Archive for the Category ◊ Uncategorized ◊

• Saturday, May 17th, 2025

Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa

Hal-hal yang membatalkan puasa:

  1. Keluar dari agama Islam
  2. Haid.
  3. Nifas.
  4. Melahirkan.
  5. Gila walaupun sebentar.
  6. Pingsan secara sengaja sampai merata seluruh waktu puasa.
  7. Mabuk secara sengaja sampai merata seluruh waktu puasa.

Hukum Ifthar (Membatalkan Puasa Atau Tidak Berpuasa)

Hukum Ifthar (membatalkan puasa/tidak berpuasa) di bulan Ramadhan ada empat:

  1. Wajib seperti pada perempuan haid atau nifas.
  2. Boleh seperti pada orang yang bepergian jauh atau orang sakit.
  3. Tidak ada hukumnya (tidak mempunyai sifat hukum) seperti orang yang tidak sengaja batal puasanya karena gila.
  4. Haram seperti pada orang yang mengakhirkan qodho puasa Ramadhan – sedangkan dia mampu – sampaia sempitnya waktu qodho.

Macam-macam ifthar (pembatalan puasa dari segi wajib tidaknya tambahan fidyah) ada empat:

  1. Wajib qodho dan fidyah seperti orang yang membatalkan puasa karena orang lain, orang yang mengakhirkan qodho puasa tahun lalu sampai datang Ramadhan lagi (sedangkan dia mampu mengqodho sebelum Ramadhan yang tahun baru).
  2. Wajib qodho tanpa fidyah – banyak contohnya – seperti orang yang pingsan.
  3. Wajib fidyah tanpa qodho seperti orang tua renta yang tidak mampu puasa.
  4. Tidak wajib qodho dan fidyah seperti orang yang batal puasanya karena gila tanpa kesengajaan.

Ditulis Oleh Agung Kuswantoro
Materi pernah disampaikan dalam kajian kitab Safinatunnajah, Senin (24 April 2025).

• Thursday, May 15th, 2025

Meng-Qodho Puasa

Diwajibkan kaffaroh udhmah (besar), meng-qodho (mengganti puasa di hari lain), ta’zir (hukuman atas dosa tidak had) bagi orang yang merusak satu hari puasa yang sempurna didalam bulan Ramadhan dengan cara berhubungan suami istri, yang berdosa kegiatannya. Dan, diwajibkan untuk menahan diri (seperti orang yang berpuasa) dan mengqodho puasa bagi enam orang:

  1. Orang yang dengan sengaja membatalkaan puasa Ramadhan.
  2. Orang yang tidak berniat puasa wajib di malam hari.
  3. Orang makan sahur dengan menyangka bahwa waktu malam masih ada ternyata sebaliknya.
  4. Orang yang berbuka dengan menyangka bahwa waktu buka telah tiba ternyata sebaliknya.
  5. Orang yang tidak berpuasa pada 30 Sya’ban dengan menyangka bahwa belum masuk 1 Ramadhan ternyata sebaliknya.
  6. Orang yang berkumur atau membersihkan hidung dengan secara berlebihan dengan air sehingga menyebabkan masuknya air ke dalam rongga tubuh.

Ditulis Oleh Agung Kuswantoro
Materi pernah disampaikan dalam kajian kitab Safinatunnajah, Senin (24 April 2025).

• Saturday, May 10th, 2025

Aamiin
Oleh Agung Kuswantoro

Dan Rabbmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Ku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina. (QS. Ghafir: 60).

Sewaktu saya/khatib menjadi makmum sholat Jumat pada tahun sekitar 1995 – 2000, dimana ada seorang Khotib menyampaikan khutbahnya, sempat berhenti sejenak. Khotib mengajak jamaah agar mengatakan balasan sholawat (Allahumma sholli ‘alaih), dimana jamaah saat Khotib mengatakan sholawat (Allohumma solli ‘ala sayyina Muhammad), tidak ada yang menjawab: “Allahumma solli ‘alaih”. Sampai tiga kali ajakan untuk menjawab Sholawat Nabi tersebut. Alhamdulillah, pada ajakan kedua dan ketiga: mulai disambut balik oleh jamaah. Termasuk pada kalimat Aamiin, saat Khotib mengatakan Allahummaghfir lil muslimina wal muslimat. Dimana, jamaah mengatakan secara bersama-sama dengan kalimat “Aamiin”. Adapun khotib tersebut adalah Habib Ali al-Habsi (almarhum).

