Bermaulud Di Masa Pandemi Covid-19
Oleh Agung Kuswantoro
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. al-Ahzab: 21].
Hari Ahad kelak (18 Oktober 2020) telah masuk bulan Maulid. Umat Islam di seluruh dunia akan merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW/Maulid Nabi.
Maulid Nabi tahun 2020/1442 Hijriah ini, berbeda dengan tahun lalu. Yang membedakan adalah dirayakan dalam situasi pandemi Covid-19. Anjuran pemerintah tentang protokoler kesehatan tetap diterapkan. Artinya, bermasker, menghindari kerumunan, rajin cuci tangan, dan jaga jarak itu wajib diterapkan.
Pengurus masjid pun harus tanggap dan cerdas menanggapi situasi ini. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan panggung yang megah harus dihindari. Karena, bertentangan dengan keadaan saat ini.
Lalu, bagaimana merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW saat pandemi Covid-19 ini? Ada beberapa perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di saat Pendemi Covid-19 yaitu:
Pertama, membaca sholawat melalui kitab al-Barzanji atau ad-Diba’. Bacalah sholawat tersebut di rumah atau di masjid. Rutinkan tiap hari mulai tanggal 1 Robiul Awal hingga 12 Robiul Awwal.
Insya Allah, Masjid Nurul Iman Sekaran tetap melaksanakan pembacaan al-Barzanji atau ad-Diba’ tiap habis maghrib. Yang hadir tidaklah banyak, sehingga syarat protokoler kesehatan, tetap terpenuhi.
Sholawat bisa juga dilakukan di rumah. Ajak anak, istri, suami, dan orang yang ada di rumah dengan bersholawat Nabi Muhammad SAW berharap dan memohon keberkahan atas keselamatan hidup melalui sholawat Nabi.
Kedua, membaca buku/kitab mengenai biografi Nabi Muhammad SAW. Siroh Nabawwiyah. Atau, tarikh/sejarah. Tujuan membaca buku adalah mengikuti perintah Allah agar menjadi hamba yang ber-Tuhan. Sebagaimana perintah Allah “Iqro”. “Bacalah” orang yang membaca, sejatinya sedang menyebut nama Allah. Mulailah membaca dengan menyebut nama Allah. Bismillahirohmanirrohim.
Melalui membaca, kita dapat merasakan dan menghayati akan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Lahir saja, sudah yatim. Yang menyusui saja, bukan ibunya. Masa kecil, sudah berjuang dengan menggembala kambing. Masa remaja sudah menikah muda pada usia 25 tahun. Pada usia 35 tahun, sudah bermasyarakat dengan baik. Dan, pada usia 40 tahun, fokus pada ibadah dalam hidup di dunia.
Mari bandingkan dengan rentang usia pada sebagian besar orang saat ini. Lahir, dengan orang tua lengkap. Anak diasuh oleh nenek kakeknya, meskipun orang tuanya hidup. Masa anak-anak dididik dengan “godaan” game HP/media sosial/youtube. Masa remaja, kurang tangguh/mandiri. Pada umur 25 tahun atau sudah remaja, namun belum berani untuk menikah. Pada usia 35 tahun, belum tentu bersosialisasi dengan masyarakat. Dan, pada usia 40 tahun, belum tentu fokus untuk beribadah.
Apa penyebab perbedaan rentang usia Nabi Muhammad SAW dengan rentang usia sebagian besar orang saat sekarang? Jawabnya, cara pandang orang tersebut. Nabi Muhammad SAW fokus tertuju kepada Allah. Meskipun, godaan tetap ada. Buktinya, Nabi Muhammad SAW pernah menjadi target pembunuhan saat peristiwa hijrah. Sasaran “empuk” untuk pembantaian orang Quraisy.
Nabi Muhammad SAW juga pernah terluka dan berdarah giginya saat berperang. Artinya, kejadian manusiawi—target pembunuhan dan terluka hingga berdarah—itu dalam dirinya. Karena, tujuan hidupnya adalah Allah. Maka, Allah pun akan melindunginya.
