• Sunday, August 19th, 2018

MEMPERJUANGKAN KAJIAN ANAK

Oleh Agung Kuswantoro

 

Ingin mengubah dunia? Bingung dengan cara apa? Cobalah dengan cara pendidikan. Bukan, dengan harta. Pendidikan apa saja. Terlebih pendidikan agama. Itu sangat penting. Hasil akhirnya berupa akhlak yang baik.

 

Pemikiran inilah yang mendasari saya untuk memperjuangkan kajian anak. Saya menyebutnya, ‘kajian’. Bukan, TPQ (Taman Pendidikan Alquran). Mengapa? Karena secara resmi memang bukan mendirikan TPQ. Proses TPQ harus seizin Pengurus Masjid dan legalitas Kementerian Agama.

 

Disini, saya hanya izin tempat mengaji di Masjid. Masih, jauh dari TPQ. Namun, jika tidak dimulai dari sekarang, kapan anak-anak akan mengaji?

 

Pertemuan dengan orang tua sudah saya lakukan. Demikian juga, pertemuan dengan calon guru/ustad/ustadzah. Tujuan pertemuan ini adalah untuk menyinergikan atau menyemangati kajian anak ini ke depan.

 

Kita atasi satu persatu permasalahannya. Mulai dari kendala tempat, guru, dan dukungan orang tua. Jadi, saya –selaku pengelola- tidak begitu susah mengatur dan memikirkannya.

 

Saya mengajak mereka untuk berdiskusi. Pastinya, mereka harus sevisi dan misi dengan saya. Bukan, uang yang dicari tetapi, perjuangan mengharap Ridho kepada Allah.

 

Pertemuan dengan calon guru, Alhamdulillah kemarin (19/8/2018) bisa berjalan dengan lancar. Ada 4 calon guru yang datang. Mereka adalah Bilardo, Maulana, Nisa, dan Reni.

 

Keempatnya adalah mahasiswa. Antuias mereka sangat tinggi. Lillah-nya menjadi tujuan mereka untuk datang ke Masjid. Mereka sudah datang ke Masjid itu, memiliki penilaian sendiri buat saya. Disaat, mahasiswa sedang liburan kemerdekaan. Poin ini juga, yang harus saya nilai kepada mereka selain tes membaca Alquran.

 

Mereka membaca Alquran bagus. Secara teknik, mereka menguasai. Bahkan, memiliki pengalaman pernah mengajar mengaji untuk anak-anak.

 

Dalam pertemuan tersebut, saya didamping oleh keluarga saya (anak dan istri) ke Masjid untuk menyeleksi calon guru. Wawancara kepada mereka saya lakukan terbuka, berkaitan dengan waktu untuk mengajar anak-anak.

 

Demikian, kisah saya terkait tes wawancara dan baca Alquran kepada calon guru mengaji anak. Mohon doanya, semoga kajian anak bisa hidup di Masjid dekat rumah saya. Jadikan, perjuangan kajian ini untuk sarana berbuat baik kepada sesama. Semoga Allah meridoi. Amin.

 

Semarang, 20 Agustus 2018

• Saturday, August 18th, 2018

Setiap Pelatihan Selalu Bawa Buku

Oleh Agung Kuswantoro

 

Setiap ada acara pelatihan, saya selalu bawa buku. Pastinya, buku yang saya tulis.

 

Ngomong, nulis, dan menjual. Nulis sendiri. Terbitkan sendiri. Dan, jual sendiri. Itulah yang saya rasakan.

 

Terasa bahagia. Bisa melakukan seperti itu. Terlebih, tulisan saya, ada yang membacanya. Bahkan, dibuatkan semacam acara untuk membedah buku dengan cara pelatihan.

 

Isi buku terebut adalah praktik pengelolaan arsip dinamis yang digunakan dalam model pembelajaran.

