• Monday, May 25th, 2020

“Kulit” Kebijakan Pendidikan Tiap Jenjang Pendidikan
Oleh Agung Kuswantoro

Materi yang disampaikan oleh Prof. Fakhrudin, M.Pd membahas mengenai kebijakan pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP, dan SMA/SMK. Ternyata, masing-masing jenjang pendidikan memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Namun, bisa dikatakan permasalahan tersebut mirip/identik dengan satuan pendidikan satu sama lain. Dimulai dari isu utama, lalu konsep satuan pendidikan, dan permasalahan yang terjadi di jenjang pendidikan tersebut.

Isu utama diantaranya ekuitas kebutuhan ragam belajar, kurikulum, manajemen guru, dan koordinasi pemerintah dan kebijakan.

Setelah isu muncullah pertanyaan-pertanyaan seperti: Siapa yang mengajar? Bagaimana sumber dana? Siapkah siswa belajar? Sarana apa saja yang disiapkan untuk belajar? Bagaimana kompetensi belajar? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Baru setelah itu, ada prinsip yang harus ada dalam jenjang pendidikan. Lalu, muncullah kebijakan pendidikan setiap jenjang pendidikan.

Itulah inti dari mata kuliah kebijakan pendidikan yang saya terima. Yang saya tulis hanya “kulitnya” saja. Belum secara detail. Ini hanya “pancingan” saya agar lebih giat lagi belajar kebijakan pendidikan. []

Semarang, 22 Mei 2020
Ditulis di Rumah, jam 05.00 – 05.30 WIB.

• Monday, May 25th, 2020

Mantra-Mantra Supervisi Ala Prof. Tri Joko
Oleh Agung Kuswantoro

Pertemuan ke-11 Mata kuliah Supervisi Pendidikan, ada beberapa catatan yang saya tulis. Catatan tersebut saya menyebutnya “mantra”. “Mantra” supervisi. Mengapa saya menyebut “mantra”? Karena, kata kunci supervisi bisa jadi, orang belum memahaminya.

Lalu, apakah mantra supervisi ala Prof. Tri Joko? Berikut “mantra-matranya”:

1. Supervisi itu pembinaan. Supervisi bukan pengawasan.

2. Pengawasan berbeda dengan supervisi. Pengawasan lebih menekankan pada upaya pemeriksaan untuk mencari kesalahan para pelaksana program. Sedangkan, supervisi menekankan pada peningkatan mutu dan pengembangan staf pelaksana program pendidikan.

3. Tidak semua organisasi memiliki supervisi. Karena, supervisi membutuhkan sumber daya yang sangat baik. Namanya saja “super”. Bagaimana mungkin terwujud “super”, jika sumber daya organisasi tidak berkualitas?

4. Supervisi itu sangat jelas. Supervisi itu berwujud. Bagaimana dikatakan supervisi, jika tidak ada hitam dan putih? Atau, apakah ada orang yang mensupervisi tidak memiliki surat keputusan ditetapkan oleh pimpinan lembaga sebagai supervisor? Jika ada, maka pasti, ia bukan supervisor. Karena, supervisor itu pasti memiliki surat keputusan dan output kinerja yang nyata.

5. Tujuan supervisi adalah pengembangan situasi belajar mengajar yang baik melalui pembinaan dan peningkatan profesionalisme. Artinya, melalui supervisi akan muncul peningkatan kualitas.

Itulah “mantra” supervisi yang disampaikan oleh Prof. Tri Joko. “Mantranya” sangat “menusuk” saya. Karena, selama ini, pemahaman saya mengenai supervisi yaitu pengawasan. Ternyata, saya keliru. Bagaimana menurut Anda, “mantranya” sangat “ampuh” tidak?

Semarang, 22 Mei 2020
Ditulis di Rumah, jam 00.20 – 00.40 WIB.

