Author Archive

• Friday, March 18th, 2016

 

 

Ada yang menarik, saat saya mengikuti Human Resources Management Seminar and Call for Paper di hotel Grasia, Semarang pada tangga 29 Oktober 2013 yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi, Unnes. Seminar tersebut pentingnya Tekonologi Informasi (TI) dalam meningkatkan produktivias kerja.

Penulis mempresentasikan tentang menggagas arsiparis kompeten melalui e arsip berbasis access.

Tata kelola arsip yang baik, dibutuhkan arsiparis kompeten. Ada anggapan mengenai arsiparis, bahwa dia adalah pegawai “singkiran” di suatu lembaga, sehingga pekerjaan tersebut dilakukan oleh pegawai Tata Usaha (TU) yang tidak memahami arsip. Menurut saya, hal tersebut tidaklah tepat karena, arsiparis adalah pekerjaan yang harus dilakukan secara professional dan hanya dilakukan oleh orang yang kompeten.

Salah satu kompetensi arsiparis yaitu keterampilan. Keterampilan yang dimaksudkan adalah cekatan menempatkan (placing), penemuan kembali (finding), dan memilah golongan arsip. Dengan cekatan, diharapkan arsiparis mampu menyajikan (men-display) data tepat waktu dan Sistem Informasi Manajemen (SIM) “mengalir” sesuai dengan kebutuhan.

Keberadaan IT mendorong dalam efektivitas dan efesiensi. Pekerjaan yang bersifat administratif dapat dilakukan oleh IT, bukan oleh tenaga manusia.

Misal, pengalaman penulis saat pengabdian kepada masyarakat di beberapa kelurahan di Jawa Tengah, bahwa penulisan buku agenda, ekspedisi, kartu kendali, dan pinjam arsip dilakukan secara manual.

Padahal, melalui IT diharapkan pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan program komputer. Salah satu program yang sesuai dengan permasalahan ini adalah access.

Access

Program komputer berkembang seperti php Mysql, delphi, software arsip, internet dengan open source (dropbox, google doc, dan lainnya). Program tersebut sudah dirancang dan didesain sesuai database secara khusus, sehingga penggunaan aplikasi rumit dipelajari oleh orang awam. Jika ada pun software arsip, maka harganya mahal, sehingga kebanyakan orang tidak mampu membelinya.

Untuk itu, diperlukan sofwore yang murah, bahkan free (gratis), karena include dalam Microsoft office. Menurut saya, salah satu software yang menunjang program ini yaitu access, karena merupakan program yang mendesain database. Database yang dibuat adalah kartu kendali, pinjam arsip, buku agenda, dan ekspedisi.

Essensinya, sistem ini membuat database dan menyimpan arsip elektronik berupa file dokumen atau gambar yang sudah diubah dalam format docx, pptx, xlsx, jpeg, dan lainnya.

Dua tahapan membuat e arsip ini adalah mengidentifikasi kebutuhan dan men-create masing-masing kebutuhan mulai dari table, query (jika diperlukan), form, dan report.

Dengan sistem tersebut, diharapkan pengelolaan kearsipan, tidak hanya sekedar disimpan, tetapi pengaturan kode penyimpanannya, sehingga mempermudah penemuan kembali (finding).

Organisasi Kecil

Saat penulis mempresentasikan gagasan tersebut, respon pemakalah lain memberikan feedback yang menarik, yaitu perlu ada penelitian, uji coba, dan sasaran organisasi, dan model pelatihan keterampilan arsiparis dalam membuat database di organisasi kecil seperti kelurahan atau usaha kecil.

Dalam membuat database tersebut, taraf yang paling pada saat table saat menentukan field name dan data type, namun bukan berarti tidak bisa dikerjakan oleh arsiparis, karena materi tersebut, sudah diberikan saat Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan, hanya saja dalam model ini harus disesuaikan dengan kebutuhan kearsipan.

Acara tersebut menjadikan saya untuk berkreativitas dan mencari solusi database yang murah, sehingga digunakan organisasi kecil. Selain itu, meningkatkan arsiparis lebih kompeten dalam keterampilan mengelola IT melalui access.

 

Agung Kuswantoro, S.Pd, M.Pd : Penulis Buku “Manajemen Kearsipan”, Dosen Fakultas Ekonomi Unnes.

