• Tuesday, November 14th, 2017

Berpegang Teguh pada Sunahku

Oleh Agung Kuswantoro

 

Mantap saja dengan sunah Nabi Muhammad SAW. Ikuti saja sunah-sunah Nabi Muhammad SAW yang ada di hadis. Ikuti dan pahami hadis Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya, kita akan kagum akan akhlaknya.

 

Itulah pesan yang saya dapatkan selama ini  bersama jamaah setelah mengaji hadis Arbain Nawawi. Jangan pelajari, hal-hal yang tidak penting dan tidak ada dasarnya. Jika itu hadist, sangat jelas sumbernya. Setelah tahu, saatnya melakukan.

 

Itu maknanya, pelajari ilmunya dulu, baru tindakannya. Jangan dibalik, tindakannya dulu, baru ilmunya. “Ikat” ajaran Nabi Muhammad SAW dengan berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, lalu “genggam” dengan sekuat-kuatnya, melalui kajian dan aplikasi dalam tindakan keseharian. Ajak teman, saudara, keluarga, dan masyarakat untuk mengaji hadis. Hal ini sebagaimana hadis ke-28 dari kitab Arbain Nawawi yaitu “Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham.

 

Sangat jelas dari hadis tersebut, bahwa kita dianjurkan untuk (1) mengikuti perintah ajaran Nabi Muhammad SAW, (2) Tidak melakukan perbuatan yang mengada-ada, (3) mengkaji ilmu-ilmu hadis yang didalamnya membahas perilaku-perilaku Nabi Muhammad SAW. Itulah pesan yang saya tangkap dalam hadist ke-28 dari Kitab Arbain nawawi. Waallahu ‘alam.

 

 

Yogyakarta, 11 November 2017

• Thursday, September 28th, 2017

Efektifkah Aplikasi (Sistem)?

Oleh Agung Kuswantoro

 

Mendengarkan dan menyimak materi yang disampaikan oleh Dr. Eng. Imam Machdi, MT sangat menarik. Imam Machdi adalah Asdep Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Pelaksanaan SAP dan Penerapan SPBE. Pengalaman dan pendidikannya sangat cocok materinya. Imam Machdi menguasai betul konsep-konsep sebuah aplikasi. Imam Machdi menjelaskan infrastruktur yang harus dipenuhi dalam sebuah aplikasi mulai kebutuhan, keuangan, sumber daya manusia, dan sistem keamanan. Mari kita kaji satu-satu.

 

Sebuah aplikasi berawal dari proses bisnisnya. Alurnya harus ceto welolo. Termasuk pekerjaannya apa saja setiap point yang harus dilakukan. Bukan IT-nya diperkuat dulu, tetapi identifikasi setiap kebutuhannya. Baru setelah itu memiikirkan IT-nya.

 

Bicara IT tidak lepas dari keuangan. Membuat aplikasi tidaklah murah. Butuh biaya yang tidak sedikit. Oleh karenanya perlu direncanakan dan dianggarkan mengenai kebutuhan dalam IT.

 

Setelah IT-nya disusun, kemudian dipikirkan siapa yang mengoperasionalkan? Disinilah letak sumber daya manusianya. Pastinya, harus mumpuni dalam bidangnya. Jangan menunjuk atau orang yang mengoperasionalkan yang belum memahami konteks (isi) yang ada dalam aplikasi tersebut.

 

Setelah itu, perhatikan keamanannnya. Pernahkah kita mengisi pendaftaran Facebook? Di Facebook kita mengisi data kelahiran dan alamat lokasi. Padahal kita saat mengisi data kelahiran adalah membuka kerahasiaan diri kita. Dalam bidang perbankan data kelahiran itu sangat rahasia. Namun, justru kita membuka dan memunculkannya saat kita berulang tahun, serta Facebook pun mengucapkan ucapan selamat ulang tahun.

 

Lalu, saat mengisi alamat lokasi, sadarkan mungkin disekitar kita ada orang yang mengintai? Jika ada orang yang (semoga tidak terjadi) berniat jahat, maka sesungguhnya dia sedang membocorkan keberadaannya. Disitulah letak keamanannya. Mungkin kita tidak sadar saat mengisi identitas tersebut. Oleh karenanya, kita jangan terlalu membuka diri kita melalui media (akses internet).

 

Dari sisi manajemen sebuah sistem itu efektif, terbukti cepat dan tidak ribet. Semua informasi mudah diperoleh, cukup dengan meng-kik bisa diperoleh informasi tersebut. Dari sisi manajemen ternyata juga tidak efektif. Misal, apakah di instansi Ibu/ Bapak memiliki sistem kepegawaian? Dapat dipastikan, jawabannya memilikinya. Ada 10 instansi, ada 10 pula sistem kepegawaian. 1 sistem butuh dana, berarti ada 10 pendanaan. Nah, disinilah muncul ketidak efesiensinya dalam bidang anggaran. Dari data Imam Machdi ada 65% lembaga yang memiliki sistem tersebut, selebihnya 35% lembaga memiliki pusat data sendiri.

