• Sunday, March 26th, 2023

Kajian Arbain Nawawi (55): Pertolongan dan Perlindungan Allah Swt

Oleh Agung Kuswantoro

Lanjutan tujuh pesan penting dari hadist ke-19 dalam kitab Arbain Nawawi—yang kemarin sampai pesan keempat—sekarang pesan keempat hingga ketujuh yaitu:

Keempat, ketetapan Allah Swt bagi hamba-Nya – baik susah atau senang, meupun nikmat atau bencana – adalah hal yang pasti dan tidak berubah, kecuali dengan kehendak-Nya pula, sebagaimana Allah SWT berfirman:“Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Di ssi-Nya, terdapat ummul kitaab (Lauhul Mahfuzh).” (ar-Ra’d: ayat 39)

Kelima, ada kesalahan seseorang yang tidak membawa musibah (mudharat) bagi Allah Swt dan bagi manusia memaafkannya pada kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja, tidak diketahui, dan terpaksa termasuk kesalahan yang dilakukan oleh orang gila, anak-anak, dan orang tidur.

Keenam, ada juga musibah yang menimpa kita karena bukan kesalahan kita. Hal ini biasanya terjadi pada sikap kita sendiri yang mendiamkan kesalahan itu, tanpa upaya amar ma’ruf nahi munkar hingga akhirnya musibah yang datang bukan hanyak menimpa orang yang melakukan kesalahan, melainkan juga merata pada semuanya. Allah Swt berfirman: “Peliharalah dirimu dari siksaan yang hanya menimpa orang-orang zalim diantaramu” (QS. Al-Anfaal: 25)

Ketujuh, hadits ini juga menunjukkan bahwa pertolongan Allah SWT senantiasa menyertai orang yang sabar. Begitu pula, kemudahan dan kelapangan dari-Nya akan diberikan kepada orang yang sabar ketika mereka mengalami kesempitan dan kesulitan.

Bersambung.

Catatan: Materi pernah disampaikan dalam kajian usai solat subuh di Masjid Ulul Albab UNNES.

Sumber rujukan:

Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.

Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.

Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

Semarang, 26 Maret 2023 ditulis di Rumah, jam 06.30-07.00 Wib.

• Sunday, March 26th, 2023

Kajian Arbain Nawawi (54): Pertolongan dan Perlindungan Allah Swt

Oleh Agung Kuswantoro

“Dari Abu Abbas Abdullah bin Abbas r.a., dia berkata: “Suatu hari, aku di belakang Nabi saw., Beliau bersabda, “Wahai Ghulam, aku akan mengajarkanmu beberapa perkataan, (yaitu): jagalah Allah, maka niscaya engkau mendapatkan Dia bersamamu. Jika engkau meminta, memintalah kepada Allah. Jika engkau menghendaki pertolongan, memintalah pertolongan Allah. Ketahuilah, seandainya segolongan umat berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak bisa memberikan manfaat, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu, dan seandainya mereka berkumpul untuk memudharatkanmu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan mampu memudharatkanmu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering tintanya”.

Pada riwayat selain at-Tirmidzi (disebutkan)” “Jagalah Allah, niscaya engkau akan menemukannya di hadapanmu. Kenalilah Allah dalam keadaan kesenangan, niscaya Dia akan mengenalimu ketika engkau sulit. Ketahuilah, segala kesalahanmu belum tentu akan menjadi musibah bagimu dan tidak pula musibah yang menimpamu disebabkan oleh kesalahanmu. Ketahuilah, pertolongan itu bersama kesabaran, kelapangan itu bersama kesempitan, dan bersama  kesulitan dan kemudahan”.

Hadist ke-19 dalam kitab Arbain Nawawi ini mengandung tujuh pesan penting yaitu:

Pertama, budaya saling menasihati dan memberi pelajaran yang baik, walaupun dengan anak kecil. Al-ghulam adalah anak kecil laki-laki. Nasihat boleh dilakukan dengan atau dengan tanpa diminta.

