisi apa pun. Mengapa? Orang mencari ilmu itu sampai akhir hayat/mati. Artinya, saat mendapatkan ilmu/informasi, maka segera tulislah dan bacalah. Jika seseorang merasa “kurang” ilmu, maka belajarlah. Saat belajar, secara tidak langsung orang tersebut akan membaca dan menulis. Mari budayakan kegiatan membaca dan menulis agar ilmu yang didapatkan oleh murid itu, membekas dalam hati dan pikiran. Cobalah!

Identitas Kitab

Judul                  : Adabul ‘Alim wal Muta’allim

Penulis               : Imam an-Nawawi

Tebal                  : 110 halaman

Agung Kuswantoro, alumni Madrasah Diniah Wustho dan Ulya Pondok Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang

Semarang, 21 Mei 2024/12 DzulQodah 1445 H

Ditulis di Gedung UPT Kearsipan UNNES jam 14.10 – 14.35 Wib.

• Monday, May 20th, 2024

Mensosialisasikan Hasil Disertasi dalam Bentuk Workshop Nasional, Pengabdian Kepada Masyarakat, Artikel Ilmiah, Artikel Populer, dan Penelitian (Lanjutan)
Oleh Agung Kuswantoro

Selama dua hari, saya menjadi narasumber dalam Workshop Nasional 38 JP: “Optimalisasi Administrasi Perpustakaan dan Kearsipan Berbasis Komitmen Partisipatif Terintegrasi dalam Rangka Mewujudkan Akuntabilitas” yang diselenggarakan oleh e-Guru.id. Tema ini memang sangat disertasi saya sekali. Ada penguji saya yang melihat flayer kegiatan tersebut, langsung bertanya kepada saya, “Apakah ini tema disertasi, Mas Agung? Langsung saya jawab: “Ya”. Adanya pertanyaan penguji saya tersebut, menjadikan saya lebih semangat terhadap “temuan” disertasi saya, yang intinya: ada faktor lain dalam penyelenggaraan kearsipan yaitu komitmen partisipatif terintegrasi.

Peserta yang hadir full secara kapasitas zoom meeting yaitu 300 orang dan lima ratusan yang melihat secara live/streaming. Saya lebih cenderung mengenalkan konsep “komitmen partisipatif terintegrasi” dalam sebuah penyelenggaraan kearsipan. Bahasa-bahasa atau istilah-istilah yang sangat teoritis, saya rubah dengan kalimat praktis. Istilahnya dari bahasa “langit” menjadi bahasa “bumi”. Alhamdulillah, peserta bisa memahami dan interaktif dalam sesi diskusi/tanya jawab.

Insya Allah setelah workshop nasional tersebut, tema “komitmen partisipatif terintegrasi” akan disampaikan di Kecamatan Pemalang dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat pada Selasa, 4 Juni 2024.

Tidak berhenti disitu saya mengenalkan konsep tersebut, saat ini juga sedang dilakukan penelitian (lanjutan) atas tema tersebut, dimana responden diperluas tidak hanya PTN di Jawa Tengah. Namun juga, PTS atau PTN selain Jawa Tengah. Tujuannya agar lebih komprehensif dalam menarik sebuah kesimpulan.

Itulah, salah satu cara saya dalam “menjual” atau “memasarkan” hasil disertasi yang pernah saya tulis. Harapannya: konsep atau temuan saya berupa “komitmen partisipatif terintegrasi” bisa berguna bagi masyarakat. Insya Allah. Amin. []

Semarang, 20 Mei 2024/9 Zulkaidah 1445. Ditulis di Kolam Renang GKS, jam 15.30 – 15.40 Wib.