 

Alhamdulillah dan bersyukur, itu yang bisa saya ungkapkan. Karena, bisa berbagi kepada mereka. Semoga ini menjadi amal baik, saya dan keluarga, serta lembaga. Amin

 

Perjalanan ke Semarang dari Surabaya. Ditulis di Bus.

11 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018

GILIRAN SURABAYA
Oleh Agung Kuswantoro

Entah apa yang terpikirkan oleh saya. Dulu (2014) saya pernah menjadi Pemakalah di UNESA.

Waktu itu Dekannya adalah Prof. Bambang. Saat acara pembukaan, saya duduk di belakang.

Saya tidak begitu mengenal beliau.

Ternyata, skenario Tuhan berkata lain. Setelah saya presentasi di Surabaya, ada orang yang sangat tertarik dengan konsep E Arsip Pembelajaran.

Konsep tersebut, saya membuatnya dalam sebuah program.

Beliau membeli buku saya. Saya menuliskan pada alamat ditujuan dengan Bapak Bambang.

Tak terbesit sama sekali, bahwa Bapak Bambang yang saya tulis adalah Dekan UNESA saat acara seminar 4 tahun yang lalu.

Saat saya bertanya kepada Bapak Bambang, terkait dengan posisi beliau mengapa membeli buku saya tersebut, saat itu.

Beliau menyebutnya Praktisi Pendidikan. Dalam hati saya masih penasaran.

Karena, jarang pembeli buku saya untuk program E Arsip Pembelajaran adalah seorang pemerhati.

Ternyata, beliau adalah Bapak Dekan waktu yang pernah saya lihat.

Sekarang, saya dalam perjalanan ke Surabaya atas undangannya.

Saya pun membawa buku saya untuk belajar bersama.

Rencana, saya belajar dengan guru-guru administrasi perkantoran Surabaya.

Tempat belajarnya di SMK Negeri 1 Surabaya.

Mohon doanya, semoga lancar. Amin

Semarang, 10 Agustus 2018
Ditulis di bus dalam perjalanan ke Surabaya

• Wednesday, August 15th, 2018

MEMBIASAKAN ALQURAN DI SAMPING KITA
Oleh Agung Kuswantoro

Apakah di ruangan Anda sudah ada Alquran? Apakah di mobil Anda sudah Alquran? Atau, apakah di kamar Anda sudah Alquran?

Jika belum, belilah. Lalu, taruh Alquran tersebut di tempat yang paling atas. Tujuannya agar terlihat.

Sehingga, ia akan menyapa kita untuk membacanya.

Betul. Itu yang saya rasakan. Coba, Anda mempraktikkan sendiri.

Apa yang terjadi saat Anda melihat, kemudian membacanya? Jawabnya adalah ketenangan batin.

Kita dapat membaca di mana dan kapan pun. Mengapa? Alquran ada di samping kita. Alquran akan memberi ‘suppot’ dalam jiwa kita. Cobalah!

Sarang, 10 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018

MENULISLAH
Oleh Agung Kuswantoro

Cara agar nama kita selalu dikenang adalah menulis. Menulis dari hal yang sederhana.

Menulis dari sesuatu yang Anda minati. Itu adalah yang termudah.

Suatu kebahagiaan bagi saya, saat ada orang mengapresiasi atas tulisan (baca:buku) saya.

Ia sampai minta surat keterangan, bahwa yang bersangkutan diizinkan untuk menggunakan program kearsipan yang saya buat.

Saya bangga tak terkira. Tulisan saya menjadi rujukan.

Sebaliknya, pernah dimaki atau dicemooh atas tulisan saya. Saya dianggap tidak tahu suatu konsep.

Ada orang yang memperlakukan seperti itu kepada saya. Saya hanya diam. Karena, dibalik makian/cemoohan ada juga, orang yang membela dan peduli saya.

Itulah tulisan. Sangat mengena dan mengenang. Oleh karenanya, mari menulis agar kita dikenang.