• Monday, May 25th, 2020

Refleksi Mid Semester Mata Kuliah Statistika yang Diampu Oleh Prof. Sukestiyarno
Oleh Agung Kuswantoro

Membaca, menelaah, dan menjawab atas soal mid Statistika Pendidikan, ada beberapa yang saya bingung yaitu pada materi uji beda dan analisis jalur.

Untuk materi yang lain, Insya Allah masih bisa mengikuti dan menjawabnya. Walaupun, belum tahu, bahwa jawaban saya itu benar atau salah.

Soal dalam mid semester terdiri dari materi menghitung mean, modus, rentang, varians, dan nilai dalam perhitungan frekuensi yang lain.

Kemudian, materi uji beda/regresi ganda, dan uji jalur. Soal yang dibangun oleh Prof. Sukes itu, unik dan “kokoh” susunan soalnya. Mulai dari alat uji, penentuan hipotesis, makna hasil uji, dan simpulan. Jadi, utuh sebuah soal dalam mengurai jawabannya.

Tidak bisa, hanya menjawab hanya pada hasil penelitian/simpulan penelitian saja. Untuk dapat menuliskan sebuah simpulan, dibutuhkan kerangka di atas. Seperti, uji hipotesis, kriteria menerima/menolak Ho, dan pemaknaan atas hasil penelitian. Baru, ketemu simpulan penelitian.

Jika seorang mahasiswa itu asal menjawab, maka pasti ia tidak paham akan soal ujian mid semester tersebut. Apalagi, waktu mengerjakan mid hanya 90 menit. Bayangkan coba? Wah, pasti harus serius dan cepat menjawab atas soal yang berjumlah tujuh belas nomor tersebut.

Semarang, 22 Mei 2020
Ditulis di Rumah, jam 00.43 – 01.15 WIB.

• Friday, May 22nd, 2020

Idul Fitri Di Saat Pandemi Covid-19
Oleh Agung Kuswantoro

Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal” (QS. at-Taubah:51).

Malam Ahad (23/5/2020) umat Islam akan mengumandangkan takbir. Di penjuru dunia takbir, tahmid, dan tahlil bergema. Ramai dan hanyut, suara tersebut. Namun, untuk tahun ini, pelaksanaan Idul Fitri, ada yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Apa yang membedakan Idul Fitri tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya? Yaitu, Idul Fitri dalam suasana pandemi Covid-19. Kementerian Agama menganjurkan untuk sholat di rumah bagi daerah yang berzona merah, tidak berziarah ke makam, dan bersilaturahmi melalui media sosial.

Idul Fitri bukan dimaknai “pelonggaran” atau relaksasi, dan kebenaran mutlak. Namun, ada koridor atau aturan dalam pelaksaaan Idul Fitri. Makan, bukan sebanyak-banyaknya. Minum, bukan semengalirnya-ngalirnya. Dan, memakai baju dengan semahal-mahalnya. Hal ini, sangat keliru.

Nabi Muhammad SAW bersabda “Bahwa Idul Fitri, bukanlah untuk mereka yang berpakaian serba mewah. Tapi Idul Fitri itu bagi mereka yang ketaatan dan kepatuhannya meningkat”.

Makna hadis tersebut yaitu Idul Fitri, bukan dimaknai bebas tanpa batas. Bebas harus memperhatikan norma. Terlebih, dalam keadaan ada wabah pandemi Covid-19. Tetap menjaga protokoler kesehatan dengan cara memakai masker, menjaga jarak, tidak bersalaman, dan cuci tangan.

Hukumnya wajib menjaga protokoler kesehatan. Mengapa wajib menjaga protokoler kesehatan? Karena kita sedang berikhtiar. Covid-19 ini, sangat berat. Bisa melumpuhkan perekonomian dan sektor lainnya, seperti pariwisata, transportasi, pendidikan, sosial, dan budaya. Dan, belum ada tanda-tanda berakhir Covid-19 di dunia ini hilang.

