• Friday, July 16th, 2021

Beragama “Intelek”
Oleh Agung Kuswantoro

Pada saat Pandemi Covid-19 dan PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) “Darurat” tanggal 3 Juli hingga 20 April 2021, ada beberapa yang harus kita tanggapi dengan jiwa beragama intelek. Beragama intelek itu beragama yang menggunakan akal “sehat” dan hati. Sederhananya, memahami kondisi saat ini dan taat pada imam.

Siapakah imam di Negara/masyarakat ini? Jika keadaan darurat, jelaslah bahwa imamnya adalah pemerintah.

Bisa jadi dikalangan ustad dan umat Islam menerima keadaan Covid-19 ini sangat berbeda pendapat. Misalkan, Masjid tidak menyelenggarakan solat jamaah selama PPKM. Di lapangan/faktanya, ada Masjid yang tidak menyelenggarakan solat jamaah dan menyelenggarakan solat jamaah.

Jika kondisi seperti itu, bagaimana sikap kita? Jadilah muslim yang “intelek”. “Ujung” dari islam intelek adalah beragama secara “intelek”. Muslim “intelek” selalu menggunakan ilmu dalam bernalar/berpikir. Dalil al-Qur’an, hadist dan ilmu-ilmu lain dalam agama menjadi rujukan. Bukan, semata-mata pendapat pribadi.

Misalkan: MUI/Majlis Ulama Idonesia. MUI adalah sebuah majelis – bukan individu – perorangan yang didalamnya ada ahli fiqih, tauhid, filsafat, sosial, tarikh dan ahli-ahli lainnya.

Orang yang ahli-ahli ini berkumpul dan menyampaikan pandangannya, sesuai dengan dalil yang jelas/valid satu sama lain, sehingga muncullah satu kesepakatan. Dimana, kesepakatan ini menjadi rujukan umat Islam dalam menjalankan suatu perbuatan.

Salah satu hasil keputusan MUI, diantaranya: Masjid tidak menyelenggarakan solat jamaah saat PPKM. Alasannya, yaitu beragama mementingkan keselamatan. Sebagai muslim dan orang yang “bodoh”, maka taat adalah sebuah kewajiban. Termasuk pengurus Masjid, agar tidak menyelenggarakan solat jamaah di Masjid adalah sebuah pilihan yang tepat.

Lalu, muncul pertanyaan, “Mengapa tidak menyelenggarakan solat jamaah di Masjid, sedangkan Pasar dibuka? Sederhana jawabannya seperti ini: karena semua aktivitas di Masjid dapat dilakukan di Rumah. Sedangkan tidak semua aktivitas di Pasar bisa dilakukan di Rumah.

Sholat Ied, bisa dilakukan di Rumah. Sholat Jum’at, bisa diganti sholat Dhuhur di Rumah, sholat jamaah/fardu bisa dilakukan di Rumah. Dan, mengaji pun bisa dilakukan di Rumah.

Namun, aktivitas jual beli antara pembeli dan penjual belum tentu bisa dilakukan di Rumah. Beli gas, gasnya belum tentu di Rumah. Beli beras, berasnya belum tentu di Rumah. Dan, beli onderdil mobil/motor, belum tentu onderdil mobil/motor di Rumah juga, ada. Itulah, mengapa Pasar/Toko tetap buka pada masa PPKM.

Dengan demikian, jadilah/berkeinginanlah menjadi muslim yang “intelek”. Sabar, ilmu, dan menjadi ciri khasnya menghadapi sesuatu dapat secara logis dan tenang. Selain itu, menghormati setiap pendapat orang lain. Ia tidak menganggap pendapat dirinya paling benar. Waallahu ‘alam. []

Semarang, 11 Juli 2021
Di tulis Di Rumah jam 05.00 – 05.20 WIB.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply