Author Archive

• Monday, December 05th, 2016
 
Oleh Agung Kuswantoro
 
Pertemuan kita sekarang sudah memasuki pertemuan yang ke-14. Saya rasa pertemuan ini cukup. Seharusnya pertemuan sekarang ujian, karena materi-materi sudah diberikan sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
 
Yang menjadi permasalahan dalam perkuliahan kita adalah Sarana dan Prasarana. Atau keberadaan MESIN PERKANTORAN. Seperti biasa ini sebagai alasan klasik di sebuah lemabaga. Bahkan ada alat yang sudah umurnya lebih tua dibanding masa studi mahasiswa untuk menempuh strata satu.
 
Oleh karenannya untuk ujian kali ini saya, tidak akan membuat ujian praktek. Dimana ujian praktek sebagai kunci utama dari ujian tersebut. Lalu apa ujiannya? Membuat REFLEKSI. Refleksi dari apa? Dari bahan yang sudah diberikan oleh saya, kemudian disesuaikan dengan keadaan sekarang.
 
Misal, materi mesin stensil atau mensin pengganda, bahwa alah kita keadaannya seperti itu. Lalu, bagaimana yang diluar? atau keadaan mesin saat ini? Nah silakan dibuat refleksinya. Contoh lagi. Mesin cash regiter untuk mesin hitung yang kita punya ada casio dan sharp. Bagaimana keadaan dan perkembangan cash register di luar? Apakah masih digunakan? Apa kelebihan dan kelemahan dari mesin yang kita punyai serta tantangannya? Mesin laminating. Bagaimana keadaan mesin laminating saat ini? Apakah masih diguanakan mesin laminating yang kita punyai? Atau pertanyaan lainnya. Silakan buat refleksinya.
 
Dan contoh lainnya. Silakan buat refleksi dari setiap mesin yang kita punya dan saya ajarkan kepada Saudara. Itu sebagai ganti ujian praktek. Silakan kalau ada masukan.
 
Semarang, 5 Desember 2016
• Tuesday, November 22nd, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

TU Universitas sebagai tempat pencipta arsip sekaligus menyimpan arsip yang masuk di UNNES. Sebagai lembaga besar pasti memiliki arsip yang banyak. Oleh karenanya perlu ditata agar terkelola dengan baik. Keadaan sekarang, arsip aktif yang ada di TU Universitas tampak pengelolaan arsip perlu dibenahi. Terlihat arsip ada ditumpukan atas lemari, box-box kardus di atas lemari, arsip-arsip di mobile file yang belum tercatat, dan beberapa arsip yang ada pada pegawai belum terlihat rapi. Lalu, bagaimana model pengelolaan arsipnya?

 

Ada beberapa langkah kerjanya. Pertama, mengkhususkan arsip aktif di satu tempat. Tempat yang sangat memungkinkan adalah di ruang yang sekarang ada mobile file-nya. Arsip-arsip yang ada pada mobile file dipindah ke perpus lantai 1 – sebagai  calon kantor UPT Kearsipan – kemudian arsip aktif masuk ke ruang tersebut.

 

Kedua, perlu pencatatan arsip aktif saat masuk record center – nama tempat arsip aktif – TU Universitas. Berarti membutuhkan tenaga yang mencatat, siapa itu? Pastinya pemilik arsip aktif yaitu pegawai TU Universitas dengan pendampingan UPT Kearsipan.

 

Ketiga, pola klasifikasi harus diperhatikan. Pola klasifikasi yang ditentukan oleh UNNES dalam pengelolaan kearsipan adalah subjek. Subjek atau pokok masalah harus jelas, karena menyangkut arsip. Pokok masalah yang ada pada TU Universitas jelas berbeda dengan unit kerja lainnya. Saya belum mengecek pokok masalah yang ada di TU Universitas ada berapa jumlah pokok masalah yang digunakan.

 

Keempat, sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan. Memang tidak harus baru dalam menata arsip menggunakan peralatan kearsipan seperti filling cabinet dan box arsip. Perlu diskusi terkait sarana dan prasarana.

 

Kelima, saat pemindahan arsip di TU Universitas menuju perpustakaan lantai 1 membutuhkan tenaga yang “gotonggotong” arsip karena jumlahnya tidak sedikit, sehingga dibutuhkan koodinasi antar beberapa pihak.

 

Itulah beberapa catatan saat pengelolaan kearsipan aktif TU Universitas dibutuhkan banyak elemen yang terlibat seperti pegawai TU Universitas, UPT Kearsipan, cleaning service, atau bahkan asset (peralatan arsip) sehingga dibutuhkan koordinasi dari elemen yang terlibat. Tujuan kegiatan ini agar jelas pengelolaan arsip aktif TU Universitas mulai pencatatan, pemberkasan, penyimpanan, hingga penemuan kembali. Sehingga letak suatu arsip jelas mulai dari laci, guide, dan mapnya sebagai wujud pelayanan prima menuju good government di UNNES. Amin.