 

Hal ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi kementerian atau lembaga yang tinggi. Coba muncul sistemnya dari atas terlebih dahulu, maka lembaga yang dibawahnya pasti akan menggunakannya. Dana pun lebih irit. Lembaga yang dibawahnya, tidak membuat proposal kegiatan untuk membuat sistem tersebut.

 

Lalu, bagaimanakah e-goverment dalam bidang kearsipan? Saya belum bisa menuliskannya, karena sedang dirancang oleh Pemerintah. Minimal ANRI melalui JIKN dan SIKD menjadi simpul-simpul dalam bidang kearsipan di Kabupaten/ Kota/ Perguruan Tinggi . Simak pula materi yang sedang disampaikan oleh Imam Machdi. Hingga tulisan ini ditulis, materi masih disampaikan oleh Imam Machdi. Terima kasih.

 

Batam, 28 September 2017

• Monday, February 27th, 2017

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

 

Apakah Anda orang merantau? Jika perantau, mari kita saling belajar dari tulisan ini. Tulisan ini sebagai suara hati atas orang yang berpendapat kepada saya. Terlebih, saat sekarang, ada anak saya yang barusan lahir. Alhamdulillah, melalui  kelahiran anak, silaturahmi antar sahabat, teman kantor, dan tetangga di lingkungan rumah saya.

 

 

Mereka yang datang ke rumah, ada yang seumuran dengan saya. Ada pula yang lebih tua dari kita – saya dan istri – khususnya yang datang lebih tua kepada saya, mereka memberikan nasihat-nasihat kepada saya. Saya mengganggap mereka sebagai orang tua.

 

 

Kebanyakan mereka mengatakan kepada saya bahwa saya mandiri. Jujur, saat orang mengatakan kepada saya tentang kami yang mandiri, saya justru bingung. Kalau, tidak bertahan hidup di perantauan, saya harus apa? Jelas, jawabnya adalah melakukan apa yang bisa saya lakukan.

 

 

Begini. Mari kita berpikir logis. Kami berasal dari luar kota. Asal saya Pemalang, sedangkan istri dari Rembang. Orang tua kami pun, sibuk dengan urusannya masing-masing. Doa menjadi jembatan antara kami dengan orang tua kami.

 

 

Masa, saya tega menghubungi orang tua saya yang sedang sibuk? Atau, masa saya tega menelpon mertua yang sedang repot dengan urusan rumah, dimana mbak ipar juga melahirkan?

 

 

Itu maknanya, saya diberi kekuatan oleh Allah untuk menentukan keputusan untuk bertahan hidup di perantauan. Kekuatannya adalah diri sendiri. Diri  yang kuat dan tangguh untuk menghadapi segala halangan dan rintangan. Peran masing-masing dalam keluarga harus dioptimalkan. Istri melaksanakan tugas sebagai istri. Suami melaksanakan tugas sebagai suami. Kerjasama sangat dibutuhkan diantara keduanya.

 

 

Repot itu pasti. Pastinya, kami tidak akan meminta kepada manusia. Mintanya kepada siapa? Jawabnya, Tuhan. Ya, Allah. Sehingga, kepasrahan secara total yang kami butuhkan. Saat susah, sebut nama Dia. Dia yang segalanya. Saat sakit, cukup nama Dia yang kita ucapkan.

 

 

Disinilah muncul kemandirian. Kemandirian yang sesuai dengan kemampuan kita. Saat kita tidak mampu, Allah pasti akan  memberi pertolongan melalui malaikat-malaikat-Nya. Malaikat tak selalu berwujud Jibril. Manusia atau hewan juga Malaikat. Allah mengirimkan “manusia dan hewan” itu kepada kita berupa pertolongan saat susah. Jadi, jangan disangka, saat kita susah Allah itu tidak ada. Tetapi, Dia selalu disamping kita.

 

 

Kuncinya, saat kita mengatakan diri kita merantau, maka kesusahan pasti ada. Nah, tinggal kitanya, siapa yang akan kita sebut, manusia atau Tuhan? Saat kita sebut Tuhan, maka kepasrahan akan total. Sehingga itu mungkin yang dimaksudkan orang, bahwa sikap tersebut adalah mandiri.

 

 

Demikian tulisan sederhana. Semoga memberikan nilai positif bagi kehidupan kita semua. Pastinya, khusnudhon dengan kehidupan ini. Salam sukses untuk kita semua.