Menulis yang baik agar menjadi amal ibadah kita. Tabungan besok di Akhirat sebagai amal sholeh. Amin.

Lasem, 10 Agustus 2018
Ditulis di bus menuju Surabaya

• Wednesday, August 15th, 2018

Pembicara Tunggal


Oleh Agung Kuswantoro

Menjadi pembicara tunggal, dimana materinya berupa teori dan praktik itu bukanlah hal mudah. Saya harus menyiapkan segala keperluannya.

E Arsip Pembelajaran adalah karya saya dan Trisna Novi Ashari. Berhubung Trisna-sapaan Trisna Novi Ashari- tidak bisa menghadiri pada kegiatan hari ini (11/3/2018) di Surabaya. Maka, saya menyiapkan segalanya.

Dalam menyiapkan, mulai rencana hingga akan pelaksanaan itu harus detail. Misal, menyiapkan contoh surat, buku, pemberangkatan ke lokasi, edit file, dan persiapan yang lainnya.

Jika saya, bukan seorang yang bekerja di Pagi hingga Sore, mungkin hal ini tidak masalah. Namun, karena aktivitas di kampus yang padat, sehingga persiapan seperti di atas, mengalami kendala. Yaitu, waktu.

Namun, tidak masalah. Saya jalani saja. Di bus, saya membuka laptop untuk menyiapkan hingga mengedit. Saya atasi sedikit demi sedikit, permasalahannya.

Bawaan yang banyak, saya kurangi. Lalu, pemberangkatan lokasi pun saya berangkat agak pagi/gasik.

Ada pengalaman yang menarik saat saya berangkat ke Surabaya, karena persiapannya kurang. Sehingga, kurang konsentrasi di jalan. Apa itu? Kesasar. Kebetulan, tiba di Surabaya tengah malam. Jadi, rasa capek dan mengantuknya masih terasa, akibat macet panjang di Demak. Itulah pengalaman saya yang mengena saat menjadi pembicara tunggal.

Apa pun yang terjadi harus dijalani dan dinikmati. Yakin saja, ini adalah cara Allah akan memberikan suatu kemudahan bagi hambanya. Amin.

Surabaya, 11 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018

Berbagi Dakwah


Oleh Agung Kuswantoro

Dakwah jangan sendiri. Prinsipnya, ingin masuk surga ajak orang lain. Jangan masuk surga itu sendirian. Mengapa? Agar orang baik di sekitar kita banyak.

Cara itulah yang saya gunakan yaitu berbagi dakwah. Saat ini, saya sedang menghidupkan lagi kajian “TPQ”.

Dulu, saya dan istri yang mengelolanya. Mulai yang menyiapkan tempat, menjadi guru ngaji, hingga membuat rapot-nya. Namun, karena ada sesuatu hal, saya tutup kajian tersebut.

Alhamdulillah, sekarang “hidup” lagi TPQ-nya. Berbekal pengalaman masa lalu, saya memakai strategi sebagaimana di atas. Yaitu, berbagi dakwah.

Saya mengidentifikasi semua kegagalan yang pernah saya lakukan dalam mengelola kajian. Salah satunya, adalah faktor kesiapan guru dan perhatian orang tua.

Dua point inilah yang saya tekankan dalam berbagi dakwah. Pertama, Kesiapan guru. Saya mengajak kepada mahasiswa untuk membantu mengelola kajian. Ada Maulana dan Bilardo. Alhamdulillah mereka siap untuk menjadi guru mengaji.

Kedua, Perhatian orang tua. Saya mengajak kepada orang tua/wali anak untuk juga berdakwah. Dengan cara apa? Meningkatkan perhatian kepada anak dan aktif dalam mengelola kajian. Aktif dalam mengelola kajian, seperti membuat struktur organisasi, menentukan arah/tujuan kajian.

