• Friday, September 02nd, 2022

 

Kajian Arbain Nawawi (35): Siapakah kafir mu’aahad, kafir dzimmi, dan kafir musta’man?

Oleh Agung Kuswantoro

 

Lanjutan yang kemarin yaitu orang kafir (non-muslim) tidaklah terjaga darahnya kecuali jika mereka termasuk kafir mu’aahad, kafir dzimmi, dan kafir musta’man.

 

Kafir Mu’aahad adalah orang-orang yang berdamai dengan imam kaum Muslimin untuk tidak berperang dalam waktu yang telah diketahui (disepakati) untuk kemaslahatan. Al-mu’ahaad diambil dari kata al-ahdu (janji), yaitu shulhu (perjanjian damai) yang telah ditentukan dan dinamakan hudnah (gencatan sejata). Selain itu, dinamakan juga al-muhaadanah, al-muaahadah (kesepakatan, persetujuan, atau perjanjian), al-musaalamah (perdamaian), dan almuwaada’ah. Syekh Ibnu al-Utsaimin juga mengatakan, “Al-mu’aahad adalah siapa saja yang antara kita dan dia ada perjanjian sebagaimana yang berlangsung antara Nabi saw. dan kaum ahlul dzimmah adalah orang-orang kafir yang menetapkan kekafirannya di Negara Islam dengan menjalankan kewajiban membayar jizyah dan dilaksanakannya syari’at Islam pada mereka. Kafir musta’man adalah pada dasarnya adalah orang yang meminta keamanan, yaitu orang kafir yang masuk ke Negara Islam dengan aman, atau seorang Muslim jika masuk ke Negara kafir dengan aman.

 

Ketiga kelompok kuffar inilah yang terlindungi darah mereka, asalkan status mereka belum berubah. Kapankah status mereka berubah? Para ulama mengatakan bahwa kafir dzimmi, mu’aahad, dan musta’man akan dihukumi menjadi kafir harbi saat dia memilih bermukim di Negara perang (darul harbi) atau jika dia membatalkan perjanjiannya, halal darah dan hartanya. Sebenatnya, masih ada dua golongan lagi, yaitu kafir harbi dan ahlul bughah (pemberontak). Kafir harbi atau ahlul harbi adalah non-Muslim yang tidak termasuk dalam perjanjian dzimmah (jaminan keamanan) dan tidak memanfaatkan keamanan kaum Muslim, serta tidak pula adanya perjanjian dengan mereka. Ahlul bughah atau ahlul baghyi adalah kelompok yang keluar (memberontak) kepada imam kaum Muslimin dalam rangka menolak kebenaran atau melepaskannya, dan mereka adalah ahlul mana’ah (orang yang menolak).

 

Bersambung.

Semarang, 28 Agustus 2022

Ditulis di Rumah jam 20.20 – 20.40 Wib.

 

Sumber: Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply