Mengapa Ilmu Sering disebutkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist?
Oleh Agung Kuswantoro
“Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” (QS. Al-Mujadilah:11).
Ayat yang saya bacakan di atas, menjadi sebuah pertanyaan: “Mengapa al Qur’an (dan termasuk al hadist) banyak menyebutkan/membahas tentang keutamaan sebuah ilmu? Atau, mengapa bahkan dalam kitab-kitab agama menjelaskan bab ilmu di bab awal (seperti Ihya ulumuddin? Atau, mengapa ada kitab yang membahas secara khusus tentang ilmu seperti kitab ta’lim muta’alim?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada beberapa jawaban:
Pertama, Ibnu Abbas ra. dalam kitab Ihya Ulumuddin mengatakan orang yang berilmu memiliki keunggulan 700 derajat di atas orang yang beriman, yang mana jarak antara dua derajat adalah perjalanan 500 tahun. Berarti 700: 2 = 350 derajat. 350 derajat x 500 = 175.000 tahun.
Maknanya, bahwa derajat orang yang mencari ilmu sangat tinggi. Ada yang mengatakan lebih tinggi dari iman.
Kedua, secara kaidah nahwu bahwa antara orang yang beriman dan orang yang berilmu setara (‘itlaqul jami’). Yang artinya, menyimpulkan ma’thuf dan ma’thuf alaih dalam hukum dan irobnya. Dalam ayat 11 surat Al Mujadilah, ada kalimat walladzina u tul ilma, wa disinilah yang dimaksud wawu athof. Bisa dikatakan: agar kita beriman tuntutlah ilmu.
Ketiga, pengetahuan manusia sangat terbatas, sedang pengetahuan Allah Maha Luas. Pengetahuan Allah rinci tidak berubah dan tidak salah. Sedangkan pengetahuan manusia sangat terbatas, bisa salah sehingga berubah, kendati pengetahuannya itu dinamai hakikat ilmiah. Karena para ilmuan sepakat bahwa hakikat ilmiah tidak lain, kecuali kesepakatan ilmuan dalam satu masa menyangkut satu persoalan.
Kesepakatan itu berpotensi untuk mereka jika ada pandangan baru sebelum tahun 2006, jumlah planet dalam tata surya dinyatakan oleh ilmuan sebanyak 9 buah. Lalu, setelah itu dikeluarkan satu, yaitu planet Pluto, sehingga jumlahnya menjadi 8 planet. Tapi, dalam saat yang sama ditambah dengan sejumlah planet “kerdil”. Demikian hakikat ilmiah yang disepakati sebelumnya berubah.
Demikian juga dalam teori manajemen ada: teori manajemen klasik, neoklasik, ilmiah sistem, dan kontingensi. Masing-masing teori memiliki kaidah dan tokoh, dimana isi teorinya berubah. Mengapa berubah? Karena kesepakatan para ahli/tokoh yang membidanginya tersebut.
Keempat, ilmu bersumber dari Allah. Sedangkan segala yang bersumber dari Allah itu baik, maka ilmu itu cahaya (al ‘ilmu nurun) yang menerangi jalan manusia. Ada ulama yang mengatakan ilmu bukanlah yang Anda peroleh melalui proses belajar mengajar, tetapi ilmu cahaya yang dianugerahkan dan dicampakkan Allah ke hati siapa yang dikehendaki-Nya. Cahaya (nur) inilah yang membimbing manusia dan perisai baginya menghadapi tantangan.
Dari keterangan ini maka kalimat iman dalam surat al Mujadilah ayat 11 harus disematkan yaitu orang yang berilmu, harus dikuatkan ilmunya. Jika orang berilmu tnpa iman, maka keburukan atau kerusakan yang akan dialaminya. Misal, orang pinter tapi korupsi. Siswa/mahasiswa pandai, tapi suka nyontek/copi paste, orang ahli IT, namun suka menipu atau menghecker suatu program. Nah disinilah kunci iman berperan.
Kelima, menurut Ali bin Abi Thalib dalam Kitab Usfuriyah bahwa dari ke-10 kelebihan ilmi, disbanding harta adalah ilmu mampu menjaga orang yang mempunyai. Ada pakar yang mengatakan bahwa era saat ini, modal berupa uang/money, bukanlah satu-satunya yang menjadi pemenang. Tapi, ada modal yang sangat berarti yang modal berupa manusia. Salah satunya adalah pendidikan
Human capital atau modal berupa manusia melalui pendidikan, pengetahuan, kreatifitas, pelatihan, kemampuan, keahliaan/expert, dan kepemimpinan. Jadi, apa yang disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib ra sangat tepat bahwa dengan ilmu, manusia menjadi “terlindungi” dan kuat. Namun dengan adanya harta, manusia harus melindungi.
Demikian 4 poin pentingnya ilmu yaitu:
- Orang yang berilmu derajatnya lebih tinggi daripada orang beriman. (Ibnu Abbas dalam Ihya Ulumuddin).
- Orang yang berilmu setara dengan orang yang beriman (pendekatan kaidah nahwu).
- Pengetahuan manusia itu terbatas, sehingga butuh ilmu. Dalam perkembangannya, teori pun berubah.
- Ilmu bersumber dari Allah. Segala sesuatu yang bersumber dari Allah, pasti baik. Ada orang berilmu, tapi buruk akhlaknya, maka yang dicek adalah imannya. Karena ilmu itu pasti baik karena bersumber dari Allah.
- Ilmu adalah penjaga manusia. Ilmu adalah letak dari seluruh modal untuk sukses. Pendidikan adalah bagian dari human capital.
Mari kita bersemangat untuk belajar, dan menghormati sebuah ilmu dengan membaca, diskusi, dan bertanya kepada yang ahli. []
Semarang, 25 Agustus 2023
Ditulis di Rumah jam 03.30 – 04.00 Wib. Disampaikan di Masjid Assidiqi kompleks Rektorat Universitas Negeri Semarang, Jumat 25 Agustus 2023.
Recent Comments