• Saturday, May 11th, 2024

Dua Kegiatan Murid/Siswa: Menulis – Membaca

Oleh Agung Kuswantoro

Ada point yang saya dapat dari kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” yaitu siswa/murid itu sering/berkali-kali membaca atas catatan materi yang telah disampaikan oleh guru. Bahkan, jika materi sesuatu yang baru, maka segeralah murid tersebut untuk menulis materi dalam sebuah buku tulis. Dari keterangan dalam kitab karangan Imam Nawawi menjadikan saya merenung bahwa murid itu minimal melakukan dua kegiatan yaitu : membaca dan menulis.

Membaca yang dimaksudkan adalah membaca buku/teori yang telah diajarkan oleh guru, sedangkan menulis yang dimaksudkan adalah menulis atas materi yang telah disampaikan atau telah dibaca (sesuatu yang baru).

Coba perhatikanlah siswa saat ini: “Apakah dua kegiatan tersebut masih dilakukan usai pulang sekolah?”  Jika belum, maka lakukanlah. Karena, dua kegiatan tersebut memiliki dampak yang luar biasa sebagaimana “pesan” dalam kitab tersebut.

Jika siswa/murid sudah melakukan dua kegiatan tersebut, maka pertahankanlah hingga saat ini dan dalam kondisi apa pun. Mengapa? Orang mencari ilmu itu sampai akhir hayat/mati. Artinya, saat mendapatkan ilmu/informasi, maka segera tulislah dan bacalah. Jika seseorang merasa “kurang” ilmu, maka belajarlah. Saat belajar, secara tidak langsung orang tersebut akan membaca dan menulis. Mari budayakan kegiatan membaca dan menulis agar ilmu yang didapatkan oleh murid itu, membekas dalam hati dan pikiran. Cobalah!

Semarang, 10 Mei 2024/1 DzulQodah 1445 H

Ditulis di Rumah jam 09.50 – 09.58 Wib.

• Wednesday, May 08th, 2024

Menikmati Membaca
Oleh Agung Kuswantoro

Biasanya saat saya menunggui anak saya yang ke-2 – Muhammad Syafa’atul Quddus – berenang di kolam renang GKS, saya menulis “bebas” dibuku tulis. Setelah itu diketikkan oleh Pak Kardi yang rumahnya tidak jauh dari lokasi berenang anak saya tersebut.

Namun, pada Ahad (5 Mei 2024), saya memilih aktivitas membaca. Saya membaca buku bertema: Kearsipan, Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger? (Rhenald Kasali); Free Writing: Mengejar Kebahagiaan dengan Menulis (Hernowo Hasim); dan Adabul ‘alim wal Muta’allim: Butiran-Butiran Nasihat tentang Pentingnya Ilmu. Adab Mengajar dan Belajar, serta Berfatwa (Imam Nawawi). Setelah pulang, habis sholat maghrib, saya melanjutkan membaca kitab: Fasolatan, Yasin, dan al-Asmaul Husna”.

Kadang butuh refreshing jiwa dan otak ini. Mungkin salah satu refreshing otak dan jiwa dengan membaca buku dan kitab. Menulis butuh ide. Salah satu sumber ide adalah membaca. Mari perbanyak “asupan” bacaan kita agar luas pengetahuan. ]

Semarang, 7 Mei 2024/28 Syawal 1445
Ditulis di Gedung Kearsipan Lantai 2. Jam 10.00 – 10.05 Wib.

• Monday, April 29th, 2024

Ada 1.282 Halaman

Oleh Agung Kuswantoro

Tidak menyadari dari tulisan-tulisan saya belum menjadi buku, setelah saya cetak, ternyata ada 1.282 halaman. Kesemuanya terbagi dalam tema pendidikan, sosial, dan agama.

Kebiasaan saya yang suka menulis menjadikan saya mudah memahami, mengingat, dan menata pikiran. Minimal dengan menulis, saya menjadi belajar dari apa yang saya baca. Membaca pun tidak harus dari buku, namun membaca bisa bersumber dari: alam atau sesuatu yang saya lihat/rasakan. Dari kebiasaan menulis tiap hari/tiap waktu tertentu, hasilnya berupa ribuan halaman yang belum menjadi buku.