Sekarang, cara pandang /tujuan hidupnya tidak tertuju kepada Allah. Mau makan, harus bekerja mati-matian. Mau sukses, tidak memandang norma-norma yang ada. Berteman tidak memperhatikan akhlak yang diajarkan. Lalu, apa yang terjadi? Tidak berkah dan suksesnya pendek, hidupnya.
Dalam agama Islam itu ada iman. Nabi Muhammad SAW selalu menggunakan otak kanan dalam menjalankan kehidupannya. Contoh bekerja otak kanan adalah orang bisa pergi ke Jakarta dalam waktu lima menit. Orang bisa hidup, walaupun tanpa makan hingga 309 tahun. al-Qur’an memberikan contoh seperti itu.
Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan berkilo-kilo meter, saat Isro’ Mi’roj dalam waktu tempuh semalam saja. Sahabat Kahfi tidak makan selama 309 tahun di Gua bisa hidup, dengan cara Allah menidurkan mereka. Itulah, contoh bekerja berpikir otak kanan.
Namun, otak kiri selalu mengatakan: “orang bisa ke Jakarta dengan jarak tempuh minimal 6 jam, jika berangkat dari Semarang melalui jalur tol”. “Orang tidur maksimal itu 8 jam”. Itulah, contoh bekerja berpikir otak kiri.
Dalam hidup di dunia, keseimbangan antara otak kiri dan kanan itu ada. Jangan terlalu kiri sekali. Atau, jangan terlalu dunia sekali. Dan, jangan terlalu kanan sekali. Atau, jangan terlalu akhirat sekali. Seimbang saja.
Orang yang sudah menikah, lalu bisa punya keturunan itu pasti. Logika dunia mengatakan berlaku seperti itu. Namun, jika ada orang yang sudah menikah, tetapi belum diberi keturunan, maka hal tersebut berarti ada masalah. Itulah logika hidup di dunia. Logika otak kiri dalam bekerja.
Lihatlah, Siti Hajar yang mengalami peristiwa serupa. Namun, dalam menyelesaikan kehidupannya memberikan solusi dengan otak kiri dan otak kanan. Secara umur itu tidak mungkin. Karena, beliau sudah sepuh/tua. Atas izin Allah SWT, Siti Hajar diberi keturunan. Sholeh pula. Nabi Ismail, namanya. Apa usahanya? Beriman dan berilmu. Ngamalkan atas ilmu agama yang didapat.
Melalui Maulid Nabi Muhammad SAW, mari budayakan Iqro. Membaca. “Membaca” apa pun. Termasuk, “membaca” situasi masjid. “Membaca” bagaimana pelaksanaan sholat, adzan, kegiatan dan program-program dalam suatu Masjid. “Membaca” dimaknai melihat. Mari “isi” kekurangan dari yang ada. Pastinya, sumber bacaannya adalah al-Qur’an, al-Hadist, dan buku/kitab yang valid.
Demikian tulisan singkat ini. Ada beberapa simpulan, yaitu:
1. Bulan maulud segera tiba. Persiapkan bekal kita untuk menyambutnya.
2. Bacalah sholawat Nabi Muhammad SAW dengan ber-al-Barzanji atau ber-ad-Diba’ usai habis maghrib.
3. Bacalah buku mengenai Nabi Muhammad SAW/Siroh Nabawwiyah. Atau, tarekh/sejarah Nabi Muhammad SAW.
4. Tirulah sosok Nabi Muhammad SAW dalam menjalani hidup. Tidak selalu menggunakan akal kiri untuk mencapai kesuksesan. Namun, Nabi Muhammad SAW juga menggunakan otak kanan untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk diri saya dan para jamaah. Amin. []
Semarang, 14 Oktober 2020.
Ditulis di rumah jam 05.00 – 05.45 WIB.
Materi akan disampaikan di Masjid Nurul Iman, Jum’at 15 Oktober 2020 jam 12.00 WIB.
Recent Comments