Untuk menghadapi Covid-19 dibutuhkan ikhtiar/usaha yang diimbangi dengan sifat sabar. Sabar adalah salah satu hasil didikan di ‘sekolah’ Ramadhan. Sabar adalah salah satu ajaran pada bulan suci Ramadhan. Puasa itu harus sabar. Ada ketentuannya, kapan makan dan tidak makan. Itulah sabar. Nabi Muhammad SAW mengatakan “Tidaklah seseorang diberikan pemberian yang lebih baik dan luas daripada sifat sabar (HR. Bukhori dan Muslim).

Idul Fitri mengantarkan seseorang kepada “kemenangan sejati”. Kata Id , artinya kembali. Fitri, artinya suci. Kembali kepada kesucian, itu makna secara lafal Idul Fitri. Hakikat manusia adalah suci. Lahir, tanpa dosa. Kesuciannya, diwujudkan dengan suara tangis saat lahir. Namun, dalam perjalanan hidupnya, ia/manusia mengalami fluktuatif/naik turun, keimanan dan (buruk dan baik), akhlaknya. Tidak selalu naik iman dan selalu baik akhlaknya. Karena, memang tabiat sebagai manusia. Oleh karenanya, di hari yang baik ini, mari membuka diri kita untuk saling memaafkan. ‘Tiket’ memaafkan, hanya sederhana, yaitu ikhlas. Mulut bisa jadi, mudah mengatakan ikhlas atas kesalahan orang lain yang diperbuat kepadanya. Tetapi, hati belum tentu merelakan atas kesalahan orang tersebut kepadanya.

Ajaklah diri sendiri untuk memaafkan. Yang merasa muda minta maaf kepada orang tua. Anak meminta maaf kepada ibu. Adik meminta maaf kepada kakak. Dan, istri meminta maaf kepada suami. Dengan ucapan “Mohon maaf atas kesalahan yang saya lakukan baik yang disengaja dan tidak disengaja”. Lalu, sambutlah ucapan itu oleh suami, kakak, ibu, dan orang yang lebih tua akan mengatakan “Saya terima maafmu, Nak, Mas, Dik, dan sebutan lainnya, dengan lapang dada dan tulus”.

Meminta maaf, tidak harus melihat status seseorang. Imam meminta maaf kepada makmum. Presiden meminta maaf kepada rakyat. Ustad meminta maaf kepada santri. Dan, kiai meminta maaf kepada masyarakatnya.

Demikian juga, orang yang hidup meminta maaf atau mendoakan kepada yang telah meninggal. Bisa jadi yang meninggal adalah bapak, ibu, dan guru kita. Dimana, untuk saat ini, yang mendoakan masih hidup. Kelak, yang mendoakan pasti akan meninggal dunia pula.

Hanya surat al-Fatihah-lah yang bisa disampaikan oleh yang meminta maaf. Maaf bisa terucap, namun yang bersangkutan telah meninggal. Sehingga, hanya doa yang bisa disampaikan kepada almarhum tersebut.

Marilah menjadi hamba yang ‘bergelar’ fa’izin. Pada hari ini, ada beberapa orang sedang mendapatkan ‘gelar’ fa’izin. Arti fa’izin adalah bahagia. Bahagia, karena batinnya tenang. Batin tenang karena, telah “digodok” atau lulus setelah beribadah di bulan Ramadhan. Karena, belum tentu orang berpuasa dan beribadah dengan baik pada bulan Ramadhan.

Ada yang mengatakan, bahwa Idul Fitri itu bagi orang yang berpuasa. Hal ini, karena orang tersebut telah beribadah di bulan Ramadhan. Sedangkan, lebaran itu bagi orang siapa saja. Termasuk, bagi orang yang tidak berpuasa dan tidak beribadah di bulan Ramadhan. Karena, lebaran identik dengan budaya, yaitu budaya mudik, halal bihalal, dan salam-salaman.

