Masalah Islam, Iman, & Ihsan; Nabi Muhammad lebih Memahami, dan Masalah Hari Kiamat; Malaikat Jibril Lebih Memahami
Oleh Agung Kuswantoro
Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali” (Qs. al-Baqorah:285).
Dalam kitab Arbain Nawawi hadist yang ke-2 disebutkan tentang Islam, Iman, dan Ihsan, dan hari kiamat. Hadis tersebut merupakan hadist terpanjang dari total 42 hadist, kurang lebih hampir dua halaman. Tepatnya, satu setengah halaman hadist tersebut.
Hadis ini panjang karena bentuknya cerita. Isinya kurang lebih seperti ini: dalam suatu majlis (ilmu) yang dihadiri oleh Rosulullah, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mengenakan baju sangat putih dan berambut sangat hitam. Dimana, ia tidak tampak bekas perjalanan jauh dan diantara orang yang hadir tidak ada yang mengenalnya.
Lalu, laki-laki tersebut duduk dihadapan Rasulullah dan menempel kedua lutut ke lutut Rasulullah. Laki-laki tersebut bertanya kepada Rosul tentang (1) Islam; (2) Iman; (3) Ihsan, dan (4) Hari kiamat.
Dari setiap pertanyaan tersebut Rosulullah bisa menjawab dengan fasih menjawabnya, mulai dari: Islam, Iman, dan Ihsan.
Islam adalah (1) bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, (2) mendirikan solat, (3) menunaikan zakat, (4) berpuasa di bulan Ramadhan, (5) menunaikan haji jika mampu.
Iman adalah (1) beriman kepada Allah, (2) malaikat-Nya, (3) Kitab-kitab-Nya, (4) Rosul-rosul-Nya, (5) hari kiamat, dan (6) takdir baik dan buruk.
Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka Dia/Allah melihatmu.
Dari ke-3 pertanyaan yang disampaikan oleh laki-laki tersebut, Nabi Muhammad Saw bisa menjawabnya dengan lancar. Bahkan, laki-laki tersebut membenarkan jawaban Rosulullah dengan kalimat “Sodaqta” yang artinya Anda/Nabi Muhammad benar atas jawaban tersebut.
Namun, saat laki-laki tersebut bertanya tentang hari kiamat. Rasulullah mengatakan kepada lelaki tersebut dengan kalimat: mal mas uulu ‘anha bi ‘alama minas sail, yang artinya: “yang ditanya lebih tahu dari pada yang bertanya”. Artinya, laki-laki tersebut lebih tahu daripada Rasulullah.
Dari dialog di atas, menjadi penasaran, siapakah laki-laki tersebut? Singkat cerita ternyata laki-laki tersebut adalah Malaikat Jibril.
Ada beberapa dua poin yang harus kita pelajari dari hadis tersebut. Pertama, Malaikat bisa hadir di sekitar kita. Pastinya, tidak asal tempat. Malaikat itu ada. Ada kriterianya Malaikat bisa hadir disuatu tempat yaitu: tempat tersebut baik, tidak ada maksiat, dan tidak ada aurat yang terbuka dari orang yang hadir.
Majlis yang dihadiri oleh Rasulullah berisikan orang yang baik, diskusi baik, dan orangnya menjaga (lisan, hati, & perbuatan). Disitulah Malaikat pasti turun. Bagi kita, ciptakanlah lingkungan yang seperti itu agar Malaikat bisa turun. Misal ibadah nikah. Nikah adalah ibadah. Saat ibadah akad nikah, jagalah tempatnya agar Malaikat turun. Menjaga tempat dengan cara: mulai dari orang yang hadir agar menutup aurat, menjaga perkataan, dan situasi ibadah harus dijaga. Jangan sampai ada orang “kotor” sehingga Malaikat enggan untuk turun di tempat tersebut.
Pilihlah tempat nikah, misalnya Masjid/Musholla, dengan meminimalisir keadaan yang tidak baik seperti menutup aurat saat masuk ke Masjid (syukur berwudhu) dan menjaga perkataan di Masjid. Keadaan tersebut, maka Malaikat insyaallah akan turun. Sebaliknya, jika tempat akad nikah dikelilingi dengan (mohon maaf) orang yang hadir terbuka auratnya dan “kotor” ucapannya, ditambah lagi dengan suara yang tidak baik, maka setan yang akan turun. Sekali lagi, Malaikat turun di tempat yang baik, bukan di tempat yang “kotor”.
Kedua, Urusan Islam, Iman, dan Ihsan manusia lebih menguasai daripada Malaikat. Karena, Malaikat tidak memiliki nafsu, sehingga, derajat keislaman, keimanan, dan keihsanan itu, bisa jadi derajat lebih tinggi manusia. Sedangkan mengenai kapan hari akhir/kiamat, Malaikatlah yang lebih mengetahui dibanding manusia. Sekelas, Nabi Muhammad pun tidak mengetahui kapan kiamat akan tiba.
Ketiga, Manusia dan Malaikat bisa jadi sangat dekat, hanya saja ada beberapa kriteria agar kedua makhluk tersebut berkomunikasi. Nabi Muhammad–lah contoh terbaik dalam bersahabat dengan semua makhluk termasuk dengan Malaikat. Bahkan saking dekatnya, Malaikat bertanya kepada Nabi Muhammad dengan kalimat akhbarnii.
Demikianlah khutbah singkat ini, semoga memberikan manfaat untuk kita semua dan kita bisa mengamalkan dalam kehidupan kita. Amin. []
Semarang, 14 Juli 2022
Ditulis di UPT Kearsipan UNNES jam 14.00 – 14.20 Wib.
Recent Comments