Kedua, perintah untuk menjaga Allah Swt yaitu: menjaga hak-hak agama-Nya kapan pun dan di mana pun, maka Allah Swt akan menjaga kita – baik diri sendiri, keluarga, maupun orang lain – serta Allah Swt akan bersama kita, kapan pun dan di mana pun.

Ketiga, perintah untuk meminta (berdoa) hanya kepada Allah Swt dan meminta pertolongan juga kepada-Nya, yaitu: meminta pada apa-apa yang menjadi hak Allah Swt semata untuk memberikannya seperti meminta: hidayah, rejeki, keselamatan hidup, dan lainnya.

Ada pun meminta pertolongan kepada makhluk dalam hal-hal yang manusiawi dan teknis, ini tidak apa-apa dan sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip wa iyyaa kanasta ‘iin (dan hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan), seperti: meminta bantuan dokter untuk mengobati penyakit, meminta seseorang untuk mengambilkan sesuatu, meminta guru untuk mengajarkan suatu ilmu, atau meminta bantuan montir untuk mereparasi kendaraan.

Ini semua dibenarkan oleh syara, adat, dan akal manusia walaupun pada hakikatnya pertolongan hakiki hanyalah datangnya dari Allah Swt. Oleh karena itu, ketika selesai mendapatkan bantuan atau pertolongan, hendaklah tidak lupa mengucapkan Alhamdulillah sebagai bentuk pengakuan pertolongan dari-Nya, yang Allah SWT melakukannya melalui tangan-tangan hamba-Nya pula.

Bersambung.

Catatan: Materi pernah disampaikan dalam kajian usai solat subuh di Masjid Ulul Albab UNNES.

Sumber rujukan:

Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.

Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.

Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

Semarang, 25 Maret 2023 ditulis di Rumah, jam 06.30-07.00 Wib.

• Sunday, March 19th, 2023

Kajian Arbain Nawawi (53): Bertakwa Di Mana Pun Berada dan Berakhlak Baik Kepada Sesama

 

“Dari Abu Dzar bin Junadah dan Abu Abdirrahman, Mu’ads bin Jabar r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda. “Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskannya, serta berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik.

 

Hadits ke-18 dalam kitab Arbain Nawawi ini memuat tiga pesan bagi pembentukan kesalehan pribadi dan masyarakat, yaitu:

 

Pertama, perintah untuk tetap dalam keadaan bertakwa kepada Allah Swt di mana pun dan kapan pun. Perintah untuk bertakwa banyak tersebar dalam Alquran dan hadist, baik perintah bertakwa secara umum maupun perintah bertakwa yang dikaitkan dengan suatu hal secara khusus, serta dalam bentuk kata ittaqullah (bertakwalah engkau kepada Allah).

 

Kedua, melakukan kebaikan dan keburukan adalah dua hal yang alamiah terjadi pada diri manusia. Tidak ada manusia yang selalu buruk, jelek, dan jahat sebagaimana setan. Tidak ada manusia yang selalu rajin beribadah, benar, baik, dan taat sebagaimana malaikat. Justru, karena ada kedua hal tersebut itulah, letak manusiawinya, manusia.

 

Oleh karena itu sangat berlebihan, jika ada manusia yang menuntut orang lain untuk selalu benar dan tidak boleh salah sama sekali karena itu adalah pembebanan yang manusia mana pun tidak akan mampu mengimplementasikannya.

 

Ketiga, perintah untuk bergaul dengan manusia secara umum dengan akhlak yang sebaik-baiknya dengan muslim manapun non-muslim, dan berbuat baik dengan ahli maksiat maupun ahli taat dengan cara yang tidak sama, sesuai kadar kemaksiatan mereka.

 

Paduan antara bertakwa kepada Allah Swt dan berakhlak yang baik merupakan dampak terbanyak manusia dimasukkan ke dalam surga.

 

Demikian tiga pesan dari hadist hadist ke-18 dari kitab Arbain Nawawi tersebut. Semoga kita bisa melaksanakannya. Amin.

 

Bersambung.

Catatan: Materi pernah disampaikan dalam kajian usai solat subuh di Masjid Ulul Albab UNNES.

