Om Sarif: Guru Sholat Jumat
Oleh Agung Kuswantoro
Adalah Om Sarif Hidayat, guru sholat Jumat saya. Ketika saya berusia 7 tahun hingga 10 tahun atau 11 tahun. Hampir tiap Jumat, saat usia tersebut, saya selalu sholat Jumat dengan beliau.
Tiap jam 11.00 Wib, saya datang ke rumahnya. Ketika saya datang, saya sudah bersih (sudah mandi, memakai baju muslim, dan berminyak wangi). Jarak antara rumah saya dengan Om Sarif itu, dekat. Hanya bersebelahan rumah saja.
Lalu, mengapa saya sholat Jumat bersama Om Sarif? Jawabannya: karena kondisi waktu tersebut, saya dalam posisi yatim. Ayah saya meninggal dunia, sebelum saya lahir. Berarti, posisi saya masih dalam kandungan ibu.
Dengan keadaan saya yatim, lalu laki-laki dewasa pada saat tersebut yang melakukan sholat Jumat, tertentu; salah satunya adalah Om Sarif. Dalam pengamatan saya waktu itu, bahwa lelaki dewasa dalam lingkungan saya, belum tentu melaksanakan ibadah sholat Jumat. Insya Allah pilihan saya bersama dengan Om Sarif itu, tepat. Kemudian, tingkat kerepotan Om Sarif, jika saya ikut sholat Jumat dengannya tidak begitu memberatkan.
Saya sendiri belum berani sholat Jumat sendiri, karena lokasi masjid Darussalam dengan rumah saya itu, menyeberang jalan raya. Dimana, setiap jam 11.00 Wib ramai orang pulang sekolah (SMP Negeri 1 Pemalang dan kompleks SD 1 hingga 6 selesai pembelajaran). Belum lagi, jam 11.00 Wib adalah jam istirahat oleh pekerja, sehingga jalan di depan rumah saya menuju masjid Darussalam itu, sangat ramai.
Bertahun-tahun/mungkin 5 tahunan, tiap Jumat saya selalu bersama beliau. Tepatnya, setelah usia 12 tahun, saya memutuskan untuk sholat Jumat menuju masjid, sendiri. Karena, kondisi saya yang sudah bertambah pengetahuan dan pendewasaan, seperti berani menyeberang jalan dan bisa mengatur keadaan di jalanan dari berangkat rumah menuju masjid Darusaalam hingga kembali pulang ke rumah lagi.
Om Sarif: orangnya sangat baik, sangat perhatian kepada anak yatim. Beliau termasuk orang yang dermawan, dimana menyisihkan sebagian harta untuk bersedekah kepada yang membutuhkan.
Sabtu malam (20 April 2024/11 Syawal 1445 H), saya mendapatkan kabar duka bahwa Om Sarif meninggal dunia/wafat. Mendengar kabar tersebut, langsung ingatan saya pada momen sholat Jumat ketika saya kecil. Pada Ahad (21 April 2024/12 Syawal 1445 H) subuh, saya pulang ke Pemalang untuk bertakziah. Alhamdulillah saya masih bisa mengaji dan tahlil langsung di depan jenazah Om Sarif. Air mata jatuh ke pipi saya pada saat tahlil yang saya bacakan. Amal baik berupa sholat Jumat dan sifat dermawan, itulah yang menjadikan saya kagum terhadap Almarhum. Lalu, ketulusan dalam berbuat baik, tanpa “embel-embel” meminta sesuatu saat berbuat baik. Allah-lah yang menentukan amalannya. Itulah pesan yang saya terima dari amal baik yang dilakukan Om Sarif.
Setelah jenazah dikafani, kiai/lebe/orang yang ahli dalam pengurusan jenazah mengatakan kepada saya (baca: mengutus) agar saya memimpin persaksian amal beliau dan mewakili keluarga terkait hutang-hutang dan ucapan terima kasih kepada para pentakziah, jika ada yang berkaitan dengan Almarhum dan keluarganya untuk disampaikan kepada ahli keluarga/ahli waris.
Melalui tulisan ini, saya hanya mengucapkan “Terima kasih, Om Sarif telah menjadi guru sholat Jumat terbaik dalam hidup saya ini”. Alhamdulillah, hingga kini saya masih sholat Jumat, semoga amal baik yang dulu hingga sekarang—berupa ajaran sholat Jumat—yang masih saya lakukan, menjadi ladang amal ibadah di alam kubur dan akhirat.
Terima kasih juga atas sifat dermawan yang diberikan kepada saya dan sifat pamrih/tulus atas apa yang telah diberikan. Semoga saya bisa belajar dari sifat mulia Om Sarif yang diajarkan kepada saya. Insya Allah, Surga yang didapatkan oleh Om Sarif. Alfatihah. Amin. [] Semarang, 14 Syawal 1445/23 April 2024. Ditulis di Rumah
Recent Comments