Guru saya mengajarkan: Aamiin, bukanlah ayat. Yang artinya: istajib du’a ana (kabulkanlah doa kami). Menurut Ali As-Shabuni dalam karyanya Shafwatut Tafasir mengatakan, kata Aamiin, bukan merupakan ayat menurut kesepakatan ulama. Kata Aamiin berarti: terimalah doa kami (As-Shabuni, 1999: 25).

Perbedaan Kata
Berikut perbedaan kata Aamiin dan pelafalannya:

  1. Amin : Aman (alif dan mim dibaca pendek).
  2. Amiin : Jujur (alif dibaca pendek dan mim dibaca panjang).
  3. Aamiin : Ya Allah, kabulkanlah doa kami. (Alif dan mim dibaca panjang).
  4. Aamin : Meminta perlindungan (Alif dibaca panjang dan mim dibaca pendek).

Imam Al-Baghowi mengatakan, makna kata Aamiin dengan alif dan mim dibaca panjang) memaknainya: “Allahumma isma‘ wa istajib” atau “Tuhanku, dengar dan kabulkanlah.”

Mujahid berpendapat, Aamiin adalah salah satu asma Allah. Ada juga ulama berpendapat bahwa Aamiin adalah “sampul” atau “segel” doa. Ada juga ulama yang mengatakan, “Aamiin” adalah “segel” Allah atas para hamba-Nya yang dapat melindungi mereka dari bahaya sebagaimana “sampul” buku yang memeliharanya dari kerusakan.

Imam Al-Baghowi dalam Tafsir Ma’alimut Tanzil-nya meriwayatkan hadits dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Jika imam membaca ‘ghairil maghdhūbi alaihi wa lad dhalin’, hendaklah kalian menjawab ‘Aamiin’ karena Malaikat juga menjawab: Aamiin dan imam juga membaca Aamiin. Siapa saja yang jawaban Aamiin -nya berbarengan dengan Malaikat berkata: Aamiin, maka akan diampuni dosanya (dosa kecil) yang telah lalu.

Penutup

Marilah kita baca Aamiin yang mantap agar doa kita dikabulkan oleh Allah Swt. Jangan diam, saat ada suatu doa dipanjatkan oleh Imam atau Khotib. Semoga melalui kalimat Aamiin ini, mengantarkan permintaan/doa kita diterima oleh Allah Swt. Aamiin.

Ditulis di Rumah jam 18.30 – 18.52 Wib. 4 Mei 2025 / 6 Dzul Qo’dah1446

• Saturday, May 03rd, 2025

Khataman Kitab Safinatunnajah
Oleh Agung Kuswantoro

Rasanya, saya senang sekali dapat mengkhatamkan kitab Safinatunnajah. Kitab yang saya baca sejak Selasa, 19 September 2023 di Musholla Mbah Karno, desa Sriging, Patemon bisa selesai pada Senin, 28 April 2025.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ustad Abdul Aziz yang mengenalkan saya kepada Mahasantri Kostren sebagai peserta didik yang tertib dan kritis untuk belajar. Mahasantri itulah yang menentukan kitab kajiannya. Bahkan, mereka membeli dan mengabsahinya. Seiring berjalannya waktu, kajian tersebut “berubah” dari tatap muka ke tatap maya melalui zoom, dimana pesertanya tidak hanya Mahasantri Kostren saja, tetapi khalayak umum.

Adapun, ketua dari mahasantri tersebut adalah mas Bangkit. Mas Bangkit-lah yang menghubungkan saya dengan para Mahasantri. Saya mengucapkan terima kasih kepada istri saya, Lu’lu’ Khakimah yang telah menyempatkan waktu dan berbagi waktu agar kegiatan kajian rutin sebulan sekali, agar tetap istikamah. Saya juga mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung kajian Safinatunnajah ini.