 

Sumber rujukan:

Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.

Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.

Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

 

Semarang, 20 Maret 2023 ditulis di Rumah, jam 04.00-04.15 Wib.

 

 

 

• Saturday, March 18th, 2023

 

Sampaikanlah, Walaupun Hanya Satu Ayat
Oleh Agung Kuswantoro

Judul di atas bersumber sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang sering kita dengar. Bagi seseorang tertentu – yang sudah memenuhi keilmuan – menjadi wajib untuk menyampaikan/menyebarkan ilmu kepada masyarakat.

Namun, dalam pemahaman saya bahwa mengamalkan (baca: menyampaikan/mengajarkan) sebuah ilmu – meskipun satu ayat—belum tentu mudah. Jangankan satu ayat, satu huruf saja disampaikan ke masyarakat, belum tentu masyarakat menerimanya.

Adanya “penilaian-penilaian” yang kurang sesuai atau kurang “pas” terhadap satu ilmu, menjadi suatu permasalahan. “Penilaian” suatu ilmu, dimana seharusnya adalah: benar – salah, menjadi penilaian lainya, seperti: motif ekonomi (bisnis), ilmu (ajaran) yang disampaikan tidak baik, tempat yang diajarkan dipermasalahkan, dan “penilaian-penilaian” yang kurang relevan lainnya.

Jadi ingat pertanyaan Ibu saya kepada saya dulu yaitu: “Kapan kitab yang sudah dingajikan di Salafiyah Kauman Pemalang bisa ‘dingajikan’ kepada orang lain? Maka, bisa jadi pertanyaan tersebut tidak akan terjawab dengan adanya “penilain-penilaian”, sebagaimana di atas. Semisal, terjawab pun, hanya berlaku pada waktu tertentu. Pertanyaaan dan jawaban tersebut, hanya contoh mengaitkan judul tersebut dengan keadaan tertentu.

Hemat saya, menyampaikan ilmu itu, butuh sumber daya yang “mumpuni” mulai dari: kebijakan, guru/ustad/SDM, sarana-prasarana, waktu, peserta didik/santri, tenaga kependidikan, pendanaan, dan sumber daya lainnya. Artinya: ilmu dapat disampaikan dengan kondisi sebagaimana sumber daya tersebut. Termasuk, dukungan dari: pemangku kepentingan masyarakat di daerah tersebut (Kiai, RT, RW, Lurah, dan Camat setempat).

Lalu bagaimana? Wujudkan sumberdaya-sumberdaya dan payung hukum tersebut, setelah itu sampaikanlah ilmu tersebut, meskipun satu ayat. Insya Allah. []

Semarang, 16 Maret 2023
Ditulis di Rumah jam 02.00 – 02.15 Wib.

• Tuesday, March 14th, 2023

Kajian Arbain Nawawi (52): Berbuat Terbaik Dalam Segala Hal
Oleh Agung Kuswantoro

“Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan (mewajkan) berbuat ihsan atas segala hal. Jika kalian membunuh (dalam peperangan), lakukanah denga cara yang baik. Jika kalian menyembelih, lakukanlah sembelihan yang baik, serta hendaklah setiap kalian menajamkan pisaunya dan membuat senang hewan sembelihannya” (HR Muslim).

Hadits ini memiliki banyak faedah (manfaat) dan kaidah dalam kehidupan kita, baik dalam urusan akhlak, adab, maupun fikih. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa hadist tersebut memiiki beberapa faidah yaitu:

Pertama, hendaklah menjalankan sesuatu dengan cara terbaik, dengan makna “baik” yang begitu luas. Orang-orang mungkin mengistilahkannya dengan terencana, terukur, terstruktur, sistematis, dan professional, yang semua memiliki makna dan batasannya sendiri-sendiri. Melakukan sesuatu dengan cara terbaik adalah perintah syari’at, baik secara mantuk (tersuat) atau mafhum (tersirat). Oleh karena itu, terdapat nlai ibadah yang sangat serius di dalamnya bagi yang menjalankanya. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya, Allah menyuruh (engkau) berlaku adil da berbuat kebajikan” (Qs. an-Nahl: 90)

Dari ayat tersebut ada kalimat itqon. Apa itu itqon? Ada istilah itqanul amri artinya menyempurnakannya. Rajulun tiqnun dengan huruf ta dikasrahkan berarti haadziq (cerdas, pandai, atau cakap). Jadi, melakukan perbuatan atau pekerjaan secara sempurna, utuh, cakap, dan profesional adalah perbuatan yang disukai dan diperintahkan oleh Allah Swt.