Semoga ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT. Dan, Allah mengampuni segala dosa-dosa kita yang pernah kita lakukan pada bulan mulia tersebut. []

Ada beberapa simpulan dari tulisan ini, yaitu:

1. Idul Fitri tahun ini berbeda dengan tahun yang sebelum-belumnya. Berbeda karena adanya Covid-19. Karena berbeda, sehingga umat Islam harus sabar di era pandemi Covid-19. Sabar adalah “buah” atau hasil didikan dari ibadah puasa.

2. Idul Fitri, bukan bermakna kebebasan tanpa batas. Atau, relaksasi. Namun, Idul Fitri dimaknai kemenangan sejati atas maksiat dan perbuatan buruk yang telah ditinggalkan selama bulan Ramadhan.

3. Umat Islam harus ikhtiar agar tidak terjangkit/terkena virus Covid-19. Ikhtiar sebagai bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT.

4. Semoga kita menjadi hamba yang ‘bergelar’ fa’izin. Artinya, hamba yang bahagia karena telah merelakan dan mengikhlaskan kesalahan dirinya, dan mengikhlaskan kesalahan orang lain yang telah dilakukan kepadanya.

Semoga tulisan ini bermanfaat untuk sesama manusia. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah. Mohon Maaf, lahir dan batin. []

Semarang, 22 Mei 2020
Ditulis di Kantor UPT Kearsipan UNNES jam 10.00 – 11.30 WIB.

• Wednesday, May 13th, 2020

Menulis Materi Perkuliahan
Oleh Agung Kuswantoro

Setiap perkuliahan usai, saya selalu berusaha membuat ulasan atas materi yang disampaikan. Sederhana saja, tujuannya agar materi/pesannya ‘mengena’ atau ‘membekas’ dalam otak. Syukur, ‘masuk’ ke hati.

Namun, yang perlu dipahami dalam hal ini adalah penulisannya. Saat menulis saya butuh banyak referensi. Minimal 3 hingga 4 buku, beberapa artikel ilmiah, dan beberapa sumber berita uptodate (kompas/detik).

Dari beberapa referensi di atas, kemudian saya “ramu” menjadi sebuah tulisan. Pastinya, tulisan ‘ala’ saya. Penjelasan dosen dan referensi yang saya baca menjadi kekuatan saya untuk menulis ulasan mata kuliah yang barusan disampaikan oleh dosen.

Setelah jadi, biasanya hasil tulisan tersebut, saya kirimkan ke dosen yang bersangkutan. Tujuannya, untuk mendapatkan koreksi/masukan atas tulisan ‘sederhana’ saya itu. Ada dosen yang mengapresiasikan dengan menambahkan keterangan. Ada dosen yang memberi keterangan dengan kalimat pendek seperti “good”, menarik, dan kritis. Dan, ada pula dosen yang memberi keterangan dengan motion berupa jempol.

Setelah mendapatkan respon, saya meminta izin ke dosen yang bersangkutan untuk saya share/bagikan ke grup whatshapp kelas/mata kuliah yang sesuai tema kajian. Biasanya, dosen setuju dengan “permintaan’ saya untuk men-share-nya.

Singkat cerita, saya men-share tulisan saya itu ke grup whatshap, facebook, blog (pribadi dan lembaga), dan memindahkan filenya ke kumpulan data sesuai mata kuliah yang saya terima.

Saya disiplin memindahkan file tersebut ke folder saya. Jika tidak disiplin, maka akan menumpuk file di luar folder. Artinya, urutan yang saya tulis itu, tidak jelas.

Bisa dikatakan, saya menulis tiap hari dengan tema berbeda-beda. Karena, tulisan selalu saya ‘produksi’/ciptakan, sehingga saya harus disiplin memindahkan file tersebut seusai folder temanya.

Ibaratnya, celengan dan uang. Celengan itu folder tema, sedangkan uang itu file tulisan. Jadi, harus rajin memasukkan file ke folder. Rajin memasukkan uang ke celengan.

Harapannya, ternyata file-file itu bisa menjadi sebuah buku. Buku sederhana saja. Ga usah yang berbobot sekali, namun segala isinya adalah tulisan saya. “Gaya” saya. Dan, “agung” banget.

