Satu Desa Satu PAUD, Dimana PAUD Di Desa Saya?
Oleh Agung Kuswantoro
Menyimak diskusi kebijakan pendidikan mengenai Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menjadikan saya belajar, bahwa betapa penting pendidikan anak pra sekolah itu. Memang tujuannya lebih pada neuron synapse, dimana menekankan kegiatan yang merangsang reaksi fisik dan pengenalan lingkungan.’
Berbagai referensi yang saya baca, ternyata, permasalahan PAUD itu sangat kompleks mulai dari terbatas pendidik, terbatas sarana dan prasarana, rendahnya partisipasi masyarakat.
Untuk poin terbatas sarana prasarana dan terbatasnya pendidik serta kependidikan itu menurut saya wajar. Namun, untuk poin rendahnya partisipasi masyarakat terhadap pendidikan usia 3-4 tahun itu yang menjadi perhatian kita.
Misal, di daerah saya, ada PAUD. Namun yang mengelola yayasan pendidikan/lembaga pendidikan. Bukan, desanya. Padahal, pemerintah menargetkan satu desa satu PAUD. Mengapa, bukan “desanya” yang membuat PAUD?” Namun, justru lembaga pendidikan di tempat tersebut.
Jika tidak salah, saya pernah mendengar, bahwa ibu-ibu PKK adalah penggerak didirikannya PAUD. Tempat yang dekat dengan sarana ibadah diutamakan didirikannya PAUD.
Berdasarkan pengamatan saya, bahwa anak-anak di daerah saya itu, menyekolahkan anak di PAUD, justru di desa lain. Tidak di desa, ia tinggal. Artinya, apa? Mereka tidak memilih PAUD yang sedesanya. Mereka memilih PAUD yang dari luar desanya. Mungkin, karena sesuatu hal, bisa juga alas an, mutunya.
Menurut saya, yang perlu ‘digarap’ oleh pemerintah adalah melatih ibu PKK sebagai penggerak mengelola PAUD. Mereka sebagai tumpuan dalam mengelola PAUD di desanya. Jika ini teratasi, maka masalah terbatasnya pendidik bisa (sedikit) terselesaikan. Yaitu, dengan mengangkat ibu-ibu PKK – pastinya yang berpendidikan – sebagai guru PAUD.
Dengan cara seperti itu, harapannya anak usia dini bisa bersekolah di PAUD yang didirikan oleh ibu-ibu PKK di desanya. Syukur, tempat tersebut dekat dengan sarana ibadah.
Saya yakin dengan cara ini, anak-anak desa bisa bersekolah. Mengapa? Karena dekat rumah. Di desanya, ada PAUD. Gurunya, adalah orang warganya sendiri. Sudah kenal. Kemudian, tempatnya pasti tepat/strategis. Namanya saja yang mengelola ibu-ibu PKK, jadi lebih mudah dalam menentukan tempat strategis.
Keberadaan PAUD perlu didukung oleh ‘pejabat desa’. Lembaga pendidikan yang terkecil agar bisa terkelola dengan baik di desanya.
Itulah, pemikiran sederhana saya mengenai PAUD. Satu desa, satu PAUD. Caranya, ibu-ibu PKK sebagai ‘penggeraknya’. Pasti, tempat PAUD strategi karena yang mengelola orang “asli” desanya. Sehingga, harapannya anak-anak dapat ‘mengenyam” pendidikan PAUD. Dimana itu? Di desanya yang dikelola oleh ibu-ibu PKK.
Semarang, 10 Mei 2020
Ditulis di Rumah jam 05.00 – 05.30 WIB.
Recent Comments