Saya masih ingat dulu, waktu kajian tatap muka, dimana anak saya – Muhammad Fathul Mubin – ikut, tetapi saat proses kajian dia tertidur di tempat Musholla tersebut. Karena kajian dilakukan pada waktu malam hari.

Saya mohon maaf, apabila ada kesalahan dalam menjelaskan dan membacakan kitab fikih dasar tersebut. Semoga ada kajian kitab lagi pada kesempatan lainnya. Amin.

Ditulis di UPT Kearsipan UNNES. Jam 14.30 – 14.37 Wib. 2 Mei 2025/4 Dzulqa’dah 1446.

• Thursday, April 17th, 2025

Halla
Oleh Agung Kuswantoro

Ustad Wijayanto saat Halal bi Halal di UNNES (10 April 2025) menyampaikan tentang makna halal, dimana berasal dari kata halla. Halla, artinya:

  1. Mengurai benang yang kusut. Yang kusut hingga maghfiroh. Ada orang bisa memaafkan, tetapi tidak melebur.
  2. Meluruskan yang bengkok.
  3. Melepaskan ikatan belenggu.
  4. Memecahkan masalah.

Jika memperhatikan makna tersebut di atas, maka halal bi halal itu sangat tepat untuk orang yang sedang bermasalah. Karena akan membahas benang kusut (artinya: permasalahan) yang harus diselesaikan agar terurai (terpecahkan masalahnya).

Luar biasa sekali budaya negara Indonesia, dimana orang tidak bersalah pun, dibuat sebuah acara agar saling memaafkan. Artinya, halal bi halal menjadi sebuah budaya yang sangat baik. Lah, orang yang baru kenal atau tidak kenal pun, mengatakan minta maaf kepada orang lain. Padahal, belum tentu yang bersangkutan itu memiliki salah kepada orang yang dimintai maaf. Mengapa? Karena baru kenal.

Itulah penjelasan singkat makna halla. Insya Allah kita termasuk kategori yang memaafkan dan melupakan atas kesalahan orang lain. []

Semarang, 17 April 2025/18 Syawal 1446. Ditulis di UPT Kearsipan UNNES jam 15.10-15.20 WIB.

• Tuesday, April 15th, 2025

Orang Senasab Diutamakan
Oleh Agung Kuswantoro

Dahulukan mana: tetangga atau kerabat yang senasab? Seringkali ada pertanyaaan itu, saat orang akan berbagi/berzakat? Saya coba memahami dan mencari beberapa referensi, diantaranya, kitab Syajarotul Ma’arif. Dimana saya menemukan kalimat: “berbuat baik kepada tetangga berdasarkan jarak rumah yang berdekatan dan kedekatan nasab lebih utama daripada yang bukan senasab”.

Saya menemukan keterangan tersebut dalam bab “Ihsan/Berbuat Baik kepada Tetangga”. Dimana tetangga memiliki kedudukan yang kuat dalam untuk berbuat baik atau diperbuat baik. Bahkan, tetangga jauh termasuk harus diperbuat baik, sebagaimana dalam an-Nisa: 36 yaitu: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak ya tim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnusabil, serta hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri”.

Tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat. Bahkan, dikuatkan dengan hadist berikut: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berbuat baik kepada tetangganya” (HR Bukhari Muslim).

Oleh karenanya, mari perbaiki hubungan bertetangga kita, karena sebagai tanda orang beriman. Dan, terlebih harus lebih banyak berbuat baik kepada saudara kita yang senasab. []

Semarang, 14 April 2025/15 Syawal 1446. Ditulis di Rumah, jam 04.55 – 05.01 Wib.

• Wednesday, April 09th, 2025

Dari Ke (Baik Menjadi Lebih Baik)
Oleh Agung Kuswantoro

Selama bulan Ramadhan 1446, saya banyak membaca kajian yang disampaikan oleh KH Nazaruddin Umar di koran Tribun Jateng pada halaman awal. Yang paling terkesan adalah gaya penyajiannya adalah “Dari Ke”. Dari yang baik ke yang lebih baik. Saya menangkapnya seperti itu.