 

• Wednesday, March 16th, 2016

 

Pertanyaan itulah yang menjadi dasar bagi saya untuk menyampaikan materi tentang Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh FMIPA Unnes. Acara yang dihadiri oleh semua tenaga kependidikan FMIPA Unnes. Acara dilaksanakan pada Rabu (16/3/2016) di Gedung E5, Kampus Sekaran Unnes. FMIPA Unnes sebagai unit kerja di lingkungan Unnes memiliki andil yang sangat besar dalam menyokong Unnes sebagai Kampus Konservasi. Terlebih, FMIPA Unnes juara pertama di lingkungan Unnes karena memiliki berbagai prestasi, keunggulan akademik maupun non akademik dibanding dengan fakultas lainnya di Unnes, termasuk dalam bidang pelayanan prima. Salah satu wujud pelayanan prima adalah pemberian informasi yang terkandung di sebuah arsip. Oleh karenanya, FMIPA Unnes harus menjadi penyemangat fakultas lain untuk menata kearsipannya.

Berdasarkan pengamatan saya, bahwa kearsipan Unnes yang berbasis unit kerja belum tertata dengan rapi. Mengapa belum rapi? Karena penyimpanan arsip masih dalam sub unit kerja dan belum ada tenaga khusus (arsiparis) yang menangani kearsipan. Selain itu, sarana prasarana kearsipan yang belum memadai, seperti depo arsip. Seharusnya unit kerja memiliki depo arsip, tenaga arsiparis, dan berbagai alat kearsipan, seperti filling cabinet atau mobile file, atau yang lainnya. Namun, untuk mewujudkan itu semua, tidaklah mudah dibutuhkan sebuah komitmen yang besar dari pimpinan. Karena pimpinan itulah yang akan membuat kebijakan dan memotivasi dalam mewujudkan penataan kearsipan di unit kerjanya. Meskipun demikian, untuk menata arsip di unit kerja saat ini belumlah terlambat. Untuk memulai menata arsip, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu membuat prosedur kerja pola (model) kearsipan, mengidentifikasi kebutuhan kearsipan unit kerja, penyimpan depo arsip, dan pengelolaan arsip.

Standar Prosedur Kerja

Membuat prosedur kerja atau Standar Operasional Prosedur (SOP) kearsipan haruslah jelas. Hal yang perlu diperhatikan adalah pencipta arsip. Pencipta arsip yang dimaksud adalah orang, pembuat dokumen, atau asal mula arsip itu muncul. Misal ada surat masuk, surat keluar, atau dokumen itu dibuat. Skema atau alur surat masuk dimulai dari front desk, kemudian dicatat dengan melampirkan lembar disposisi, kemudian penerima surat seperti dekan atau wadek akan memberikan disposisi surat tersebut atau hanya disimpan (diarsipkan) dari surat tersebut.

gambar surat

Gambaran alur tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan penataan arsip muncul dalam surat masuk. Demikian juga saat penanganan surat keluar atau dokumen lainnya, pasti ada sebuah warkat yang akan disimpan. Oleh karenanya, SOP itu haruslah jelas agar pencipta arsip dan penyimpan arsip dapat terkendali. Berikut contoh flow chart surat masuk, keluar, dan beberapa dokumen yang dihasilkan oleh sub unit (gugus, bagian keuangan, akademik, kepegawaian, akuntansi, sarana prasarana, dan lainnya). Berikut contoh alur pemprosesan surat masuk di Fakultas Ekonomi (FE) Unnes.

 

• Tuesday, March 15th, 2016

Selalu ada kerepotan dadakan saat sebuah unit kerja menghadapi audit mutu internal. Kerepotan yang sama juga dialami pegawai saat harus mengisi Sasaran Kerja Pegawai (SKP) atau pendataan ulang secara elektronik Pegawan Negeri Sipil (e-PUPNS). Bisakah kesibukan semacam itu disiasati?

Saat menghadapi kegiatan yang bersifat administrasi, biasanya kita akan membuka lemari arsip (filing cabinet) dan map berisi dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Padahal, jika kita cermati bahwa kegiatan-kegiatan diatas pasti menimpa setiap orang yang bekerja, baik tenaga kependidikan (tendik) atau pendidik (dosen).

Misalnya, SKP merupakan target setiap pegawai dalam melakukan tugasnya. Namun, kadang kita dibuat repot dengan urusan tersebut. Mulai dari mencari, men-scan, menggandakan, menyimpan kembali, dan pengiriman dokumen tersebut. Pekerjaan tersebut membutuhkan waktu yang tidak pendek, bahkan dibutuhkan perhatian khusus dalam menyelesaikannya agar tidak keliru atau salah dalam mengurus dokumen-dokumen tersebut. Kemungkinan juga, dalam mengerjakan dibantu oleh orang lain agar cepat selesai.

Tiga Pembenahan

Melengkapi persyaratan administrasi, sebenarnya , adalah pekerjaan sederhana. Namun tanpa dukungan arsip yang baik, pekerjaaan itu terasa berat dan merepotkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tiga pembenahan dari mulai yang terkecil dalam diri setiap pegawai dan unit kerja.