Semoga dari 1.282 halaman, akan menjadi sebuah buku yang layak dibaca oleh pembaca dan diterima oleh penerbit mayor. Mungkin, melalui tulisanlah saya bisa beramal baik kepada seseorang. Dan, apa yang saya tulis memberikan manfaat lagi pembaca dan menemukan pembaca yang sesuai dengan genre tulisan dari tema yang saya tulis. []

Semarang, 28 April 2024 / 19 Syawal 1445 H.

Ditulis di Kolam Renang GKS jam 15.21 – 15.30 Wib.

• Monday, April 29th, 2024

Berbahasa Menunjukkan Karakter Seseorang

Oleh Agung Kuswantoro

Berbahasalah dengan benar, karena bahasa yang benar menunjukkan tingkat keilmuan Anda. Berbahasalah dengan baik, karena bahasa yang baik menunjukkan kesantunan Anda. Oleh karenannya, jika perlu berbahasalah dengan benar dan baik, maka Anda termasuk orang yang berilmu dan berakhlak. Itulah pengalaman saya dalam berkomunikasi dan bersosial dengan seseorang.

Perkataan adalah wujud dari pikiran/akal. Perhatikanlah perkataan/kata yang diucapkan oleh seseorang. Lalu, ambillah posisi Anda dengan orang yang dihadapinya itu: “Apakah orang tersebut, termasuk baik?” Ataukah: “Orang orang tersebut, termasuk tidak baik?” Intinya: tahu diri terhadap orang yang dihadapinya.

Penilaian dari bahasa seseorang, bukanlah sesuatu yang mutlak. Masih ada penilaian-penilaian lain yang lebih valid. Ini hanya pengalaman saya saja, bisa jadi tidak/kurang tepat. []

Semarang, 28 April 2024/19 Syawal 1445 H.

Ditulis di Kolam Renang GKS jam 15.05- 15.20 Wib.

• Saturday, April 27th, 2024

“Penilaian” Bahasa
Oleh Agung Kuswantoro

Adalah Ivan Lanin, salah satu pemerhati bahasa Indonesia. Saya mengenalnya melalui televisi dan beberapa di media sosial. Sebelum mengenalnya saya membaca buku yang dikarang/ditulis beliau berjudul “Recehan Bahasa:Buku Tak Mesti Kaku” (2020). Kesan yang saya dapatkan dari sosok Ivan Lanin adalah enerjik, praktis, lincah dengan IT, dan “taat”dengan bahasa.

Alhamdulillah atas izin Allah, kemarin (Rabu, 24 April 2024), saya dipertemukan dengan Ivan Lanin di UNNES dalam acara “Keterampilan Menulis Naskah Dinas yang Efektif”. Saya tidak mendapatkan undangan tersebut, namun tertarik mengikuti acara tersebut, karena ilmu dan pengalaman dari Ivan Lanin. Selain itu latar belakang pendidikan beliau, dimana seorang yang berlatar belakang pendidikan Teknik kimia, namun mampu menyajikan dan mempraktikkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ditambah beliau adalah lulusan S2 – Magister Teknologi Informasi. Namun, Ivan Lanin mampu menciptakan sistem thesaurus. Lagi-lagi, bahasa yang disajikan oleh Ivan Lanin. Bukan, teknik kimianya.

Cara bicara dan pengalamannya mampu “menyihir” pada peserta pelatihan. Disitulah, yang ingin saya gali. Orang teknik, bicara bahasa namun bisa secara tepat, cepat, dan benar. Saya sendiri tidak bisa. Usia beliau adalah 49 tahun, dimana Alhamdulillah masih sehat, energik, dan melek IT. Saya membayangkan diri saya seperti beliau, namun berbicara bidang administrasi perkantoran.