• Friday, November 11th, 2016

Oleh Agung Kuswantoro

 

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al ‘alaq : 1-5)

 

Seorang muslim seharusnya suka membaca. Namun, ironis Indonesia dimana penduduk yang banyak muslim, bahkan terbesar muslimnya di dunia, namun minat bacanya rendah. Berdasarkan survey UNESCO minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 %. Artinya dalam seribu masyarakat hanya ada 1 masyarakat yang memiliki minat baca. Minat baca masyarakat Indonesia sangat minim sekali. Dari 61 negara, Indonesia menempati peringkat 60. Ini artinya Indonesia masih setara dengan negara Afrika Selatan (www.gobekasi.pojoksatu.id. Data 19 Mei 2016).

 

Melihat data tersebut, dapat dikatakan keingintahuan masyarakat Indonesia terhadap suatu ilmu masih rendah. Padahal Allah memerintahkan membaca tak cukup sekali. Dalam satu surat saja ayat (1-5) perintah membaca ada dua kali. Maknanya, jika kita mebaca sekali, mungkin belum memahami. Kemudian kita baca ulang, maka barulah memahaminya.

 

Tujuan kepada siapa yang harus membaca, jelas pada orang muslim. Mengapa demikian? Karena al qur’an diturunkan kepada orang muslim. Tugas seorang muslim adalah mengamalkannya. Ternyata mengamalkan tidaklah mudah, dibutuhkan usaha dan langkah yang konkret.

 

Menengok ke belakang, ternyata semangat Nabi Muhammad SAW untuk membaca dimulai umur 40 tahun, semenjak ayat tersebut diturunkan. Posisi Nabi Muhamad SAW, bahkan ummi atau tidak bisa membaca dan menulis. Namun, meskipun umur 40 tahun, motivasi beliau sangat tinggi dengan bertanya kepada Malaikat Jibril. “Ma ana bi qori” atau “apa yang saya baca”. Ini menunjukkan bahwa kita dianjurkan untuk belajar.

 

Jika, kita membaca maka yang kita dapat berupa ilmu. Ilmu inilah menjadi kunci  atau tujuan yang akan diperoleh jika kita rajin membaca. Bahkan Allah menyandingkan orang yang berilmu dengan orang beriman sebagaimana firman Allah:”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat” (QS. 58 (Al mujadilah) : 11)

 

Berdasarkan ayat di atas, tegas sekali Allah menempatkan orang berilmu dengan beriman. Kata penghubungnya atau huruf athof-nya wawu atau wa. Huruf athof wawu memiliki keistimewaan tersendiri dari huruf athof lainnya, yaitu untuk melengkapi suatu pernyataan. Maknanya ayat di atas bahwa orang yang berilmu berfungsi untuk melengkapi pernyataan karena itu tidak boleh kita mengatakan “Allah meninggikan orang beriman saja” karena masih ada lanjutannya atau huruf athof-nya.

 

Lalu, muncul pertanyaan. Siapakah orang yang berilmu? Mari kita kaji. Bayangkan saja orang yang berilmu, pasti ada pembeda dengan orang yang belum berilmu. Dalam ilmu fiqih, ada istilah ‘alim dan ‘abid. ‘Alim atau yang berilmu dan ‘abid atau ahli ibadah. Jelas ada pembeda, antara ahli ilmu dan ahli ibadah.

 

Misal, ‘alim mengetahui suatu pekerjaan yang ia lakukan. Ia sholat. Ia mengetahui mana wajibnya, mana sunnahnya, mana rukunnya, mana syaratnya, mana haramnya, dan mana makruhnya. Ia sholat mengetahui rukun sholatnya mulai dari niat, takbirotul ihrom, baca al fatihah, rukuk, iktidal, hingga salam. Bahkan tidak cukup mengetahui, tetapi paham apa yang diucapkan, bahkan filosofinya, seperti takbirotul ihrom. Takbir yang diharamkan. Mengapa namanya takbir yang diharamkan? Karena setelah mengucapkan takbir tersebut, kita diharamkan untuk makan, minum, tidur, jalan, dan aktifitas lainnya. Haram untuk bertindak atau beraktifitas sebagaimana orang bekerja. Namun saat takbir, hanya satu perbuatan yaitu sholat. Dinamakan haram karena untk mensucikan atas perbuatan tersebut.

 

Alim atau orang berilmu mengetahui apa yang ia baca dan lafalkan, bahkan ada yang menangis. Lantas kita bertanya, mengapa orang tersebut hanya takbir saja bisa menangis? Jawabannya karena dia orang ‘alim. Ia mengetahui hakikat yang ia lafalkan. Ia pasti bisa membaca. Ia pasti dapat memaknai. Dan, ia pasti bisa menghadirkan hatinya dalam perbuatan tersebut.

 

Lalu, bagaimana dengan orang yang ‘abid atau ahli ibadah? Ia hanya melakukan saja. Ia sekedar melaksanakan dari apa yang ia ketahui. Ia belum memahami filosofi atau makna yang ia kerjakan. Sekedar melakukan saja. Jika ia takbir, ia hanya melakukan takbir. Tanpa mengetahui hakikat takbir. Bahkan ia tidak merasakan, apa yang ia ucapkan. Tak berasa, apalagi mengajak hati untuk berinteraksi dalam perbuatan tersebut. Apalagi menangis atau menyesali perbuatannya.