Saya pernah melakukan hal ini yang serupa, pada suatu mata kuliah. Hampir setiap pembelajaran menulis materi. Hasilnya, kumpulan materi tersebut, menjadi buku. Sehingga, buku-buku saya itu, mungkin berisi tidak “berbobot” tetapi ada maknanya. Karena, memang saya tidak memasukkan teori-teori yang berat, layaknya bab dua dalam sebuah karya ilmiah, yaitu kajian pustaka/teori. Namun, tulisan saya berisi “ulasan”. Ulasan itu berbeda dengan teori. Tapi, dalam membuat ulasan, harus berdasarkan teori.

Awal tulisan saya dimulai dengan tulisan tangan di buku tulis. Sudah banyak bolpoin dan buku tulis yang saya habiskan untuk menulis ulasan materi perkuliahan. Setelah itu, saya dibantu teman untuk mengetiknya. Teman saya, namanya Pak Sukardi. Ia bisa membaca tulisan saya, walaupun tidak jelas.

Itulah cara saya untuk ‘mengikat’ suatu ilmu. Harapannya, saya bisa menghormati ilmu dengan cara menulis setiap kali perkuliahan. File demi file saya jadikan folder. Tujuannya terkenang untuk diri saya. Syukur, bisa tercetak menjadi buku, sehingga bisa dibaca oleh orang lain. Semoga goresan tinta saya itu bermanfaat bagi orang lain. Inilah cara saya untuk belajar. Semoga bermanfaat.

Semarang, 10 Mei 2020
Ditulis di Rumah jam 11.00 – 11.45 WIB

• Wednesday, May 13th, 2020

Endorsment
Oleh Agung Kuswantoro

Endorsment artinya dukungan. Bisa dimaknai juga promosi. Endorsment biasanya muncul pada suatu produk/karya. Ada orang yang menyebut endorsment itu testimoni.

Saya bukan penjual, namun ada beberapa orang yang meminta tolong untuk memberikan endorsment. Siapakah orang tersebut meminta endorsment atas produknya? Penulis!

Biasanya endorsment berasal dari ahli di bidang ‘produk’ atau karya tersebut. Saya merasa bukan ahli. Namun, ada orang yang meminta tolong saya untuk dibuatkan sebuah endorsment atas bukunya.

Adalah Agus JP, Mba Hitta dan Pak Bagus yang telah meminta endorsment atas bukunya. Saya pun dengan senang hati menuliskan endorsment dibukunya.

Bagi saya, orang yang meminta endorsment adalah sebuah penghormatan. Mereka mengangap diri saya itu memiliki kompetensi/ahli di bidang buku tersebut. Tulisan-tulisan saya memang banyak bertema pendidikan dan sosial. Mba Hitta dan Pak Bagus adalah orang yang meminta saya men-endorsment di bidang pendidikan atas karyanya. Sedangkan Agus JP adalah orang yang meminta mengendorsment di bidang sosial (baca: motivasi).

Saya sangat senang bisa mengendorsment buku mereka. Hal ini menjadikan semangat untuk saya agar selalu belajar dan berkarya. Semoga saya bisa menjadi ahli/pakar di bidang saya. Amin. []

Semarang, 12 Mei 2020
Ditulis Dirumah, jam 06.30 – 07.00 WIB.

• Monday, May 11th, 2020

Pendanaan Pendidikan Di Saat Pandemi Covid-19
Oleh Agung Kuswantoro

Menyimak presentasi oleh Pak Yani, mengenai pendanaan pendidikan, menjadikan saya berpikir, bagaimana kebijakan pendanaan pendidikan saat Pandemi Covid-19?

Saya sebagai orang yang sedang belajar, tidak bisa menjawabnya. Namun, saya menyimak pemberitaan atas fenomena saat ini. Kebijakan pendanaan pendidikan di saat pandemi seperti ini, menjadi “bingung” bagi seorang administrator.