Kedua, melakukan perbuatan dengan cara terbaik juga ditekankan dalam perkara dan situasi yang sangat emosional, seperti peperangan, yang biasanya orang-orang cenderung bertindak “brutal” karena berorientasi pada hasil “yang penting menang” dan pokoknya musuh kalah (mati).

Ketiga, melakukan perbuatan dengan cara terbaik juga dilakukan pada hewan itu hidup dalam pemeliharaan dan lingkungan kita maupun ketika hendak akan disembelih untuk keperluan hidup manusia.

Yang tidak baik seperti mencincang dan membuat cacat hewan ketika masih hidup, dilarang memberi tanda pada hewan dengan benda-benda yang menyakitkan, seperti mengecapnya (menstempelnya) dengan besi panas atau cairan panas.

Demikian faidah hadist hadist ke-17 dari kitab arbain di atas. Semoga kita bisa mengambil faidah tersebut. Amin

Bersambung.

Catatan: Materi pernah disampaikan dalam kajian usai solat subuh di Masjid Ulul Albab UNNES. Mohon maaf agak lama dalam menuliskan dan mempublikasikan kajiannya karena ada prioritas tulisan/artikel yang sedang saya kerjakan. Mohon doanya agar semuanya lancar.

Sumber rujukan:
Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.
Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.
Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.
Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.
Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.S

Semarang, 14 Maret 2023 ditulis di Rumah, jam 05.00-04.15 Wib.

• Friday, March 03rd, 2023

Ingin Menemui Prof. KH. Nasaruddin Umar, MA

Oleh Agung Kuswantoro

 

Disela-sela jadwal tindak lanjut kepengawasan kearsipan dan bimtek arsip terjaga (22-24 Februari 2023), saya, Pak Joko Legowo, dan Pak Tomo pergi ke Masjid Istiqlal. Sengaja ingin salat berjamaah di Masjid yang manajemennya sudah tersertifikasi ISO/Internasional. “Sekelas” Masjid saja, dalam mengelola/manajemen Masjid dapat dikelola secara ISO/Internasional.

 

Saat salat Asar, saya datang terlambat karena kemacetan di jalan. Saya dapat barisan/sof di belakang. Dari belakang saya melihat Prof. Nasaruddin Umar salat di belakang imam.

 

Saya bertanya kepada pengurus Masjid, bahwa Prof. Nasaruddin sedang berpuasa sunah (puasa hari Kamis). Biasanya, Prof. Nasaruddin usai buka puasa akan salat maghrib berjamaah di Masjid Istiqlal.

 

Walaupun menunggu 1,5 jam menuju waktu Magrib dari usai waktu berjamaah salat Asar, kami memutuskan untuk salat berjamaah salat Magrib di Istiqlal.

 

Alhamdulillah atas izin Allah, saya bisa duduk tepat di belakang Prof. Nasaruddin Umar. Sakadar ingin mendekat dan berharap keberkahannya.

 

Sebenarnya, banyak agenda pada malam tersebut karena bertepatan dengan malam Jum’at sehingga kegiatan diantaranya pembacaan surat Yasin, pembacaan ad-Diba, Mahalul Qiyam, doa, salat isya berjamaah, dan mau’idul hasanah oleh Prof. Nasaruddin Umar.

 

Karena keterbatasan waktu saya, sehingga tidak bisa mengikuti semua agenda tersebut. Hanya salat berjamaah salat Magrib.