 

 

Semarang, 28 Februari 2017

 

 

 

• Tuesday, December 20th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Setelah Malaikat Rizki datang dalam wujud 3346. Orang semua tersenyum. Bahkan sibuk dengan liburan akhir tahun dan tahun baru 2017. Sibuk mencari hotel, referensi kuliner, dan tempat liburan. Lalu, dimana Malaikat yang lainnya? Apakah wajah Malaikat Rizki itu selalu tersenyum?

 

Nah, disinilah letak penasaran saya. Saya mencoba membuat ciri-cirinya. Malaikat rizki datangnya bisa ditebak yaitu tanggal 9 Desember 2016. Semua atau hampir sebagian orang mengisi pulsa. Untuk mendapatkan SMS banking sehingga mengetahui nilai nominalnya. Semenjak tanggal itu pula, bagian keuangan sudah memberitahukan bahwa ia telah mentransfer uang. Begitu mudahnya Malaikat Rizki datang di kampus ini. Dan orang awam pun bisa menantinya.

 

Kemudian, bagaimana Malaikat Izroil atau pencabut nyawa? Mari kita lihat ciri-cirinya. Wah jujur, saya sebagai penulis belum bisa menciri-cirikan, sebagaimana Malaikat Rizki. Namun sedih pula, jika Malaikat Izroil datang tanpa kita sambut. Guru saya mengatakan, sambutlah Malaikat Izroil dengan senyuman. Malaikat Izroil datang, mari kita terima ajakannya, karena Allah sudah menantikan kita. Kita akan mendapatkan tempat yang layak disisiNya berupa Surga. Saat Malaikat Pencabut Nyawa tersebut datang kita akan disambut dengan perkataan “Silakan ambil nyawa saya, saya akan menerima perintah dari Allah bahwa masa atau waktu saya telah habis. Saya ingin pulang ke tempat saya. Saya rindu di tangan Allah. Love Allah”. Itulah kalimat singkatnya.

 

Dengan demikian, betapa bahagianya Malaikat Izroil pulang setelah melakukan misi tugasnya. Jadi Malaikat Izroil pun menarik untuk kita sambut. Sambutannya bukan dengan mengisi pulsa agar tertansfer 3346, melaikan dengan kegiatan amal baik berupa ibadah ataupun kegiatan yang positif untuk kemaslahatan umat. Mari kita sambut Malaikat-malaikat Allah dengan senyuman dan keikhlasan. Jangan Malaikat Rizki saja yang menjadikan kita tersenyum.

• Tuesday, December 20th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Judul diataslah yang menjadi kesan saat menghayati tulisan pak Hernowo pada bagian catatan baru editor dan pengantar editor di buku Quantum Wrinting. Dalam banget maknanya. Itu baru membaca halaman isinya. Belum pada isinya. Kemudian, saya menjelajahi bagian daftar isi. Kesannya adalah terkonsep. Pikiran pak Hernowo sudah mempetakan arah dari buku yang akan dibaca atau digagasnya.

 

Catatan editor. Betul-betul dari sang editor menuliskannya. Berasa sekali saya membacanya. Pak Hernowo membawa saya agar menulis harus mengenali diri sendiri dan menemukan diri kita sendiri. Jangan sampai menulis yang bukan gue banget. Pak Hernowo memberi contoh Natalie agar menulis mengalir bebas. Teruslah mengalir dan jangan berpikir. Pesan itu yang disampaikan. Jadi menulislah seperti aliran air yang terus mengalir.

 

Masuk pada pengantar. Pak Hernowo menyajikan kepada saya berupa kalimat motivasi pada halaman khusus warna hijau. Di dalam halaman-halaman tersebut tertulis kalimat motivasi seperti membaca dan menulis adalah salah satu bentuk interaksi dalam proses belajar. Selain itu, saya menemukan tokoh-tokoh baru yang berkaitan dengan tema tulisannya. Mengkorelasikan antara tema dengan tokoh, kemudian mengkajinya menurut saya bukanlah hal yang mudah.

 

Ya, itu tokoh yang berkaitan dengan tema tulisan. Bagaimana kalau itu tidak sama persis, namun bisa menggabungkan tokoh tersebut dari buku Stephanie Merritt. Maknanya pak Hernowo kaya raya dalam bacaan. Kemudian “memasak” nya dengan tulisan ala beliau dengan bahasa khasnya. Jero dan mudah dipahami.

 

Kesannya, saya masih garing bacaan. Melihat literatur pak Hernowo, terasa saya harus berlatih dan terampil membacanya terhadap literatur berbobot perlu didalami. Biasanya saya bersumber pada bagian yang relevan. Miskin teori dan tokohnya. Inilah yang harus saya dalami.

