Pakde Jawi (KH. Drs. Chamzawi Saichun): Pendakwah Yang Disiplin
Oleh Agung Kuswantoro
1 Januari 2012 adalah waktu saya pertama kali mengenal KH. Drs. Chamzawi Saichun – terkenal dengan nama dakwah – KH Drs Chamzawi Syakur – adalah Pakde dari istri saya (Lu’ lu’ Khakimah)/kakak dari mertua saya (Siti Jaesiyah).
Yang saya “tangkap” sosok dari Pakde sejak pertemuan pertama saya hingga saat ini adalah Pakde seorang pendakwah yang disiplin. Bisa dikatakan pendakwah yang sangat memahami makna sebuah waktu. Hampir 24 jam waktu tidak ada waktu menganggur. Semua digunakan untuk dakwah dari keluarga, masyarakat, dan bangsa ini.
Sebagai dosen, Pakde sangat kuat dalam keilmuannya. Saya sebagai saudaranya kerap berdiskusi mengenai strategi dakwah. Pemikiran dan pendapatnya penuh ilmu dan makna. Strategi komunikasi dakwahnya sangat jitu. Ampuh. Bisa jadi, berupa kalangan tertentu yang bisa memahami strategi yang bisa memahami “strategi” jitunya.
Disiplin yang saya maksud, dimaknai juga adalah disiplin dalam bersilaturahim. Silaturahim dengan kerabat di Sulang Rembang sangatlah kuat. Hampir minimal setahun sekali, saya bertatap muka dengan Pakde dan keluarganya dari Malang.
Pertemuan terakhir dengan Pakde dengan adiknya (ibu mertua saya) adalah saat mertua saya aka umroh (5 Agustus 2023). Entah kenapa, Pakde menemui ibu mertua saya yang sedang di Bandara Juanda Surabaya untuk pemberangkatan ke Mekkah. Sedangkan Pakde kapundut (baca: wafat) hari Rabu, 16 Agustus 2023).
Bisa jadi, itulah “firasat” seorang kakak kepada adik untuk kepergian selama-lamanya. Saat ibu mertua sedang menjalankan ibadah umroh di Mekkah, ada kabar bahwa Pakde meninggal dunia. Serentak kabar duka itu pun “menyebar” dengan cepat di grup-grup WA. Saya pun mendapat kiriman dari guru dan sahabat saya melalui WA yaitu Prof. Ngainun Naim dan Mas Halim (Abdul Halim Fathani).
Saya dan keluarga pergi ke Rembang untuk bertemu keluarga di Sulang Rembang. Lalu, kami berangkat ke Bandara Juanda Terminal 2/T2 pada Kamis (17 Agustus 2023) sekaligus menjemput Mbah Uti (mertua saya) yang sudah selesai menunaikan ibadah umroh. Setelah bertemu Mbah Uti di Bandara Juanda, kami lanjutkan takziah ke Malang.
Di Malang kami bertemu dengan Bude Sri/istri KH Chamzawi di rumah duka. Setelah itu, kami bertakziah ke makam Pakde. Hanya doa yang kami panjatkan ke tempat peristirahatan terakhir Pakde. Doa langsung dipimpin oleh Mbah Uti. Setelah itu dari makam Pakde, kami kembali ke UIN Malik Ibrahim (bertemu bude) untuk pamit pulang ke Rembang.
Saya dan keluarga (istri dan kedua anak saya) pada tanggal 25 – 26 Januari 2020 pernah ke Malang saat Kopdar Sahabat Pena Kita/SPK menyempatkan “mampir” ke saudara di Malang, salah satunya ke rumah Pakde. Alhamdulillah saya bisa bertemu dan bersilaturahim dengan Pakde dan keluarga. Sebelumnya, saya juga pernah menginap semalam di rumahnya saat saya ada acara di UB (Universita Brawijaya).
Saya banyak belajar dari sosok Pakde. Hal yang paling kuat adalah dalam diri Pakde adalah dakwah. Pakde memiliki santri yang sangat banyak. Pakde adalah pengasuh Pondok Pesantren (Ma’had Al Jami’ah Al-Aly) UIN Malik Ibrahim Malang.
Selain itu, aktif dalam berorganisasi NU dan MUI Kota Malang. Tercatat sebagai Rois Syuriyah Cabang Nahdatul Ulama (NU) Kota Malang dan wakil ketua umum MUI Kota Malang.
Semangat untuk berbagi ilmu adalah bagian dari hidupnya. Mengapa Pakde bisa “sesukses” seperti itu? Karena disiplin dalam hidupnya yaitu disiplin berilmu, disiplin berorganisasi, disiplin bermasyarakat, disiplin berdakwah, dan disiplin bersilaturahim.
Semoga Pakde, selalu dan insya Allah mendapatkan tempat terbaik disisi Allah. Terima kasih atas khutbah nikahnya saat pernikahan saya dan istri, serta doa-doa yang dipanjatkan hari pertama pada tahun 2012 (1 Januari). Itulah hari pertama saya mengenal Pakde dan keluarga. Terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan kepada kami. Alfatihah. []
Semarang, 19 Agustus 2023
Ditulis di Rumah jam 19.30 – 19.45 Wib.
Recent Comments