 

Singkatnya, ‘alim adalah orang yang gemar membaca. Ia rajin membaca apa saja. Ia merasa haus dengan informasi atau ilmu. Ia membutuhkan asupan. Asupan buku yang sangat berbobot. Jika ia ingin sholat yang khusuk, maka ia akan membaca buku fiqih. Jika ia ingin memahami al qur’an, maka ia akan membaca tajwid dan tafsirnya. Jika ia ingin mengetahui sejarah Nabi Muhammad SAW, maka ia akan membaca tarikh Nabi Muhammad SAW. Jika ia ingin pandai berbisnis, maka ia akan membaca buku tentang kewirausahaan. Jika ia ingin menjadi ahli publik speaking, maka ia akan membaca buku komunikasi. Dan ilmu-ilmu lainnya.

 

Maknanya, ilmu tak sekedar ilmu agama saja. Apa yang kita baca itulah ilmu.  Hanya penekanannya, bingkailah ilmu dengan iman. Apa pun ilmunya, jika ilmu dibingkai dengan iman, maka ilmu itu sesuai apa yang anjurkan oleh Rosululloh.

 

Misal, orang berjualan atau berniaga. Jika ia mengunakan ilmu, maka ia pasti jujur dalam menakar timbangan. Guru fisika mengenalkan gerhana matahari atau bulan kepada siswanya, maka ia akan mentasbihkan atau mensucikan ciptaan Allah. Seorang politikus saat berorasi, maka ia akan selalu memegang janji dan menjalankan amanah jabatannya. Itulah contoh sederhana ilmu apa pun yang dibingkai oleh iman.

 

Lalu, bagaimana dengan kita agar menjadi orang berilmu? Jawabannya, buatlah majlis-majlis ilmu dimanapun dan kapanpun. Bisa di indekos atau masjid, setiap seminggu sekali atau sebulan sekali. Tujuannya agar mengenal ilmu-ilmu Allah. Misal seminggu sekali atau ba’da subuh/ maghrib ada kajian agama yang membahas masalah sholat atau cara membaca dan memahami makna al qur’an. Agar kita semua mengetahui hakikat sholat itu sendiri. Kita mengetahui essensi sholat, hingga pada hukum-hukumnya. Jangan yang kecil dibesarkan, tapi yang besar, malah kita tidak mengamalkan. Memperdebatkan masalah qunut atau tahlil, tapi tidak mengetahui hakikatnya. Malahan yang bersangkutan tidak mengetahui dalilnya.

 

Demikian juga, belajar ilmu tajwid dan tafsir alquran. Apa itu idhar, idhom bi gunnah, idhom bila hunnah, ikhfa, mad, qonnah, dan yang lainnya. Belum lagi tanda baca, apa itu waqof dan apa itu wasal. Atau bacaan-bacaan aneh atau ghorib seperti imalah, bacaan ana, saktah, dan lainnya.

 

Pastinya, ini semua Allah menciptakan bacaan-bacaan itu ada maksudnya. Itulah tuntutan orang Islam agar belajar atas ilmu-ilmu Allah. Sehingga wajar jika ada orang membaca atau mendengarkan al qur’an ada yang menangis hatinya dan air matanya. Itu karena ia orang berilmu. Ia paham akan apa yang dibaca, diucapkan, dan dimasukkan dalam hati, serta mempraktekkannya.

 

Bagaimana dengan kita? Marilah belajar dan membaca dan mengkaji ilmu dengan membuat majlis. Jangan sampai yang kita lafalkan hanya sekedar hafalan. Doa-doa yang kita ucapkan hanya hafalan, tanpa mengetahui makna dan hakikatnya. Sehingga kita tidak ada bedanya dengan orang yang hafalan kalimat atau lagu. Jadilah orang yang berilmu. Naikkan status kita dari ‘abid atau ahli ibadah menjadi ‘alim atau orang berilmu. Rajin bacalah buku-buku apa saja yang sesuai dengan kebutuhan kita. Lalu, tulislah agar membekas di ingatan kita dan orang lain bisa membacanya. Lalu, amalkanlah.  Semoga kita semua termasuk orang yang berilmu. Amin.

 

Semarang, 9 November 2016

 

 

 

Daftar Pustaka

  1. Al qur’anul Karim
  2. Survei UNESCO: Minat Baca Masyarakat Indonesia 0,001 persen. Kamis, 19 Mei 2016
  3. Mudrajad, Kuncoro. 2009. Mahir Menulis: Kiat Jitu Menulis Artikel OPini, Kolom dan Resensi Buku. Jakarta: Erlangga.
  4. Husnaini. 2013. Menemukan bahagia Mengarifi Kehidupan Menuju Rida Tuhan. Jakarta: Quanta Elexmedia Komputindo.
  5. M, Syafi’i Antonio. 2007. Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia
  6. Moch. Anwar. 1990. Terjemahan Matan Alfiyah. Bandung: Al Ma’arif.
• Sunday, October 23rd, 2016

 

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

 

Saat tes kesehatan untuk kepentingan status kepegawaian, saya disarankan oleh seorang untuk tes disebuah rumah sakit kota di daerah dengan julukan Atlas. Saya datang sendiri, langsung mendaftar. Kemudian, diberi map yang bertuliskan nama lengkap saya. Di dalam map terdapat blanko-blanko (form-form) yang jumlahnya kurang lebih ada tiga form. Satu form bisa sampai 4 halaman. Tidak hanya satu halaman.