Terima kasih Pak Ivan Lanin atas “penilaian-penilaian” bahasa dalam praktik secara langsung. Saya sebagai pengajar administrasi perkantoran merasa “fakir” ilmu dari apa yang disampaikan Ivan Lanin. Dimana, ada mata kuliah/pelajaran: Korespondensi Bahasa Indonesia, yang kajiannya: membahas surat dinas, surat niaga, dan pribadi. “Rasanya” yang tadinya bahasa –menurut saya—bersifat implisit/tersirat, menjadi bersifat eksplisit/tersurat, setelah mendengarkan pemaparan Ivan Lanin. Bahasa menjadi kunci seseorang dalam menyampaikan pesan. Terlebih seorang pendidik atau lembaga dalam menuliskan sebuah surat, dimana pasti memakai bahasa yang baku (EYD).

Mari, perkuat bahasa kita, disitulah identitas kita yang sesungguhnya. Semakin buruk bahasa seseorang, maka semakin jelek identitas orang tersebut. Sebaliknya, semakin baik bahasa seseorang, maka semakin mulia identitas orang tersebut. Semoga kita termasuk yang kategori menggunakan/menulis dengan bahasa yang baik. Amin. []

Semarang, 25 April 2024/16 Syawal 1445. Ditulis di Gedung UPT Kearsipan lantai 2, jam 09.20 – 09.35 Wib.

• Friday, April 26th, 2024

Adminsitrasi Perkantoran Realistis dan Idealis
Oleh Agung Kuswantoro

Alhamdulillah telah selesai pelatihan bertema:”Adaptasi dan Menguatkan Administrasi Perkantoran Pada Masa Serba Digital”. Tiga hari, saya sebagai pemateri tunggal. Ada sekitar 300-an peserta yang mengikuti baik sevara zoom meeting atau live youtube.

Alhamdulillah peserta sangat antusias, terlihat dari: saat diskusi banyak yang bertanya; antar peserta saling menguatkan pendapatnya; mengirimkan refleksi hasil pelatihan ke saya, dan kegiatan pelatihan dijadikan status peserta di media sosialnya.

Pesan yang saya tangkap atas materi saya kepada peserta adalah administrasi perkantoran idealis itu ada pada “diri saya” atau “materi” yang saya sampaikan, sedangkan “realistis” atau “keadaan lapangan”.

Disinilah, letak diskusi menjadi menarik, dimana saya dan peserta berdiskusi mencari solusi yang tepat agar administrasi perkantoran tidak ketinggalan zaman dan tetap eksis. Administrasi perkantoran harus tetap “hidup” apa pun keadaannya, walaupun serba digital. Oleh karenanya, saya dan peserta harus saling menguatkan kompetensi-kompetensi administrasi perkantoran.

Saya mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara kegiatan (e-Guru.id) yang telah mengajak saya untuk belajar dan berdiskusi bersama dengan “serumpun” administrasi perkantoran. Saya juga mengucapkan kepada para peserta dari Aceh hingga Papua atas partisipasi dan keaktifan seluruh pelatihan 3 hari, semoga apa yang telah didiskusikan dan dipelajari bisa memberikan manfaat untuk diri, masyarakat, dan bangsa ini. Amin. []

Semarang, 25 April 2024/16 Syawal 1445. Ditulis di Rumah, jam 04.55 – 05.00 Wib.

• Wednesday, April 24th, 2024

Om Sarif: Guru Sholat Jumat

Oleh Agung Kuswantoro

Adalah Om Sarif Hidayat, guru sholat Jumat saya. Ketika saya berusia 7 tahun hingga 10 tahun atau 11 tahun. Hampir tiap Jumat, saat usia tersebut, saya selalu sholat Jumat dengan beliau.

Tiap jam 11.00 Wib, saya datang ke rumahnya. Ketika saya datang, saya sudah bersih (sudah mandi, memakai baju muslim, dan berminyak wangi). Jarak antara rumah saya dengan Om Sarif itu, dekat. Hanya bersebelahan rumah saja.