 

Saya mengucapkan terima kasih kepada Allah atas waktu dan kesempatannya sehingga saya bisa belajar mengenai manajemen Masjid yang sudah terkelola secara Internasional, bertemu Prof. Nasaruddin Umar, dan belajar dari kegiatan-kegiatan ruhani di Masjid Istiqlal.

 

Terima kasih juga saya ucapkan kepda pimpinan UNNES, arsiparis Joko Legowo, dan tenaga admin/driver Pak Tomo atas bantuan dan waktunya untuk belajar bersama di Masjid Istiqlal dan melihat gereja Katedral. []

 

Semarang, 25 Fabruari 2023

Ditulis di Rumah jam 07.50 – 08.00 Wib.

• Wednesday, February 08th, 2023

Kajian Arbain Nawani (51): Solusi/“Obat” Marah
Oleh Agung Kuswantoro

Islam memberikan solusi terkait marah. Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah tidak pernah luput dalam memberikan jalan keluar bagi permasalahan manusia walaupun permasalahan sederhana, termasuk bagaimana mengendalikan diri ketika marah.

Ada tiga “obat” marah. Pertama, dzikrullah (mengingat Allah Swt). Ketika emosi kita sedang meluap, memang agak sulit berdzikir. Oleh karena itu, harus dipaksakan dan bermujahadah untuk melakukannya karena inilah cara awal yang mujarab untuk mengemalikan kondisi normal bagi hati kaum beriman. Allah ST berfiman: “yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra;d: 28)

Dzikir yang Rasulullah saw. ajarkan ketika sedang marah adalah membaca isti’adzah (dzikir perlindungan) karena marah juga merupakan godaan setan kepada manusia, dan kita berlindung kepada Allah SWT dari semua bentuk gangguannya.

Kedua, berwudhu. Ini merupakan tahapan selanjutnya, berdasarkan hadits Rasulullah Saw: “Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan tercipta dari api, serta air mampu memadamkan api. Jika salah seorang kalian marah, hendaklah dia berwudhu.”

Ketiga, jika marah sambil berdiri, duduklah, dan jka masih marah, berbaringlah. Ini adalah tahapan selanjutnya atau cara lain untuk meredam marah.

Marah ternyata bukanlah hal sederhana. Pengaruhnya bagi kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat begitu terlihat. Bahkan dalam menentukan hukum, para ulama pun menjadikan keadaan marah sebagai faktor penting. Contohnya adalah dalam masalah talak. Jumhur ulama mengatakan bahwa talak ketika marah tidak sah. Hal ini sama dengan talak ketika mabuk dan tidak sadar. Waallhu ‘alam.

Bersambung.

Sumber rujukan:
Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.
Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.
Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.
Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.
Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

• Tuesday, January 31st, 2023

Kajian Arbain Nawani (50): Dampak Marah

Oleh Agung Kuswantoro

 

Ada yang mengatakan bahwa, “al-ghadhuuh artinya onta betina yang merengut. Begitu pun manusia, biasanya jika sedang marah, wajahnya merengut dan cemberut.

 

Inilah yang disebut al-ghadhab fillaah wal lillah (marah di jalan Allah dan karena Allah), yaitu marah yang terpuji (al-ghadhabul mahmud). Adapun marah “hitam” adalah marah yang membuat buta mata hati dan gelap pandangan, serta membuat hilang akal manusia. Dia tidak tahu apa yang ia lakukan lalu dia mencelakakan dirinya.

 

Bagian marah yang seperti ini, akan mengembalikan rasa sakit kepada pelakunya, yang akan menimpa ususnya, berdampak buruk pada urat syaraf yang ada pada perutnya yang membuatkan sakit, serta pengaruhnya juga pada gemertak giginya, pada matanya, minimal pengaruhnya adalah dia akan ditimpa kepusingan sangat pusing) dan ini dapat membawanya pada kelumpuhan otak (Hasan, 2020:196.