 

Satu per satu saya datangi poliklinik mulai dari mata, THT, laboratorium, rontgen, gigi dan lainnya. Ternyata setiap dokter menuliskan dari hasil pemeriksaan. Ada yang menuliskan di form yang saya bawa, ada pula yang menuliskan di form baru dari polikliniknya. Jadi, yang awalnya hanya ada tiga form, pada hasil akhirnya menjadi lima form.

 

Membawa map atas pemeriksaan tersebut mengingatkan saya pada waktu saya jadi mahasiswa S1 yang membawa berkas dan mengisinya, serta meminta tanda tangan pada setiap bagian-bagian. Bedanya hanya, jika pada tes kesehatan, yang tanda tangan dokter, sedangkan waktu mahasiswa yang tanda tangan adalah dosen.

 

Saya melihat pula, ada perawat yang membawa setumpukan map, yang berwarna-warni. Tidak hanya putih, namun ada yang rangkap. Dalam rangkapan tersebut, ada yang warna merah dan kuning. Kemudian, perawat tersebut melepas masing-masing berkas ke dalam map yang lain. Sembari memperhatikan pekerjaan perawat tersebut, saya sejenak berpikir, apakah ada yang simple dengan pekerjaan perawat tersebut?

 

 

Pada kesempatan yang lain, saya pernah mengantarkan ibu saya berobat  di sebuah yayasan kesehatan milik perusahaan yang berlokasi di kota Bakpia tersebut. Saat datang, saya hanya memberikan kartu identitas ibu saya sebagai pasien. Kartu tersebut seperti KTP atau SIM yang didalamnya ada Barcode. Petugas rumah sakit langsung bisa memanggil data pasien dan petugas tersebut mencari kartu atau catatan riwayat penyakit yang diderita pasien. Kemudian masuk ke ruang dokter. Saat menuliskan resep atau hasil pemeriksaan, dokter tersebut hanya mengetikkan di layar computer. Dimana dapat mendeteksi ketersediaan obat yang ada di apotik dalam sistem informasi tersebut. Bahkan hasil pemeriksaan langsung bisa dilaporkan dengan pimpinan perusahaannya tersebut yang ada di Kota Hujan. Itu pula, saya tidak membawa map yang berisi bermacam-macam form.

 

Saya membayangkan, berapa banyak arsip yang ada di sebuah rumah sakit. Bagaimana manajemen kearsipannya? Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemberkasan, penyimpanan, pemeliharaan, pengamanan, penyusutan, dan pemindahan arsipnya? Saking penasarannya,saya mencoba melihat kantor yang menyimpan arsip di rumah sakit tersebut. Arsip diletakkan di box kardus arsip yang bertuliskan Arsip Rumah Sakit Kota. Box kardus tersebut berjejer di atas lemari dan meja kerja.

 

Satu pasien menyimpan berapa arsip? Menurut saya banyak (baca: lebih dari tiga arsip). Apakah ada jaminan aman dari rumah sakit, apabila arsipnya hilang? Berapa ratus arsip yang ia simpan dalam satu hari? Pertayaan-pertanyaan di atas menjadi pemikiran bagi saya ingin mencoba meneliti arsip di rumah sakit. Ada beberapa alternatif penyelesaian kearsipan di rumah sakit.

 

Pertama, memperkuat sistem informasi. Sebagaimana temuan saya saat mengantar ibu di sebuah rumah sakit yayasan. Ternyata sudah menerapkan sistem informasi tersebut. Saya memiliki aplikasi yang saya namakan e arsip pembelajaran. Karakteristik aplikasi tersebut sangat cocok untuk pendidikan vokasi (SMK) jurusan administrasi perkantoran.

 

Aplikasi tersebut memang hasil penelitian yang saya lakukan. Kesuksesan aplikasi tersebut, saya ingin mencari solusi kearsipan di rumah sakit. Namun, saya butuh data, alur, dan pola kerja (SOP) yang ada di sebuah rumah sakit. Ini yang belum saya dapatkan, terlebih saya seorang pendidik di sebuah perguruan tinggi. Jadi, waktunya terbatas. Bagi sahabat saya yang berprofesi dokter, mohon bantuannya terkait data di atas.

 

Kedua, memunculkan record center. Record center adalah tempat khusus menyimpan arsip. Arsip terdiri dari arsip aktif dan inaktif. Arsip aktif disimpan di unit masing-masing. Masa umurnya kurang lebih lima tahun. Arsip inaktif arsip yang disimpan oleh rumah sakit tersebut, dimana berumur lima tahun ke atas. Arsip di unit yang memiliki nilai guna informasi sudah lebih dari empat tahun, lebih baik disimpan di record center rumah sakit. Bentuk record center ini seperti depo arsip.

 

Ketiga, perkuat sumber daya kearsipan yang kompeten. Dibutuhkan tenaga arsiparis yang kompeten untuk menangani arsip di rumah sakit karena ia mengelola kearsipan yang unit-unitnya berupa poli-poli yang banyak, laboratorium, rontgen, dan unit lainnya. Tidak mudah untuk menata arsip.