Ia/administrator harus ‘memutar’ otak agar ‘pos-pos’ pendanaan pendidikan tetap ada, walaupun ditengah pandemi Covid-19. Ia tetap memprioritaskan program penanggulangan Covid-19, sehingga, sangat mungkin sekali, pendanaan yang awalnya untuk pos pendidikan, akan “digeser” atau “dipotong” untuk anggaran penanganan Covid-19.

Situasi Covid-19 adalah situasi darurat. Sehingga, pendanaan yang awalnya sudah masuk dalam ‘pos-pos’ pendanaan pendidikan, akan “bergeser” demi penanggulangan Covid-19. Bahkan, menurut sumber yang saya himpun, beberapa gaji PNS akan dipotongkan dan gaji THR pejabat itu, tidak diberikan oleh pemerintah kepada mereka. Alasannya, jelas yaitu penanggulangan wabah Covid-19.

Lalu, apakah anggaran pendidikan itu “bergeser”? menurut saya, Ya! Karena, memprioritaskan faktor kesehatan dan sosial. Dalam masalah/keadaan saperti ini, pendidikan belum menjadi faktor utama. Sehingga, dalam pendanaan akan direvisi.

Itulah menurut saya, kebijakan pendanaan pendidikan, saat pandemi wabah Covid-19. Sang administrator harus berjuang, agar pendidikan tetap “berjalan” di tengah wabah pandemi Covid-19. Ada skala prioritas dalam membuat kebijakan pendanaan. Misal, pembiayaan pembelajaran daring. []

Semarang, 3 Mei 2020
Ditulis Di Rumah, jam 22.30 – 23.00 WIB.

• Monday, May 11th, 2020

Berbagai Metode Statistik Nonparametrik
Oleh Agung Kuswantoro

Perkuliahan Statistik, Jumat (8 Mei 2020) lebih cenderung pada review materi. Saya mencoba membuat ulasan mengenai statistik dari referensi yang saya himpun.

Banyak dari metode statistik inferensi yang telah dipelajari seperti t test, ANOVA, Korelasi, dan Regresi yang sebenarnya bisa juga disebut dengan metode parametrik. Disebut demikian, karena adanya parameter-parameter seperti Mean, Median, Standar Deviasi, Variansi, dan lainnya, baik untuk deskripsi pada populasi maupun pada sampel.

Namun, metode parametrik bisa dilakukan jika beberapa persyaratan dipenuhi, pertama dan terutama adalah sampel yang akan dipakai untuk analisis statistik parametrik, haruslah berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Misal populasi pekerja suatu pabrik diketahui tidak berdistribusi normal, maka jika diambil sebuah sampel sebanyak 30 pekerja dari populasi tersebut, parameter-parameter sampel tersebut seperti rata-rata penghasilan, standar deviasinya tidak bisa digunakan untuk analisis data secara parametrik, seperti t test.

Jika jumlah populasi atau sampel hanya sedikit, misal hanya 5 atau 6 buah, dengan sampel sejumlah itu, sulit dilakukan analisis statistik parametrik secara memadai.

Jenis data yang dianalisis nominal atau ordinasi (seperti sikap konsumen, perilaku karyawan, jenis kelamin, dan lainnya), metode parametrik sulit untuk diterapkan dengan hasil memuaskan pada tipe data seperti itu.

Jadi, jika data yang ada tidak berdistribusi normal, atau jumlah data sangat sedikit, serta level data adalah nominal atau ordinal, maka perlu digunakan alternatif metode-metode statistik yang tidak harus memakai suatu parameter tertentu, seperti keharusan adanya mean, standar deviasi, varians, dan lainnya. Metode tersebut disebut sebagai metode statistik nonparametrik.

Keuntungan dari penggunaan metode nonparametrik, yaitu:

1. Metode Nonparametrik tidak mengharuskan data berdistribusi normal, karena ini metode ini sering juga dinamakan uji distribusi bebas (distribution free test). Dengan demikian, metode ini bisa dipakai untuk segala distribusi data dan lebih luas penggunaannya.