 

Pak Hernowo mengajarkan kepada saya dalam membuat kata pengantar, bukan sekedar mengantarkan, melainkan filosofi kuat dari buku tersebut. Disinilah kekuatan kata pengantar. Kata pengantar dalam buku tersebut tidak cukup satu halaman, namun ada 8 halaman dengan dua halaman. Kalimat motivasi, jadi total 10 halaman. Keren! Baru membaca kata pengantar saja sudah 10 halaman dengan isi yang berbobot. Apalagi membaca per bab bukunya. Wow, hebat. Terasa saya harus filosofi atau kerangka berpikir dulu, besok kalau menyusun kata pengantar di buku yang akan saya tulis.

 

Terima kasih pak Hernowo sudah memberikan saya ilmu menulis kata pengantar dengan baik. Jarang saya membaca pengantar buku sedalam pengantar ini. Biasanya sekedar mengenalkan per bab saja. Namun dalam kata pengantar buku ini, lebih lengkap karena terdapat beberapa konsep teori, data, dan contohnya. Semoga saya bisa menulis kata pengantar yang lebih baik di buku saya selanjutnya. Sukses selalu untuk pak Hernowo dan kita semua. Amin.

• Thursday, December 15th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

 

Point yang saya dapatkan dari artikel yang direkomedasikan oleh Pak Hernowo adalah metakognisi. Apa itu metakognisi? Metakognisi adalah ilmu nonkognisi yang tidak diajarkan dibangku kuliah. Memang kita membutuhkan ilmu matematika, ekonomi, fisika, kimia, dan ilmu yang lainnya. Namun tanpa ilmu nonkognisi ilmu-ilmu tersebut mubadir.

 

Bu Susi mengalami itu. Waktu muda Susi dihabiskan di laut untuk mencari ikan dan mengirim ikan. Ia menangkap ikan di pesisir pantai laut Pangandaran yang panas. Lalu, ia menyewa mobil pick-up untuk mengangkut ikan ke Jakarta dari Pangandaran. Kemudian, dilelang di sana. Pengalaman ini ia lakukan bertahun-tahun. Hingga akhirnya ia memahami dunia perikanan dan logistiknya. Ia mengekspor ikan-ikan dengan pesawat carterannya. Ikan yang ia bawa selalu segar dan masih hidup, sehingga muncullah bisnis pesawat yang ia miliki untuk mengirimkan ikan segarnya ke beberapa negara.

 

Inilah yang dimaksud metakognisi. Susi dapat itu. Ilmu ini muncul karena faktor pembentuk yang lahir seperti ilmuwan besar, wirausaha kelas dunia, dan praktisi handal. Kemampuan bergerak, self discipline, focus, menahan diri, responsif, mampu mencari pintu untuk pembaharuan, dan kehidupan yang produktif. Itu kuncinya.

 

Artikel ini memberikan pelajaran kepada saya, bahwa ilmu harus ditunjang dengan praktek. Praktek tak harus seindah rencana. Saat ada permasalahan di praktek, itulah pentingnya ilmu. Di dalamnya akan muncul nilai-nilai kognisi sebagaimana di atas.

 

Kita harus optimis dan produktif dalam menjalani kehidupan ini. Toh, akhirnya anak-anak kita belajar dari diri kita dan lingkungan sendiri. So, akhirnya perkuat metakognisi di lingkungan sekitar kita. Jangan beranggapan non kognisi itu tidak penting. Biasanya kognisi berujung pada ijasah, teori, dan stereotyping. Akan tetapi, studi baru mengatakan non kognisi tidak kalah penting dariui kognisi. Lihatlah Bu Susi!

 

Semarang, 13 Desember 2016

• Tuesday, December 13th, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

Marketing atau pemasaran apakah hanya untuk perusahaan? Ataukah marketing tidak diperlukan untuk sekolah? Jamal Ma’mur Asmani (2015) menjawabnya sekolah membutuhkan marketing strategi jitu agar mampu menerapkan jiwa kompetisi dan sportivitas untuk melahirkan sekolah unggulan.

 

Konsep inti marketing adalah menggali kebutuhan, keinginan, dan permintaan pelanggan sebagai dasar untuk menciptakan produk yang mempunyai nilai, biaya, kepuasan pelanggan, sehingga bisa dipertukarkan dengan sukses (hal : 9).

 

Unsur-unsur marketing adalah meliputi pemasar, barang, dan jasa, serta proses pertukaran. Pemasar adalah organisasi yang memiliki tujuan tertentu. Barang dan jasa sebagai proses dalam pasar. Pasar mempunyai kapasitas pertukaran (daya beli) untuk bisa memperoleh barang yang diminta. Sedangkan proses pertukaran merupakan kegiatan dua pihak yang masing-masing memerlukan pihak lain untuk pemenuhan kebutuhan.