 

Keempat, bekerjasama dengan arsip daerah atau nasional. Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 disebutkan bahwa dalam rangka penyelamatan sebuah arsip, maka diperlukan pemindahan arsip. Arsip-arsip yang sangat penting, lebih amannya dipindahkan (akuisisi) ke arsip daerah atau arsip nasional. Tujuannya agar arsip tersebut tetap terpeliharan dengan baik, sehingga informasi yang melekat di dalamnya juga terjaga.

 

Itulah catatan kecil saya, mengenai kearsipan di rumah sakit. Tulisan ini sebagai motivasi saya agar tetap eksis dan meneliti arsip. Arsip tak pernah lekang oleh karenanya perlu dirawat, dijaga, dan simpan dengan baik. Masih sedikit orang yang peduli terhadap permasalahan ini.  Sehingga melalui goresan ini diharapkan orang sadar akan arsip. Semoga kearsipan di rumah sakit bisa terselesaikan. Amin.

 

Semarang, 23 Oktober 2016

 

 

• Tuesday, October 18th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoroiceeba

 

Dalam mewujudkan visi UNNES yaitu menjadi kampus berwawasan konservasi dan bereputasi internasional, Fakultas Ekonomi (FE) UNNES menyelenggarakan “ The 1st International Conference on Economics, Education, Business and Accounting (ICEEBA)” di Ramasinta Ballroom, Hotel Patrajasa, Semarang pada Selasa –Rabu, 18 – 19 Oktober 2016.

 

Pembicara dalam konferensi internasional tersebut adalah Joseph M. Mula, Ph. D, FCPA (dari Wuhan, China), Dr. Mohammed Hariri bin Bakri (Malaysia), Franz Gelbke (German), Heri Yanto, M.BA, Ph.D. (Indonesia) , Prof. Rahim MD. Sail, Ph.D. (Malaysia), Mohd. Syaiful Rizal bin Abdu Hamid (UTeM, Malaysia) dan Joop van der Flier (Belanda).

 

Dr. Joseph M. Mula, Ph. D., FCPA menyampaikan materi untuk mempelajari kecurangan dan korupsi di Indonesia. Dr. Mohammed Hariri bin Bakri menyampaikan materi tentang faktor faktor penentu pembagian keuangan di Malaysia. Franz Gelbke, Ph. D. menyampaikan  materi peranan departemen penelitian dan pengebangan di suatu lembaga. Kemudian, Heri Yanto, MBA., Ph.D menyampaikan materi tentang cara menginternasionalilasi kompetensi lulusan akuntansu dengan meningkatkan keterlibatan mahasiswa. Prof. Rahim MD Sail, Ph.D. menyampaikan materi Capacity Building sebagai media untuk pertumbuhan dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan di daerah pedesaan. Dr. Mohd Syaiful Rizal Abdul Hamis menyampaikan materi transformasi dari layanan buruk ke layanan hijau. Dan terakhir, Joop van Der Flier menyampaikan materi pertumbuhan ekonomi, kebijakan pemerintah dan promosi bisnis.

 

Hari pertama (18/ 10) dipaparkan materi dari tujuh pembicara tersebut diatas, sedangkan di hari kedua (19/10) dipaparkan makalah yang berjumlah 69 judul artikel yang terbagi dalam empat (4) bidang yaitu  pendidikan ekonomi, manajemen, akuntansi dan ekonomi pembangunan.

 

Acara dibuka oleh Rektor UNNES, Prof. Dr. Fathur Rohman, M.Hum  menjelaskan UNNES sebagai rumah ilmu dan kampus yang berwawasan konservasi sangat mengapresiasi Fakultas Ekonomi yang menyelenggarakan konferensi internasional yang mampu menggandeng beberapa institusi pendidikan dalam dan luar negeri. Keynote speech oleh Prof. Arif Junaidi, Direktur Penjamin Mutu Kemenristek.

 

Acara yang dihadiri oleh peserta dari Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTeM), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan beberapa peserta konferensi dari Perguruan Tinggi lainnya yang mencapai 200 orang. Acara ini juga disponsori oleh Management Dinamic Conference (MADIC), AFI, PT. Adhi Karya, PT. Hamparan Cipta Griya, Bank Bukopin dan Kompas.

 

Semoga kegiatan ini mampu memberikan kemanfaatan bagi banyak orang, khususnya civitas UNNES guna mempercepat visi UNNES sebagai kampus yang bereputasi internasional.

• Monday, October 17th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Pensiun bukan akhir segalanya. Kita sebagai manusia yang hidup di dunia pasti merasakan pensiun. Apa itu? Kematian. Ya, mati. Saya menganggapnya pensiun dari dunia. Tapi bukan berarti setelah kematian tidak hidup lagi, masih ada kehidupan setelah kematian, yaitu akhirat, berarti hidup yang akhir.

 

Kembali pada permasalahan di atas. Orang yang memutuskan pensiun itulah orang yang hebat. Karena ia berani mati. Mati dari rutinitas yang biasa ia lakukan. Setiap pagi ia berangkat ke kantor, setelah pensiun ia tidak berangkat ke kantor.