Misal: Dari Khauf ke Khasyyah, Dari Syari’ah ke Hakikat, Dari Sugesti Setan Ke Sugesti Malaikat, Dari Inabah ke Istijabah, Dari Mukhlish ke Mukhlash, Dari Tahmid ke Syukur, Dari Syukur ke Syakur, Dari Self-love Ke Selfishness, Dari Rahman ke Rahim, Dari Takut ke Taqwa. Dan, Dari Shabir Ke Mashabir.

Yang menjadikan saya tertarik adalah berawal dari kebaikan, dan berakhir menjadi lebih baik. Biasanya (baca: lazimnya) berawal dari keburukan ke kebaikan, seperti: Dari keburukan ke kebaikan, dari haram ke halal, dari susah ke mudah, dari jauh ke dekat, dari susah ke sedih, dari bodoh ke pintar, dari bumi ke langit, dan dari sesuatu yang negatif ke postif.

Namun, judul/tema yang disampaikan oleh Prof. KH. Nazaruddin Umar dimulai dari kebaikan ke lebih baik lagi. Bahkan istilah yang digunakan sudah sangat baik menuju ke kesempurnaan, misal: dari Rahman ke Rahim. Artinya dari kasih sayang (dunia) ke kasih sayang (dunia–akhirat khusus orang mukmin).

Prof KH. Nazaruddin Umar menggunakan pendekatan tafsir, dimana kedua makna tersebut berbeda. Namun, bagi orang awam pemaknaannya (Rahman-Rahim) itu sama yaitu kasih sayang. Rohman – Rohim dimaknai sama (kasih sayang), menurut kebanyakan orang. Namun, Prof. KH. Nazaruddin Umar memaknai kedua lafal tersebut berbeda. Dimana berangkat dari yang baik yaitu kasih saying di dunia hingga akhirat. Dan contoh-contoh yang lain yang tidak saya terangkan seperti: Dari Tahmid ke Syukur, dari Syukur ke Syakur. Jika kita perhatikan, lafal tersebut bertingkat pemahamannya.

Sederhananya, dari satu ke dua. Dari dua ke tiga. Itulah pemahaman saya dalam belajar bersama dengan Prof. KH. Nazaruddin Umar selama 30 hari pada bulan Ramadhan 1446 Hijriah. Semoga kita masih bisa belajar terus dengan beliau. Amin. []

Ditulis di Rumah, jam 19.40 – 19.55. Semarang, 7 April 2025/8 Syawal 1446 Wib.

• Saturday, April 05th, 2025

Halal bi Halal Dimulai dengan Membaca Al-Barzanji
Oleh Agung Kuswantoro

Tak seperti lazimnya, saat Halal bi Halal dimana lagu religi atau karaoke orgen tunggal sebagai pengiring dalam kegiatan yang banyak dilakukan di masyarakat kita dalam kegiatan setelah berpuasa 30 hari itu. Yang menjadikan tidak lazim dalam kegiatan Halal bi Halal tersebut adalah dimulai dengan pembacaan Al-Barzanji. Menurut saya menarik, dimana sholawat Nabi (bacaan: ya robbi solli ‘ala Muhammad, ya robbi solli alaihi wassalim hingga doa) dikumandangkan dalam kegiatan tersebut menjadi berkah karena penuh doa dan kehadiran Allah, serta Rosulnya.

Kegiatan tersebut dilakukan pada Halal bi Halal alumni Salafiyah Kauman Pemalanga lintas alumni tahun 1446/2025. Alhamdulillah, saya bisa hadir pada acara tersebut. Kebetulan, secara jadwal saya di Pemalang. Namun, saya tidak bisa mengikuti acara tersebut hingga selesai, karena ada keperluan persiapan ke Semarang.