 

Bicara marketing saat ini tidak lepas dari globalisasi. Untuk bisa bertahan (survive), suatu organisasi harus memhami globalisme. Kennedy dan Cohen mengatakan globalisme merupakan kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia itu satu. Selain globalisasi, marketing juga harus memperhatikan kecepatan gerak. Kecepatan gerak harus ditunjang oleh kegiatan penelitian dan pengembangan Research And Development (RAD) yang berkelanjutan.

 

Tawaran marketing unggul untuk memajukan sekolah menurut Jamal Ma’mur Asmuni (2015) dalam buku ini ada lima. Pertama, menciptakan perbedaan. Sekolah harus mampu melihat sisi yang berbeda dari sekolah lain. Misal, sekolah mengunggulkan potensi lokalnya. Ada sebuah sekolah di Pati, Jawa Tengah mampu mengantarkan siswanya meraih prestasi di tingkat nasional dan  internasional karena siswa meneliti batu kapur yang berlokasi di daerah tempat tinggalnya. Ia memanfaatkan potensi lokalnya sebagai objek penelitiannya. Ia cerdas mengoptimalkan potensi lokal, dimana orang mengatakan sebagai kelemahannya. Disinilah letak perbedaan sekolah tersebut.

Kedua, melahirkan keunggulan. Menurut Sudarwan Denim, keunggulan sekolah bisa dibagi menjadi keunggulan akademik dan ekstrakurikuler. Keunggulan akademik dibuktikan dengan nilai yang dicapai anak didiknya. Sedangkan, keunggulan ekstrakurikuler dibuktikan dengan berbagai keterampilan yang dikuasai oleh anak didiknya.

 

Ketiga, menguatkan solidaritas internal. Terwujudnya perbedaan dan keunggulan tidak terlepas dari kerjasama yang solid seluruh elemen sekolah, mulai dari pimpinan hingga bawahan. Sehingga tercipta satu visi, misi, dan aksi yang konsisten dan berkelanjutan.

 

Keempat, mengasah kreativitas. Kreativitas merupakan kemampuan menangkap dan menemukan hal-hal baru yang belum ada sebelumnya. Apabila sekolah mampu mengambangkan kreativitas, eksistensi dan reputasinya akan tetap terjaga.

 

Kelima, mengedepankan inovasi. Inovasi menjadi bukti kesungguhan sekolah dalam mengelola kualitasnya, pasti akan melakukan inovasi. Syarat utama inovasi adalah memiliki mental cendekiawan, yaitu tidak pernah merasa puas terhadap prestasi yang diraih. Sekolah akan selalu  melihat lembaga yang berada di atasnya, sehingga tertantang untuk melakukan pembaharuan secara kontinu.

 

Itulah lima strategi marketing sekolah. Pekerjaan marketing bukanlah hal mudah. Marketing dibutuhkan agar sekolah tetap hidup, bertahan, dan maju. Dibutuhkan sumberdaya yang mumpuni baik manusia maupun pendukungnya. Sekolah yang mampu melakukan marketing, pasti ia memiliki keunggulan yang berbeda dengan sekolah lainnya. Sekolah tersebut pandai memanfaatkan sumber daya di sekitarnya dengan mengoptimalkan semua unsur elemen yang ada di sekolah tersebut mulai dari atasan hingga bawahan.

 

Agung Kuswantoro, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

 

 

 

Judul Buku         : Manajemen Efektif Marketing Sekolah

Penulis               : Jamal Ma’mur Asmani

Peresensi           : Agung Kuswantoro

Penerbit            : Diva, Press

Tahun                : 2015

Hal                     : 240 hlmn

ISBN                   : 978 602 255 850 7

Editor                : Kurniawan Dinihari

 

• Monday, December 05th, 2016
 
Oleh Agung Kuswantoro
 
Pertemuan kita sekarang sudah memasuki pertemuan yang ke-14. Saya rasa pertemuan ini cukup. Seharusnya pertemuan sekarang ujian, karena materi-materi sudah diberikan sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
 
Yang menjadi permasalahan dalam perkuliahan kita adalah Sarana dan Prasarana. Atau keberadaan MESIN PERKANTORAN. Seperti biasa ini sebagai alasan klasik di sebuah lemabaga. Bahkan ada alat yang sudah umurnya lebih tua dibanding masa studi mahasiswa untuk menempuh strata satu.
 
Oleh karenannya untuk ujian kali ini saya, tidak akan membuat ujian praktek. Dimana ujian praktek sebagai kunci utama dari ujian tersebut. Lalu apa ujiannya? Membuat REFLEKSI. Refleksi dari apa? Dari bahan yang sudah diberikan oleh saya, kemudian disesuaikan dengan keadaan sekarang.
 