 

Cerita di atas merupakan cerita pengantar saya untuk menuliskan tiga tipe orang. Menurut Dony S. Wardhana (2012) dalam buku 100% Anti Nganggur ada tiga orang terhadap peluang, yaitu achiever, save seeker, dan looser.

 

Pertama, looser (pecundang). Ia  mendapatkan peluang besar, tapi hasilnya tetap kecil (peluang > hasil  kecil). Apabila ia mendapatkan uang  banyak, tak lama kemudian uang tersebut pasti habis. Bahkan mungkin masih ditambah hutang. Jika diserahi tanggung jawab, orang tipe looser ini pasti gagal, karena ia tidak memanfaatkan peluang. Parahnya lagi, ia selalu mencari kambing hitam dan tidak bertanggung jawab atas yang ia telah lakukan. Ia selalu mengeluh, dan menyerah setiap  ada masalah. Ia selalu pasrah atau menerima permasalahan, tanpa ada penyelesaian solusi. Yang ia cari hanya bertahan hidup dan takut persaingan. Ia akan selalu mengatakan “tak mungkin, tak bisa, terlalu berat, susah, dan ya,  tapi….”

 

 

Kedua, save seeker (pencari aman). Ia selalu mendapatkan peluang besar hasilnya juga sama besar. Lambang (peluang besar = hasil besar). Apabila peluang kecil, hasilnya pun akan kecil (peluang kecil = hasil kecil). Artinya besarnya hasil sama dengan besarnya peluang. Hal tersebut dikarenakan ia berpikir dan bekerja dengan cara biasa-biasa saja. Tanpa kreativitas. Ia berusaha seadanya. Ia memiliki sifat statis atau senang kemapanan, sehingga yang ia cari kenyamanan dan keamanan. Ia akan selalu mengatakan “saya lihat dulu, saya tunggu, cari aman saja, dan saya sudah berusaha”.

 

Ketiga, achiever (pencapai sukses). Seorang achiever akan mendapatkan hasil yang besar meskipun ia hanya mendapatkan peluang kecil saja. (peluang <, hasil >). Terlebih jika dia mendapatkan peluang yang besar, hasilnya tentu akan jauh lebih besar. Hal itu disebabkan karena ia mampu berpikir, bekerja keras dan cerdas. Ia menganggap pesaing adalah mitra. Yang ia cari adalah perubahan, sehingga perilakunya dinamis. Pantang putus asa adalah sifatnya. Ia akan selalu mengatakan “itu mungkin, saya siap, dan selalu ada peluang”.

 

Ketiga tipe orang tersebut pasti ada disekitar kita. Orang yang berani mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah, maka ia termasuk orang bertipe achiever. Misalnya sebagaimana contoh di paragraf pertama. Ia memutuskan pensiun di waktu muda. Karena ia telah berani menerima peluang kecil untuk hasil yang besar. Ia akan selalu berpikir dan tanpa menyerah terhadap tantangan hidupnya. Lalu, dimanakah tipe kita? Apakah ada di daerah looser? Atau save seeker? Hanya Andalah yang bisa menjawabnya.

 

Salam sukses,

 

 

Daftar Pustaka:

Dony, S. Wardhana. 2012. 100%  Anti Nganggur: Cara Cerdas Menjadi Karyawan Atau Wirausahawan. Bandung: Penerbit Ruang kata (kawan Pustaka)

• Saturday, October 15th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sejak kapan saya suka menonton film? Itulah pertanyaan awal saya saat menuliskan tulisan ini, karena saya bukan penggemar menonton film. Pertanyaan diatas jawabannya adalah saat tulisan ini ditulis, tepatnya dalam perjalanan ke pulau Bali dari Semarang dengan menggunakan bus. Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 24 jam di bus menjadikan sesuatu yang melelahkan. Bagaimana tidak melelahkan? Karena duduk terus selama berjam-jam.

 

Solusi agar tidak bosan dalam perjalanan, bus yang saya naiki dengan fasilitasnya memberikan hiburan film. Selama perjalanan tiga hari ini ada dua film yang saya tonton yaitu AADC 2 dan Satu Jam Saja. Saya yakin banyak orang yang telah menonton film keduanya, terutama AADC 2. Saya sebagai pembedah “gadungan” mencoba mengkajinya dari sisi kata mata saya yang saya pakai.

 

Persamaan kedua film tersebut membahas tentang cinta. Selain itu, bintang film kedua film itu sangat terkenal dan banyak orang yang mengenalnya, siapa yang tidak mengenal Dian Sastro Wardoyo? Siapa yang tidak kenal Nicolas Saputra? Siapa yang yang tidak kenal Vino (lupa nama lengkapnya)? Dan siapa yang tidak kenal Revalina S. Temat? Jawabannya pasti mengenalnya.