2. Metode Nonparametrik bisa dipakai untuk level data yang ‘rendah’ yakni data nominal dan data ordinal. Hal ini penting bagi para peneliti sosial, seperti penelitian perilaku konsumen, sikap manusia yang mengalami kendala dengan hasil pengukuran yang tidak berlevel interval dan ratio. Sebagai contoh, jika seseorang meneliti motivasi kerja dan hubungannya dengan sikap pekerja terhadap lingkungan kerja, maka variabel motivasi dan sikap pekerja bukanlah data rasio. Pengukuran variabel tersebut lebih tepat menggunakan data ordinal, dengan kuesioner yang memungkinkan responden menjawab “setuju, “tidak setuju”, dan sebagainya. Hasil pengukuran variabel ini tidak bisa menggunakan metode parametrik dalam analisis datanya.

3. Metode Nonparametrik cenderung lebih sederhana dan mudah dimengerti daripada pengerjaan Metode Parametrik.

Disamping berbagai keunggulan di atas, Metode Nonparametrik juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu tidak adanya sistematika yang jelas seperti pada metode parametrik. Hasilnya, bisa meragukan karena kesederhanaan metodenya, dan tabel-tabel yang dipakai lebih bervariasi dibanding tabel-tabel standar pada metode parametrik.

Apakah akan dipakai metode parametrik atau nonparametrik tergantung dari situasi yang ada. Keduanya, lebih bersifat saling melengkapi dalam melakukan berbagai pengambilan keputusan.

SPSS menyediakan menu khusus untuk perhitungan statistik nonparametrik. Berikut adalah berbagai metode nonparametrik yang bisa digunakan dalam upaya alternatif terhadap metode parametrik.

Tabel test parametric dan nonparametrik

Berikut ulasan sederhana mengenai metode statistik nonparametrik. Perhatikanlah, jumlah sampel yang nanti akan digunakan, karena akan berdampak pada pemiliha metode statistika. Yuk, yang jeli terhadap suatu metode statistic agar benar dalam mengolah data, sehingga simpulannya dapat dipertanggungjawabkan kepada orang lain.

Semarang, 9 Mei 2020
Ditulis di Rumah jam 02.00-02.45 WIB.

• Monday, May 11th, 2020

more…

• Monday, May 11th, 2020

Ibadah Di Rumah
Oleh Agung Kuswantoro

Ramadhan, 1441 Hijriah/2020 Masehi ini, menjadi berbeda dengan ‘kedatangan’ makhluk bernama “Korona”. Segala sesuatu ibadah dengan adanya “Korona” dilakukan di Rumah.

Saya sangat merasakan tiap Ramadhan banyak kegiatan dilakukan di luar Rumah. Namun, untuk kali ini betul totalitas di Rumah.

Saya begitu menikmatinya, ibadah di Rumah. Saya bisa melihat anak sholat di samping saya. Saat ia capek sholat Tarawih, ia tiduran dan bermain disamping saya.

Prinsip saya ibadah di Rumah adalah mengutamakan ibadah yang utama. Prioritas. Misal, sholat Isya itu wajib, maka harus diutamakan. Sholat Tarawih itu sunah.

Berbagai perilaku anak saat ibadah, saya amati. Ibadah anak berbeda dengan ibadah yang dilakukan oleh orang dewasa/baligh.

Sama-sama sholat Dhuhur. 4 rokaat. Bagi anak, 4 rokaat itu sudah banyak. Namun, bagi orang dewasa itu 4 rokaat biasa/sedikit. Oleh karenanya, mumpung ibadah di Rumah, anak dilatih agar merasakan latihan ibadah. Dampingi mereka. Siapa lagi, jika bukan kita sebagai orang tua? Ketika anak merasa keberatan dengan ibadah, kitalah yang harus memberi pengertian kepadanya. []

Semarang, 10 Mei 2020
Ditulis Di Rumah, jam 05.30 – 06. 00 WIB.