 

Apa yang dipaparkan tentang marah “hitam” ini adalah dampak buruk marah yang disebut dengan marah yang tercela (ghadhabul madzmum), yaitu yang didasarkan emosi dan hawa nafsu semata, bukan karena faktor kecemburuan terhadap agama, seperti marah didasari emosi pribadi dan kebanggan kelompok (geng). Sementara itu, kemarahan “merah” adalah marah terhadap segala hal yang membawa dampak pada manusia, tetapi masih dalam batas-batas wajar. Mungkin, inilah mara yang “natural” yang bisa saja dialami, baik orang kafir atau mukmin, maupun orang saleh atau ahli maksiat.

 

Ketika sedang marah, biasanya kita akan terbawa keinginan untuk membalas kejahatan orang yang telah menyakiti kita, tidak peduli yang menyakiti itu muslim atau bukan. Pada titik ini, secara natural memang begitulah manusia, termasuk juga hewan. Namun, Islam memberikan panduan agar manusia mampu mengendalikan marahnya itu, tetap memberikan pemaafan dan jalan damai, walaupun membalasnya – demi kehormatan dan harga diri – adalah boleh-boleh saja, berdamai dan memaafkan adalah  lebih baik. Tentunya, seorang Mukmin akan menempuh yang lebih baik. Wa Allahu ‘alam.

 

Bersambung.

 

Sumber rujukan:

Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.

Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.

Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

 

Semarang, 31 Januari 2023 di Rumah, jam 04.50-05.00 Wib.

• Sunday, January 29th, 2023

Pakar Hikmah dan Filsafat

Oleh Agung Kuswantoro

Bicara tentang suatu hikmah dan filsafat saya tertarik dengan penulis buku – sekaligus guru saya – yaitu Dr. Zaprulkhan. Beliau jika menulis dengan tema tersebut, sangat mahir. Cocok sekali dengan kemampuannya sebagai dosen. Terlebih rujukan dan bahan bacaannya sangat aktual dan valid berupa buku-buku yang berbobot.

 

Jika saya perhatikan, beliau rajin membawa stabilo warna untuk diberi tanda pada halaman-halaman tertentu atas poin-poin penting dari sebuah gagasan dalam buku tersebut. Tidak hanya buku berbahasa Indonesia yang dijadikan rujukan, namun bahasa asing seperti bahasa Arab dan bahasa Inggris.

 

Dengan dasar itulah, saya cocok dengan tulisan dan pemikiran beliau jika bicara hikmah dan filsafat. Mungkin karena saya suka karya beliau, saya diberi buku beliau secara gratis dari beberapa buku yag ditulisnya. Sukses selalu, Pak Zap. Semoga karya-karya Bapak bermanfaat hingga akhirat. Amin. []

 

Semarang, 21 Januari 2023

Ditulis di Rumah jam 19.40 – 19.45 Wib.

 

 

 

 

 

 

 

• Wednesday, January 25th, 2023

Berbagi Buku

Oleh Agung Kuswantoro

Guru saya mengajarkan agar berbagi dari apa yang dia miliki. Kalimat tersebut saya selalu ingat, terutama usai menerbitkan buku. Tempat yang selalu saya tuju adalah Perpustakaan. Perpustakan adalah rujukan saya untuk berbagi dari buku yang saya tulis. Ada banyak manfaat dari buku yang saya berikan ke Perpustakaan yaitu: banyak dibaca orang, dimana apresiasi penulis adalah dibacanya karya atau masukan dari buku tersebut.

 

Beberapa waktu yang lalu saya membagikan kedua buku karya tersebut ke Perpustakaan “Rumah Ilmu” dan Perpustakaan FE UNNES. Kedua buku tersebut adalah buku Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja Perkantoran dan buku Seluk Beluk Menulis Skripsi.

 

Karena keterbatasan saya dalam mengantarkan kedua buku tersebut, saya meminta tolong mahasiswa bimbingan skripsi untuk mengantarkannya. Harapannya, kedua buku tersebut bertemu dengan jodoh pembaca yang cocok. Karena setiap pembaca memiliki daya pikat tersendiri dengan genre sebuah buku. []

 

Semarang, 21 Januari 2023

Ditulis di Rumah jam 19.30 – 19.45 Wib.