 

 

Saya lebih menyukai film satu jam saja karena filmnya logis dan mengajarkan kita bertanggungjawab. Orang yang telah berbuat salah, lebih baik mengakui kesalahan. Kesalahan atau perbuatan dosa jangan larut-larut dihindari atau kabur dari masalah, tetapi mohon maaflah kepada orang yang pernah diperbuat salah. Yang dilakukan oleh Hans, sangat keliru karena ia meninggalkan Gadis saat mengandung janin atas hubungan diluar nikah dengan Hans. Hans seharusnya jangan kabur dari permasalahan atau menghindari Gadis. Hingga Gadis menikah dengan sahabat Hans yaitu Andika (kalau tidak salah). Diujung film tersebut, Hans merasa bersalah ingin meminta maaf kepada Gadis karena tindakannya yang kabur dari permasalahan, namun Gadis sudah terlanjur kecewa dengan Hans, sehingga diakhir hayat hidupnya yang relatif muda kerena sakit, hingga anaknya juga meninggal memberikan maaf kepada Hans, namun melalui Andika.

 

Gadis pun sebelum meninggal berusaha mencintai seseorang yang tidak menghamilinya. Ia memohon waktu dan membuka hati kepada Andika untuk mencintai Andika meskipun hanya satu jam saja.

 

Film AADC 2 lebih banyak tidak logisnya. Masa seorang perempuan bermain dan berjalan-jalan dari siang hingga pagi, dengan teman lamanya yang sudah berpisah sembilan tahun dan tanpa memberi kabar. Padahal status Cinta sudah dipinang dengan calonnya. Patut tdak jika ada perempuan yang keluar hingga pagi hari, Sedangkan ia akan menikah? Pastinya, jika kita sebagai orang Jawa menjawabnya tidak santun atau tidak sesuai dengan norma. Akibat dari pertemuan itu, akhirnya timbullah benih-benih cinta lagi. Singkat cerita, akhirnya Cinta dan Rangga cintanya bersatu kembali.

 

Itulah analisis saya yang pastinya sangat tumpul, karena saya bukan pakar perfilman sebagaimana perkataan saya pada paragraf awal. Terlebih, tulisan ini ditulis di bus. Selamat jalan pulau Bali. Selamat datang Semarang. Semoga sampai tujuan. Mudah-mudahan Allah memberikan kesehatan dan keselamatan kita hingga tiba di kota Atlas.

 

Ditulis di bus waktu sampai Banyuwangi, pada tanggal 3 Agustus 2016

• Friday, October 14th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Surat as-sajadah, surat ke-32 dengan jumlah ayat 30. Sebuah surat yang diturunkan  di Makah. Surat yang berisi keimanan yang kuat. Keimanan ini ditandai dengan:

  1. Kebenaran Al-qur’an yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
  2. Penciptaan angit dan bumi, serta apa yang ada diantara keduanya
  3. Allah mengetahui yang ghoib
  4. Penciptaan manusia

 

Keempat tanda keimanan di atas tidaklah mudah. Kebenaran al-qur’an harus diyakini. Orang kafir menganggap Nabi Muhammad sebagai orang yang “mengada-ada”. Menganggap Nabi Muhammad seorang yang tidak waras karena menyampaikan isi (pesan) yang ada di dalamnya. Mereka (kafir) meragukan isi al-qur’an. Namun demikian, berbeda dengan orang yang beriman bahwa al-qur’an adalah sumber kebenaran yang hakiki. Tidak ada keraguan dalam isinya. Bahkan ia dianjurkan bergetar hatinya, saat al-qur’an dilantunkan.

 

Allahlah yang menciptakan langit dan bumi berserta isinya. Penciptaan ini dilakukan selama enam hari.  Kemudian Allah bersemayam di atas ar’sy. Dia menciptakan sendiri, tanpa ada penolong. Ia esa. Ia berkuasa terhadap apa pun. Kita harus merasa lemah dihadapannya. Membangun rumah saja, kita membutuhkan waktu beberapa bulan atau tahun. Nah, Allah ternyata berbeda dengan kita. Allah menciptakan  bumi dan langit hanya enam hari. Belum lagi, jika kita perhatikan langit, dimana tanpa penyanggah. Bagaimana langit bisa berdiri? Teori apa ini? Jika kita berpikir. Lalu, bagaimana pula saat bumi dihamparkan? Otak kita mungkin “jebol” tidak sampai memikirkan atau mendalami ciptaan Allah yang sangat spektakuler. Jika kita tidak sampai pemikiranya, maka imanilah ciptaan-Nya tersebut. Kemudian, bertasbih.

 

Saat ada orang yang membacakan ayat ke-15 atau kita membacanya, kita dianjurkan untuk sujud tilawah, sebagai bentuk rasa syukur dan pujian kita terhadap Allah atas ciptaan-Nya. Allah mengetahui yang ghoib. Ghoib menjadi kunci tanda orang yang beriman. Segala sesuatu yang ghoib harus kita yakini. Misal, kebenaran surga dan neraka. Dimana tempat itu? Dimana alamatnya? Siapa yang menjaga? Apakah ada penghuninya sekarang? Dan pertanyaan lainnya. Jawaban di atas, tidaklah mudah untuk menjawabnya dibutuhkan keyakinan. Bahkan ilmu yakin sendiri ada tingkatannya yaitu ilmu yakin, ainul yakin, dan haqul yakin. Nah posisi kita ada dimana? Tinggal bagaimana kita mempercayai Allah dengan segala ke-Maha-an-Nya kita sikapi. Jika kita biasa saja menyikapinya, maka keyakinan kita biasa saja. Namun ada orang yang menyikapi dengan ketakutan hingga tangisan saat mendengar kata neraka, maka ia memiliki keyakinan yang berbeda dengan orang lain.