Lalu, mengapa saya sholat Jumat bersama Om Sarif? Jawabannya: karena kondisi waktu tersebut, saya dalam posisi yatim. Ayah saya meninggal dunia, sebelum saya lahir. Berarti, posisi saya masih dalam kandungan ibu.

Dengan keadaan saya yatim, lalu laki-laki dewasa pada saat tersebut yang melakukan sholat Jumat, tertentu; salah satunya adalah Om Sarif. Dalam pengamatan saya waktu itu, bahwa lelaki dewasa dalam lingkungan saya, belum tentu melaksanakan ibadah sholat Jumat. Insya Allah pilihan saya bersama dengan Om Sarif itu, tepat. Kemudian, tingkat kerepotan Om Sarif, jika saya ikut sholat Jumat dengannya tidak begitu memberatkan.

Saya sendiri belum berani sholat Jumat sendiri, karena lokasi masjid Darussalam dengan rumah saya itu, menyeberang jalan raya. Dimana, setiap jam 11.00 Wib ramai orang pulang sekolah (SMP Negeri 1 Pemalang dan kompleks SD 1 hingga 6 selesai pembelajaran). Belum lagi, jam 11.00 Wib adalah jam istirahat oleh pekerja, sehingga jalan di depan rumah saya menuju masjid Darussalam itu, sangat ramai.

Bertahun-tahun/mungkin 5 tahunan, tiap Jumat saya selalu bersama beliau. Tepatnya, setelah usia 12 tahun, saya memutuskan untuk sholat Jumat menuju masjid, sendiri. Karena, kondisi saya yang sudah bertambah pengetahuan dan pendewasaan, seperti berani menyeberang jalan dan bisa mengatur keadaan di jalanan dari berangkat rumah menuju masjid Darusaalam hingga kembali pulang ke rumah lagi.

Om Sarif: orangnya sangat baik, sangat perhatian kepada anak yatim. Beliau termasuk orang yang dermawan, dimana menyisihkan sebagian harta untuk bersedekah kepada yang membutuhkan.

Sabtu malam (20 April 2024/11 Syawal 1445 H), saya mendapatkan kabar duka bahwa Om Sarif meninggal dunia/wafat. Mendengar kabar tersebut, langsung ingatan saya pada momen sholat Jumat ketika saya kecil. Pada Ahad (21 April 2024/12 Syawal 1445 H) subuh, saya pulang ke Pemalang untuk bertakziah. Alhamdulillah saya masih bisa mengaji dan tahlil langsung di depan jenazah Om Sarif. Air mata jatuh ke pipi saya pada saat tahlil yang saya bacakan. Amal baik berupa sholat Jumat dan sifat dermawan, itulah yang menjadikan saya kagum terhadap Almarhum. Lalu, ketulusan dalam berbuat baik, tanpa “embel-embel” meminta sesuatu saat berbuat baik. Allah-lah yang menentukan amalannya. Itulah pesan yang saya terima dari amal baik yang dilakukan Om Sarif.

Setelah jenazah dikafani, kiai/lebe/orang yang ahli dalam pengurusan jenazah mengatakan kepada saya (baca: mengutus) agar saya memimpin persaksian amal beliau dan mewakili keluarga terkait hutang-hutang dan ucapan terima kasih kepada para pentakziah, jika ada yang berkaitan dengan Almarhum dan keluarganya untuk disampaikan kepada ahli keluarga/ahli waris.

Melalui tulisan ini, saya hanya mengucapkan “Terima kasih, Om Sarif telah menjadi guru sholat Jumat terbaik dalam hidup saya ini”. Alhamdulillah, hingga kini saya masih sholat Jumat, semoga amal baik yang dulu hingga sekarang—berupa ajaran sholat Jumat—yang masih saya lakukan, menjadi ladang amal ibadah di alam kubur dan akhirat.