Misal, materi mesin stensil atau mensin pengganda, bahwa alah kita keadaannya seperti itu. Lalu, bagaimana yang diluar? atau keadaan mesin saat ini? Nah silakan dibuat refleksinya. Contoh lagi. Mesin cash regiter untuk mesin hitung yang kita punya ada casio dan sharp. Bagaimana keadaan dan perkembangan cash register di luar? Apakah masih digunakan? Apa kelebihan dan kelemahan dari mesin yang kita punyai serta tantangannya? Mesin laminating. Bagaimana keadaan mesin laminating saat ini? Apakah masih diguanakan mesin laminating yang kita punyai? Atau pertanyaan lainnya. Silakan buat refleksinya.
 
Dan contoh lainnya. Silakan buat refleksi dari setiap mesin yang kita punya dan saya ajarkan kepada Saudara. Itu sebagai ganti ujian praktek. Silakan kalau ada masukan.
 
Semarang, 5 Desember 2016
• Tuesday, November 22nd, 2016

 

Oleh Agung Kuswantoro

 

TU Universitas sebagai tempat pencipta arsip sekaligus menyimpan arsip yang masuk di UNNES. Sebagai lembaga besar pasti memiliki arsip yang banyak. Oleh karenanya perlu ditata agar terkelola dengan baik. Keadaan sekarang, arsip aktif yang ada di TU Universitas tampak pengelolaan arsip perlu dibenahi. Terlihat arsip ada ditumpukan atas lemari, box-box kardus di atas lemari, arsip-arsip di mobile file yang belum tercatat, dan beberapa arsip yang ada pada pegawai belum terlihat rapi. Lalu, bagaimana model pengelolaan arsipnya?

 

Ada beberapa langkah kerjanya. Pertama, mengkhususkan arsip aktif di satu tempat. Tempat yang sangat memungkinkan adalah di ruang yang sekarang ada mobile file-nya. Arsip-arsip yang ada pada mobile file dipindah ke perpus lantai 1 – sebagai  calon kantor UPT Kearsipan – kemudian arsip aktif masuk ke ruang tersebut.

 

Kedua, perlu pencatatan arsip aktif saat masuk record center – nama tempat arsip aktif – TU Universitas. Berarti membutuhkan tenaga yang mencatat, siapa itu? Pastinya pemilik arsip aktif yaitu pegawai TU Universitas dengan pendampingan UPT Kearsipan.

 

Ketiga, pola klasifikasi harus diperhatikan. Pola klasifikasi yang ditentukan oleh UNNES dalam pengelolaan kearsipan adalah subjek. Subjek atau pokok masalah harus jelas, karena menyangkut arsip. Pokok masalah yang ada pada TU Universitas jelas berbeda dengan unit kerja lainnya. Saya belum mengecek pokok masalah yang ada di TU Universitas ada berapa jumlah pokok masalah yang digunakan.

 

Keempat, sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan. Memang tidak harus baru dalam menata arsip menggunakan peralatan kearsipan seperti filling cabinet dan box arsip. Perlu diskusi terkait sarana dan prasarana.

 

Kelima, saat pemindahan arsip di TU Universitas menuju perpustakaan lantai 1 membutuhkan tenaga yang “gotonggotong” arsip karena jumlahnya tidak sedikit, sehingga dibutuhkan koodinasi antar beberapa pihak.

 

Itulah beberapa catatan saat pengelolaan kearsipan aktif TU Universitas dibutuhkan banyak elemen yang terlibat seperti pegawai TU Universitas, UPT Kearsipan, cleaning service, atau bahkan asset (peralatan arsip) sehingga dibutuhkan koordinasi dari elemen yang terlibat. Tujuan kegiatan ini agar jelas pengelolaan arsip aktif TU Universitas mulai pencatatan, pemberkasan, penyimpanan, hingga penemuan kembali. Sehingga letak suatu arsip jelas mulai dari laci, guide, dan mapnya sebagai wujud pelayanan prima menuju good government di UNNES. Amin.

• Friday, November 11th, 2016

Oleh Agung Kuswantoro

 

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al ‘alaq : 1-5)

 

Seorang muslim seharusnya suka membaca. Namun, ironis Indonesia dimana penduduk yang banyak muslim, bahkan terbesar muslimnya di dunia, namun minat bacanya rendah. Berdasarkan survey UNESCO minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 %. Artinya dalam seribu masyarakat hanya ada 1 masyarakat yang memiliki minat baca. Minat baca masyarakat Indonesia sangat minim sekali. Dari 61 negara, Indonesia menempati peringkat 60. Ini artinya Indonesia masih setara dengan negara Afrika Selatan (www.gobekasi.pojoksatu.id. Data 19 Mei 2016).

