Ramadhan Ngaji “Pasaran” Kitab Sollu ‘Alaih di Pondok Pesantren Kauman Salafiyah Pemalang
Oleh Agung Kuswantoro
Ramadhan tiba, saat membuka (baca:tadarus) beberapa kitab/buku yang saya punya. Biasanya, saya membuka kitab yang pernah mengaji saat ngaji “pasaran” di Pondok Pesantren Kauman Salafiyah Pemalang.
Di pondok yang terletak di ‘jantung’ kota Pemalang tersebut, berbagai aktivitas kajian kitab dilaksanakan dari ba’da/setelah Subuh hingga ba’da Tarawih. Kajiannya berbeda-beda berdasarkan kitab.
Seingat saya, kitab yang saya baca ini adalah kajian habis sholat Tarawih. Biasanya dimulai pukul 20.45 – 21.45 WIB. Lokasi di depan serambi utama pondok pesantren putri Salafiyah, Kauman Pemalang.
Kitab yang digunakan bernama “Sollu ‘alaih”. Kitab yang berhalaman 36 lembar tersebut bertuliskan semua Arab. Orang menyebutnya “Kitab Kuning”.
Cara mengajinya, penyaji membacakan memaknai, dan menerangkan. Kemudian santri mengabsahi (baca:menulis) atas makna-makna yang berbahasa Arab tersebut.
Yang mengampu adalah KH. Drs. Moh. Romadlon Zuhdi. Ia/KH. Drs. Moh. Romadlon adalah putra KH. Sya’ban Zuhdi (almarhum). Ia juga, pengasuh di pondok pesantren yang berbasis Salafiyah tersebut.
Saya menyebutnya “pakar tauhid”. Saya sangat menyukai akan ilmu dan informasi yang disampaikan ke santri. Bisa dikatakan, saya belajar tauhid bersumber darinya. Enam tahun saya belajar tauhid dengannya.
Dalam penyampaiannya ‘padat’ dan ‘berisi’. Kalimat khas yang sering digunakan adalah ‘takon’. Artinya, tanya. Kalimat tersebut digunakan usai menerangkan materi. Tujuannya membuka sesi diskusi.
Saya mengaji kitab Sollu ‘alaih per tanggal 9 Desember 1999/1 Ramadhan 1420 H. Dan, khatam/selesai tanggal 21 Desember 1999/13 Ramadhan 1420 H. Mengaji kilat 13 hari. Khatam kitab mulai dari awal dan akhir dalam bab kitab tentang keutamaan sholawat Nabi tersebut.
Jujur, sewaktu mengaji kitab tersebut, saya tidak memahami akan “isi/pesan’ kitab tersebut. Saya hanya mengaji, mengaji, dan mengaji saja.
Namun, seiring perjalanan waktu, saya rutin membuka kitab-kitab. Misal, kitab tersebut sudah 21 tahun ‘ditangan’ saya. Kitab seharga waktu itu Rp. 3.200,00; saya baca hingga sekarang. Alhamdulillah, saya sedikit-sedikit bisa memahami ‘isinya’.
Memang, ilmu itu tidak ‘mengikat’ waktu. Dulu, tidak paham. Sekarang paham. Yang penting mau ngaji dulu. 21 tahun lalu, mengingatkan perjuangan mencari ilmu. Saya tiap hari datang ke pondok pesantren Salafiyah dari rumah naik sepeda. Saya nikmati saja. Biasanya, kalau malam, saat pulang, saya melewati penjual grombyang di Pasar ‘Anyar’ Pemalang.
Waktu pasti tidak akan terulang. Yuk, para pemuda, semangatlah cari ilmu. Yang penting mengaji dulu. Mau ngaji, sek. Ora paham, gapapa. Insya Allah, manfaatnya sangat banyak, mengaji itu. Yang belum Anda ketahui saat ini, kelak melalui mengaji, Anda akan menjadi paham. Belajarlah! Semangatlah!
Semarang, 7 Mei 2020
Ditulis di Rumah jam 06.30 – 07.00 WIB.
Recent Comments