Terima kasih juga atas sifat dermawan yang diberikan kepada saya dan sifat pamrih/tulus atas apa yang telah diberikan. Semoga saya bisa belajar dari sifat mulia Om Sarif yang diajarkan kepada saya. Insya Allah, Surga yang didapatkan oleh Om Sarif. Alfatihah. Amin. [] Semarang, 14 Syawal 1445/23 April 2024. Ditulis di Rumah

• Monday, April 15th, 2024

Terima Kasih Masjid Darussalam Pelutan Pemalang

Oleh Agung Kuswantoro

Kemarin, saya menulis tentang Darussalam (Desa yang Damai), menjadikan saya teringat sesuatu waktu kecil, dimana ada sebuah Masjid Darussalam di desa Pelutan, Pemalang. Masjid yang biasa saya gunakan untuk sholat Jumat sekitar tahun 1989 hingga 2001 di Pemalang. Masjid tersebut adalah saksi saya belajar beribadah ke masjid. Masjid tersebut terletak di samping rel kereta api.

Ada kenangan tersendiri saat sholat Jumat di Masjid yang akhirnya berpindah lokasi, dimana ketika sholat, hampir dan sering (bisa dipastikan) ada jadwal kereta lewat. Jadi, suara imam atau khatib “kalah” dengan suara kereta api yang bersamaan lewat di Masjid.

Namanya juga anak-anak, saat posisi sujud, anak-anak ikut melambaikan tangan (baca: dada) ke masinis. Masinis pun ikut melambaikan tangan ke anak tersebut yang ada di dalam masjid.

Kenangan berikutnya adalah masjid tersebut banyak didukung oleh kalangan karena (mungkin) jumlah masjid dalam suatu desa itu, sedikit. Jadi setiap waktu sholat, kajian atau kegiatan keagamaan selalu melibatkan semua tokoh agama di sekitar desa tersebut.

Imam, khotib, dan pengisi kajian didatangkan dari perwakilan desa yang pastinya memiliki kapasitas keilmuan masing-masing. Yang saya ingat dalam masjid tersebut menghadirkan muadzin yang bernama Ustad Wahidin (belakang rumah saya, Pelutan), Kiai Kastolani (rumahnya, Pagaran Pelutan sebagai khotib), Kiai Abdullah Sidiq sebagai imam yang rumahnya dari Kebondalem dan beliau pengasuh pondok pesantren Salafiyah Kauman, Pemalang; dan beberapa kiai lainnya yang terlibat dalam acara keagamaan. Artinya, masjid tersebut “didukung” oleh banyak tokoh masyarakat. Jadi, saya belajar secara langsung dengan tokoh-tokoh Masyarakat yang ahli dalam bidang agama tersebut.

Sekarang, masjid tersebut sudah berpindah tempat yang lebih representatif dimana sudah menjauh beberapa meter dari rel kereta api. Masjid tersebut berpindah tempat ke permukiman warga. Tidak terlalu jauh dengan lokasi lama, namun lebih dekat ke kampung.

Saya kurang tahu, alasan mengapa pindah. Mungkin jawabannya adalah karena menjauh dari rel kereta api agar anak-anak saat sujud sholat, lalu kereta api datang tidak melambaikan tangan (baca: dada). Nah, ini jawaban guyonan saja. Mungkin tepatnya, sholatnya agar lebih khusyuk dan bisa fokus mendengarkan suara khotib. Suara khotib “tidak tarung” dengan suara kereta api yang lewat.

Demikianlah ingatan saya, terkait masjid Darussalam, Pelutan, Pemalang. Terima kasih atas kesempatan diberikan tempat untuk beribadah. Semoga para muadzin, imam, khotib, dan pengisi pengajian di masjid tersebut yang sudah meninggal dunia:  Ustad Wahidin, Kiai Kastolani, Kiai Abdullah Sidiq, dan kiai-kiai lainnya mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah. Surga adalah tempat kembali mereka. Alfatihah.

Terima kasih atas semuanya, Alhamdulillah.

Ditulis di Sulang, Rembang

4 Syawal 1445 H/ 13 April 2024 jam 04.55 – 05.04 Wib.