 

Melihat data tersebut, dapat dikatakan keingintahuan masyarakat Indonesia terhadap suatu ilmu masih rendah. Padahal Allah memerintahkan membaca tak cukup sekali. Dalam satu surat saja ayat (1-5) perintah membaca ada dua kali. Maknanya, jika kita mebaca sekali, mungkin belum memahami. Kemudian kita baca ulang, maka barulah memahaminya.

 

Tujuan kepada siapa yang harus membaca, jelas pada orang muslim. Mengapa demikian? Karena al qur’an diturunkan kepada orang muslim. Tugas seorang muslim adalah mengamalkannya. Ternyata mengamalkan tidaklah mudah, dibutuhkan usaha dan langkah yang konkret.

 

Menengok ke belakang, ternyata semangat Nabi Muhammad SAW untuk membaca dimulai umur 40 tahun, semenjak ayat tersebut diturunkan. Posisi Nabi Muhamad SAW, bahkan ummi atau tidak bisa membaca dan menulis. Namun, meskipun umur 40 tahun, motivasi beliau sangat tinggi dengan bertanya kepada Malaikat Jibril. “Ma ana bi qori” atau “apa yang saya baca”. Ini menunjukkan bahwa kita dianjurkan untuk belajar.

 

Jika, kita membaca maka yang kita dapat berupa ilmu. Ilmu inilah menjadi kunci  atau tujuan yang akan diperoleh jika kita rajin membaca. Bahkan Allah menyandingkan orang yang berilmu dengan orang beriman sebagaimana firman Allah:”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat” (QS. 58 (Al mujadilah) : 11)

 

Berdasarkan ayat di atas, tegas sekali Allah menempatkan orang berilmu dengan beriman. Kata penghubungnya atau huruf athof-nya wawu atau wa. Huruf athof wawu memiliki keistimewaan tersendiri dari huruf athof lainnya, yaitu untuk melengkapi suatu pernyataan. Maknanya ayat di atas bahwa orang yang berilmu berfungsi untuk melengkapi pernyataan karena itu tidak boleh kita mengatakan “Allah meninggikan orang beriman saja” karena masih ada lanjutannya atau huruf athof-nya.

 

Lalu, muncul pertanyaan. Siapakah orang yang berilmu? Mari kita kaji. Bayangkan saja orang yang berilmu, pasti ada pembeda dengan orang yang belum berilmu. Dalam ilmu fiqih, ada istilah ‘alim dan ‘abid. ‘Alim atau yang berilmu dan ‘abid atau ahli ibadah. Jelas ada pembeda, antara ahli ilmu dan ahli ibadah.

 

Misal, ‘alim mengetahui suatu pekerjaan yang ia lakukan. Ia sholat. Ia mengetahui mana wajibnya, mana sunnahnya, mana rukunnya, mana syaratnya, mana haramnya, dan mana makruhnya. Ia sholat mengetahui rukun sholatnya mulai dari niat, takbirotul ihrom, baca al fatihah, rukuk, iktidal, hingga salam. Bahkan tidak cukup mengetahui, tetapi paham apa yang diucapkan, bahkan filosofinya, seperti takbirotul ihrom. Takbir yang diharamkan. Mengapa namanya takbir yang diharamkan? Karena setelah mengucapkan takbir tersebut, kita diharamkan untuk makan, minum, tidur, jalan, dan aktifitas lainnya. Haram untuk bertindak atau beraktifitas sebagaimana orang bekerja. Namun saat takbir, hanya satu perbuatan yaitu sholat. Dinamakan haram karena untk mensucikan atas perbuatan tersebut.

 

Alim atau orang berilmu mengetahui apa yang ia baca dan lafalkan, bahkan ada yang menangis. Lantas kita bertanya, mengapa orang tersebut hanya takbir saja bisa menangis? Jawabannya karena dia orang ‘alim. Ia mengetahui hakikat yang ia lafalkan. Ia pasti bisa membaca. Ia pasti dapat memaknai. Dan, ia pasti bisa menghadirkan hatinya dalam perbuatan tersebut.

 

Lalu, bagaimana dengan orang yang ‘abid atau ahli ibadah? Ia hanya melakukan saja. Ia sekedar melaksanakan dari apa yang ia ketahui. Ia belum memahami filosofi atau makna yang ia kerjakan. Sekedar melakukan saja. Jika ia takbir, ia hanya melakukan takbir. Tanpa mengetahui hakikat takbir. Bahkan ia tidak merasakan, apa yang ia ucapkan. Tak berasa, apalagi mengajak hati untuk berinteraksi dalam perbuatan tersebut. Apalagi menangis atau menyesali perbuatannya.