Mungkin model format acara tersebut, perlu ditiru saat acara Halal bi Halal pada tempat lain, agar acara yang diniatkan silaturahim menjadi lebih bermakna. Yang dibahas tidak kesuksesan dunia, tetapi yang dibahas: “sampai ini yang akan dibaca, sholawatnya, lagunya bagaimana, dan siapa yang memimpin doa”.

Itulah kenangan terbaik saya, selama mengikuti Halal bi Halal selama ini. Semoga kita bisa mempraktikannya pada acara Halal bi Halal di lingkungan kita. Pastinya, sesuai dengan situasi dan kondisi. []

Semarang, 4 April 2025/5 Syawal 1446. Ditulis di Rumah Semarang, jam 15.40 – 15.47 Wib.

• Saturday, April 05th, 2025

Amalan Pada Bulan Ramadhan Yang Bisa Dilanjutkan Setelah Bulan Ramadhan
Oleh Agung Kuswantoro

Ada 4 amalan/pekerjaan selama bulan Ramadhan yang masih kita terus pertahankan pada bulan setelah Ramadhan yaitu: (1) puasa (sunnah); (2) sholat malam; (3) tadarus/tadabur al Qur’an, dan (4) sholat jamaah di Masjid (khususnya bagi laki-laki).

Puasa sunah, seperti: puasa Syawal, puasa Senin-Kamis, dan puasa sunah lainnya. Sholat malam setelah bulan Ramadhan seperti sholah hajat, sholat tahajud, dan sholat witir. Tadarus al Qur’an bisa terus dilakukan pada siang maupun malam hari. Bahkan bisa ditingkatkan levelnya, menjadi tadabur al Qur’an.

Terakhir, sholat jamaah dilakukan di Masjid sebagai penyemangat seorang muslim karena berjamaah menjadi lebih kuat, “imannya”. Itulah amalan yang harus dipertahankan pada bulan-bulan berikutnya. Semoga kitab bisa! Insya Allah.

Ditulis di Rumah, jam 15.30 – 15.37 Wib. 4 April 2025/5 Syawal 1446. Materi didapatkan saat saya sholat Jumat di Masjid depan Rektorat UNNES, Banaran.

• Monday, March 31st, 2025

Gembira dengan Allah
Oleh Agung Kuswantoro

Adalah Idul Fitri yang salah satu pemahamannya adalah gembira dengan Allah. Ada gembira yang selain dengan Allah yaitu gembira pada umumnya.

Gembira dengan Allah penekanannya pada batin. Fitri/kesucian dekat dengan hati. Sedangkan, gembira pada umumnya lebih menekankan pada gembira fisik/dohir.

Mana ada puasa/menahan lapar selama 1 bukan itu bahagia? Mana ada solat tengah malam selama 30 hari akan menemukan sebuah kebahagiaan? Dan, mana ada orang berdiam diri di Masjid pada hari ganjil tengah malam akan menemukan bahagia?

Tindakan yang di atas (dalam bulan Ramadhan) adalah awal sebuah kebahagiaan. Karena dalam tindakan tersebut ada niat yang tertuju kepada Allah.

Saat Idul Fitri tiba, orang akan merasakan kebahagiaan. Termasuk orang yang: tidak berpuasa. Di sinilah muncul perbedaan kebahagiaan antara orang yang berfitri dan orang yang belum mendapatkan fitri.

Tangis orang yang bahagia yang mendapatkan fitri, jelas berbeda dengan tangis orang yang bahagia pada umumnya. Orang yang tangis karena fitri, maka ia akan berpikir: apakah ibadah saya diterima oleh Allah selama bulan Ramadhan? Sedangkan orang yang bahagia karena belum mendapatkan fitri, dimana dia belum tentu menangis karena “hatinya” kurang “peka” terhadap Tuhannya, yaitu Allah.

Semoga kita termasuk bahagia karena mendapatkan fitri. Bukan, mendapatkan bahagia yang berstandar kepada makhluk/ciptaan Tuhan. Amin.

Ditulis di Sulang, Rembang, 1 Syawal 1446/31 Maret 2025, jam 8.30-8.15.