Tiap orang pasti melakukan komunikasi. Salah satu komunikasi yang digunakan oleh manusia adalah surat. Kelebihannya karena simple, relatif murah dan intim (berasa). Kekurangannya adalah membutuhkan waktu dalam menyampaikannya.
Surat memiliki dua segi yaitu eksplisit dan implisit. Implisit terlihat dari sampul kertas, kerapian, dan tulisan. Eksplisit terlihat dari bahasa, gaya bahasa, dan maknanya.
Menilai surat seperti memaknai orang. Orang memiliki dhohir dan bathin. Dhohir berupa anggota tubuh manusia sedangkan bathin berupa hati.
Orang yang tampan atau cantik itu tidak cukup, jika hatinya buruk. Orang akan memuji jika hatinya baik, meskipun tidak memiliki wajah tampan atau cantik.
Demikian juga surat, orang akan menilai surat secara eksplisit atau bathin. Penerima surat akan menangis, jika surat tersebut menyiratkan kesedihan. Dia akan tersenyum, jika isinya menyiratkan kesenangan. Dia akan takut jika isinya berupa ancaman. Dia akan resah jika isinya mengandung keluhan.
Orang yang tersugesti oleh isi surat dan merasakan dampaknya, maka surat tersebut memiliki hati. Hati surat muncul dari pesan surat.
Tugas seorang pembaca surat adalah menyelami kedalaman pesan surat. Kedalaman ini terukur dari kata yang dipilih, penulisan kata, dan rangkaian kalimat yang digunakan penulis surat.
Juliet selalu menyimpan surat kekasihnya yaitu Romeo yang berisi sebuah pengungkapan rasa cinta. Dia mengarsipkan suratnya di tempat khusus. Logikanya, jika surat tidak berhati mengapa dia masih menyimpannya? Mengapa pula disimpan di tempat khusus? Sebaliknya, mengapa ada orang bunuh diri ketika membaca surat yang isinya berupa penolakan cinta? Mengapa pula, ada surat yang disobek atau dibakar?
Demikian pula surat yang ditulis oleh Presiden Soekarno (saat itu) kepada Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban/ Pangkopkamtib untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam mengatasi situasi keamanan yang buruk pada waktu itu. Surat sakti tersebut dikenal dengan nama Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret. Begitu berharganya pesan surat tersebut sehingga bangsa Indonesia mencatatnya bagian dari sejarahnya. Bagaimana jika surat itu hilang? Apakah nilai implisit dan eksplisit itu ada?
Jika surat itu disobek, dibakar, atau hilang maka nilai ada yang melekat dalam diri surat juga lenyap, baik secara implisit maupun eksplisit. Tidak ada artinya arti sebuah kertas atau tinta yang mahal tetapi penerima surat menghilangkan pesan surat. Surat menjadi tak
Itulah bukti bahwa surat punya hati. Semoga kita bisa pandai dan bijak menjadi penulis dan pembaca surat yang memiliki seribu rasa.
pernah dipublikasikan di ekspress Unnes
Recent Comments