 

Singkatnya, ‘alim adalah orang yang gemar membaca. Ia rajin membaca apa saja. Ia merasa haus dengan informasi atau ilmu. Ia membutuhkan asupan. Asupan buku yang sangat berbobot. Jika ia ingin sholat yang khusuk, maka ia akan membaca buku fiqih. Jika ia ingin memahami al qur’an, maka ia akan membaca tajwid dan tafsirnya. Jika ia ingin mengetahui sejarah Nabi Muhammad SAW, maka ia akan membaca tarikh Nabi Muhammad SAW. Jika ia ingin pandai berbisnis, maka ia akan membaca buku tentang kewirausahaan. Jika ia ingin menjadi ahli publik speaking, maka ia akan membaca buku komunikasi. Dan ilmu-ilmu lainnya.

 

Maknanya, ilmu tak sekedar ilmu agama saja. Apa yang kita baca itulah ilmu.  Hanya penekanannya, bingkailah ilmu dengan iman. Apa pun ilmunya, jika ilmu dibingkai dengan iman, maka ilmu itu sesuai apa yang anjurkan oleh Rosululloh.

 

Misal, orang berjualan atau berniaga. Jika ia mengunakan ilmu, maka ia pasti jujur dalam menakar timbangan. Guru fisika mengenalkan gerhana matahari atau bulan kepada siswanya, maka ia akan mentasbihkan atau mensucikan ciptaan Allah. Seorang politikus saat berorasi, maka ia akan selalu memegang janji dan menjalankan amanah jabatannya. Itulah contoh sederhana ilmu apa pun yang dibingkai oleh iman.

 

Lalu, bagaimana dengan kita agar menjadi orang berilmu? Jawabannya, buatlah majlis-majlis ilmu dimanapun dan kapanpun. Bisa di indekos atau masjid, setiap seminggu sekali atau sebulan sekali. Tujuannya agar mengenal ilmu-ilmu Allah. Misal seminggu sekali atau ba’da subuh/ maghrib ada kajian agama yang membahas masalah sholat atau cara membaca dan memahami makna al qur’an. Agar kita semua mengetahui hakikat sholat itu sendiri. Kita mengetahui essensi sholat, hingga pada hukum-hukumnya. Jangan yang kecil dibesarkan, tapi yang besar, malah kita tidak mengamalkan. Memperdebatkan masalah qunut atau tahlil, tapi tidak mengetahui hakikatnya. Malahan yang bersangkutan tidak mengetahui dalilnya.

 

Demikian juga, belajar ilmu tajwid dan tafsir alquran. Apa itu idhar, idhom bi gunnah, idhom bila hunnah, ikhfa, mad, qonnah, dan yang lainnya. Belum lagi tanda baca, apa itu waqof dan apa itu wasal. Atau bacaan-bacaan aneh atau ghorib seperti imalah, bacaan ana, saktah, dan lainnya.

 

Pastinya, ini semua Allah menciptakan bacaan-bacaan itu ada maksudnya. Itulah tuntutan orang Islam agar belajar atas ilmu-ilmu Allah. Sehingga wajar jika ada orang membaca atau mendengarkan al qur’an ada yang menangis hatinya dan air matanya. Itu karena ia orang berilmu. Ia paham akan apa yang dibaca, diucapkan, dan dimasukkan dalam hati, serta mempraktekkannya.

 

Bagaimana dengan kita? Marilah belajar dan membaca dan mengkaji ilmu dengan membuat majlis. Jangan sampai yang kita lafalkan hanya sekedar hafalan. Doa-doa yang kita ucapkan hanya hafalan, tanpa mengetahui makna dan hakikatnya. Sehingga kita tidak ada bedanya dengan orang yang hafalan kalimat atau lagu. Jadilah orang yang berilmu. Naikkan status kita dari ‘abid atau ahli ibadah menjadi ‘alim atau orang berilmu. Rajin bacalah buku-buku apa saja yang sesuai dengan kebutuhan kita. Lalu, tulislah agar membekas di ingatan kita dan orang lain bisa membacanya. Lalu, amalkanlah.  Semoga kita semua termasuk orang yang berilmu. Amin.

 

Semarang, 9 November 2016

 

 

 

Daftar Pustaka

  1. Al qur’anul Karim
  2. Survei UNESCO: Minat Baca Masyarakat Indonesia 0,001 persen. Kamis, 19 Mei 2016
  3. Mudrajad, Kuncoro. 2009. Mahir Menulis: Kiat Jitu Menulis Artikel OPini, Kolom dan Resensi Buku. Jakarta: Erlangga.
  4. Husnaini. 2013. Menemukan bahagia Mengarifi Kehidupan Menuju Rida Tuhan. Jakarta: Quanta Elexmedia Komputindo.
  5. M, Syafi’i Antonio. 2007. Muhammad SAW: The Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia
  6. Moch. Anwar. 1990. Terjemahan Matan Alfiyah. Bandung: Al Ma’arif.