Jadi, dalam penentuan tujuan kajian, orang tua/wali dilibatkan. Bukan dari saya saja. Cara termudah bagi saya yaitu mengharapkan mereka dalam komunitas/grup.

Dalam grup tersebut mendiskusikan tentang kendala. Mereka/orang tua aktif memberikan alternatif-alternatif solusi terkait permasalahan yang terjadi.

Saya sebagai pengelola, mengajak kepada mereka untuk “berbagi dakwah”. Itulah yang saya maksudkan berbagi dakwah, yaitu masuk surga secara ramai-ramai. Ajak Saudara, tetangga, dan orang-orang yang peduli/berjuang di agama Allah.

Semarang, 10 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018

GHOIN, BUKAN GHIN
Oleh Agung Kuswantoro

Ghoiril Maghdubi alaihim. Saat saya belajar ayat ini dengan Jamaah, ada yang menarik.

Ada seorang Jamaah melafalkan dengan GHIRIL. Mendengar ucapannya seperti itu, kemudian saya mendampinginya dengan GHOIRIL.

Saya berpikir sejenak. Mengapa ada yang melafalkan seperti itu?

Tebakan saya, ada kebanyakan orang menganggap bahwa huruf Hijaiyah itu mati. Padahal, semua huruf hijaiyah itu hidup.

Misal, alif lammm mim. Tidak mengatakan. Alif. Lam. Dan, Mim.

Tetapi, disebutkan dengan jelas. Alif lammm Miimmmmmm.

Atau, Yasin. Dibaca Ya Siiin. Bukan, Yasin.

Senada dengan itu adalah GHOIN. Bukan, GHIN.

Membacanya pun harus hidup. GHOIRIL MAGDU. Bukan, GHIRIL MAGDU.

Ini pertanda huruf GHOIN itu hidup, bukan mati. Contoh yang mati adalah GHIN.

Sekarang, kita cari lagi huruf Hijaiyah yang serupa dengan itu. Lalu, praktikan cara membacanya. Coba apa? Lalu, seperti apa bacanya?

Waallahu ‘alam

Semarang, 13 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018
AMIN
Oleh Agung Kuswantoro

Waladholliiin. Amin.

Itulah kalimat yang harus kita lafalkan setiap selesai mengucapkan surat Alfatihah.

Namun, apakah Anda memahami arti kalimat tersebut?

Berdasarkan guru saya mengaji, bahwa Amin memikili arti ISTAJIB DUANA. Yang bermakna, kabulkanlah doa kami.

Walaupun kalimatnya hanya satu yaitu Amin. Tetapi, artinya panjang.

Sehingga, saat ada orang berdoa, kita dianjurkan untuk melafalkan Amin.

Misal, imam berdoa. Lalu, kita mengamini. Bukan, sama-sama berdoa saat itu. Tetapi, mengamini.

Berbeda, saat kita berdoa sendiri. Setelah berdoa, kita akhiri dengan lafal Amin.

Sehingga, saat di daerah saya. Ketika, malam Jumat. Imam berdoa. Jamaah mengamini dengan lagu Jawa, seperti berikut:

Amin Ya Allah Robbal Alamin. Mugi-mugiyo disembadani. Panyuwun kula Allah dumateng Gusti. Allah Amin. Amin. Amin. Amin. Amin.

Itulah, makna Amin. Biasakan setiap ada Iman berdoa membaca Amin. Jangan diam. Atau, mbatin saja. Karena, Amin bisa mempercepat terkabulnya doa. Sebagaimana, makna Amin.

Wallahu ‘alam

Semarang, 14 Agustus 2018

• Wednesday, August 15th, 2018

Kuliah perdana di Pagi dan Siang. Sorenya, bekerjasama dengan orang tua santri membahas ngaji anak-anak di Masjid.

Kepada siapa lagi, kita akan mendapat doa saat kelak kita meninggal dunia? Kecuali dari anak kita. Yuk, ajak anak untuk mengaji sejak dini.