 

Penciptaan manusia yang diterangkan di ayat 7-9 bahwa Allah menciptakan manusia dari saripati tanah. Ya, saripati tanah. Kita diciptakan dari tanah yang berada dibawah. Kita kecil dan hina. Kemudian ditiuplah roh dan menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati. Secara penciptaan menusia sempurna bentuknya. Roh menjadi pertanda bahwa penciptaan ini (manusia) itu hidup. Jika diambil rohnya, maka mati. Bayangkan coba, kita buat seniman yang buat patung jelas tidak bisa menghadirkan roh. Allah lah yang mengetahui segala urusan roh. Berapa tiupan roh yang ada di dunia ini? Luar biasa Allah kuasanya.

 

Surat as-sajadah mengajarkan keimanan yang kuat bagi seorang muslim dengan cara meyakini kebenaran al-quran, penciptaan langit dan bumi, beserta isinya, mengetahui yang ghoib dan menciptakan manusia. Mari kita yakini dan pertebal keyakinan kita akan keesaan Allah melalui empat cara tersebut agar hati menjadi tenang dan damai. Amin.

 

• Saturday, October 08th, 2016

Oleh Agung Kuswantoro

 

Semenjak anak saya, Mahmmad Fathul Mubin bermain di Kelompok Bermain Mutiara Hati. Dia menikmati banget kesehariannya di sekolahan tersebut. Dia hanya tiga hari di sekolah yaitu Selasa, Kamis, dan Jum’at.

 

Sebelumnya, ia kesehariannya di rumah. Saat saya bekerja di pagi hari hingga sore, ia bersama uminya, Lu’Lu’ Khakimah. Karena kesehariannya bersama uminya, ia merasa nyaman. Efeknya adalah ketergantungan dengan uminya. Akhirnya kami (istri dan saya) bersepakat untuk melatih dia agar belajar mandiri dengan cara bermain dengan teman-temannya.

 

Melihat kondisi di lingkungan rumah saya, di perumahan Sekarwangi yang sepi, dan sepi saat jam kerja (07.00 – 16.00), maka jelas ia tidak ada teman bermain. Ia bermain dengan uminya. Oleh karena itu, kami menyekolahkan dia di Mutiara Hati. Tujuannya sederhana, yaitu agar ia tidak bergantung dengan keluarga, terutama uminya. Agar ia memiliki teman bermain. Selain itu, agar berani tampil di muka umum dan bersosialisasi.

 

Saat ia bersekolah, alhamdulillah ia merasa nyaman. Sepulang sekolah ia bercerita, bernyanyi, dan menirukan praktek yang diajarkan di sekolah. Ada yang aneh, ia selalu menyebut nama bu Yuli. Sosok baru pula. Bu Yuli masuk dalam keluargaku. Bu Yuli adalah gurunya. Sosok bu Yuli mampu mengambil alih perhatiannya yang selama ini dengan uminya. Umi Lu’Lu’ Khakimah yang saya kenal dulu sebagai guru playgroup di Cahaya Ilmu di Pedurungan dan guru di Sekargading menjadi tergeser.

 

Saya mengenal umi Lu’Lu’ dulunya adalah guru favorit anak didiknya. Setiap anak pasti mengenalnya. Bahkan ada salah satu anak yang tidak mau pulang, hanya karena ingin yang mengantar pulang Umi Lu’Lu’. Lantas, dimana ketenaran umi Lu’Lu? Jawabannya, jaman sudah berbeda. Ketenarannya umi Lu’Lu’ waktu Fathul Mubin belum lahir. Umi Lu’Lu’ waktu itu aktif sekali. Sekarang masuklah bu Yuli. Kami pun meneladani karakter beliau. Beliau yang mengirimkan lagu pembelajarannya. Kami putar lagunya saat kami bermain dengan Muhammad Fathul Mubin.

 

Sekali lagi bu Yuli. Sosok baru bagi Muhammad Fathul Mubin. Ia mampu mengambil perhatian anak saya. Kami senang dengan cara pembelajaran beliau. Kelemahan anak saya, memang saat ia nyaman dengan seseorang maka ia akan mengejar terus dan akan menceritakan kepada orang lain.

 

Terima kasih bu Yuli, bimbingan dan ilmunya yang diberikan kepada anak kami. semoga ibu sehat selalu dan diberi kemudahan dalam hidup. Amin.

 

• Friday, October 07th, 2016

WhatsApp Image 2016-09-29 at 11.02.37 WhatsApp Image 2016-09-29 at 11.02.39 WhatsApp Image 2016-09-29 at 11.39.40 WhatsApp Image 2016-10-05 at 11.07.41 WhatsApp Image 2016-10-07 at 10.07.12

  1. kerdus banyak yang rusak

dampaknya tidak banyak arsip yang ditata

  1. penata dokumen (mba sri) masih disibukkan dengan pekerjaan lain seeprti surat
  2. arsip yang tertata baru akuntansi

berikut dokumentasinya