Pertama, pegawai mulai membiasakan menyimpan arsip (baca: dokumen) berdasarkan subjek permasalahan. Misal surat tugas, ijasah, workshop, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan lainnya. Tiap kita mendapatkan berkas tersebut, simpan berdasarkan masalah, kemudian dimasukkan kedalam map yang telah diberi nama atas subjek masalah.

Kedua, men-scan dokumen tersebut dalam suatu file dengan penamaan atas subjek atas dokumen tersebut. Hal ini dimaksudkan agar kita memiliki softfile atas dokumen tersebut. Jadi, selain kita memiliki hard-nya, kita juga memiliki soft­-nya. File tersebut kita simpan di komputer atau flasdisk. Jangan menyimpan hanya dalam satu tempat saja (komputer) untuk menghindari komputer tersebut terkena virus atau rusak (corrupted file).

Ketiga, menguatkan arsip di unit kerja. Hal ini dilakukan apabila pegawainya sudah disiplin dalam pengarsipan pribadinya, maka tahapan berikutnya adalah membuat depo arsip di masing-masing unit kerja. Unit kerja meliputi fakultas, PPs, lembaga, biro, UPT, badan, dan satuan pengembang bisnis untuk mengelola kearsipannya.

Dalam sistem pengolaan kearsipan di Unnes disebutkan bahwa azas yang digunakan adalah gabungan sentralisasi-desentralisasi. Pusat sebagai sentralisasi mengatur arsip yang berisi kebijakan, standar, pedoman, dan pengelolaan arsip inaktif yang memiliki jangka simpan lima tahun atau lebih. Adapun unit kerja sebagai desentralisasi mengatur kepengurusan naskah dinas, pengelolaan arsip aktif dan inaktif yang memiliki jangka waktu simpan kurang dari tahun (Pedoman Arsip Dinamis Unnes, 2013:17).

Terlihat jelas bahwa arsip di unit menjadi kewenangan unit bersangkutan untuk mengelolanya. Dalam mengelolanya tiap unit menyimpan arsip sendiri-sendiri yang ada di masing-masing subunit, seperti keuangan, kepegawaian, akuntansi, akademik, dan kemahasiswaan, serta dosen selaku panitia kegiatan. Hal ini menjadikan arsip tidak terpola dengan seragam di satu unit tersebut.

Klasifikasi

Jika ada dokumen yang tidak sesuai dengan format yang telah ditentukan unit kerja, maka dapat dikatakan surat tersebut tidak valid. Maknanya, surat tersebut tidak resmi dikeluarkan oleh unit tersebut. Penentuan tata naskah surat dinas masuk-keluar serta dokumen lainnya yang diatur oleh unit harus menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi pegawai yang akan membuat dokumen. Ibaratnya, agar pekerjaannya selamat, harus mengikuti SOP di unit kerja. Atau, agar dokumen tersebut itu autentik, maka harus sesuai dengan SOP di unit kerja.

Setelah sesuai SOP, langkah berikutnya adalah penentuan pola klasifikasi yang digunakan. Berdasarkan pengamatan saya, tiap unit memiliki karakteristik kerja yang berbeda-beda. PPs memiliki dokumen yang dikeluarkan oleh prodi-prodi S2 dan S3. Fakultas memiliki dokumen yang terdiri dari perkuliahan (akademik), kepegawaian, keuangan, akuntansi, perlengkapan, kemahasiswaan, ketatausahaan, dan sarana prasarana, serta gugus kerja. Demikian badan atau biro, jelas berbeda karakteristik arsip yang disimpannya. Oleh karenanya, dalam penentuan pola klasifikasi harus dilakukan identifikasi kebutuhan yang jelas sesuai dengan unit kerja. Kemudian, identifikasi tersebut disesuaikan dengan pola klasifikasi yang dimiliki Unnes (2013). Dengan demikian, pola klasifikasi yang ada di unit kerja sesuai dengan pola klasifikasi yang ada di universitas (pusat).

Langkah selanjutnya, setelah memiliki pola klasifikasi kearsipan adalah penataan arsip. Dalam penataan arsip yang harus diperhatikan adalah sarana prasarana arsip memadai. Selain itu, dibutuhkan tenaga (arsiparis) yang memahami dalam peletakan dan penempatan arsip. Mengapa demikian? Karena arsip yang akan ditata sudah sesuai dengan pola klasifikasi, jadi tidak asal meletakkan atau menempatkan arsip.

Kedepan, jika pola klasifikasi hingga pemusnahan arsip di unit kerja sudah berjalan, maka sistem informasi kearsipan (e arsip) dengan sendiri akan lebih mudah, karena konsep manualnya sudah tertata dengan apik. Jadi, dasar arsip manual harus sesuai dengan kaidah dalam manajemen kearsipan dan peraturan agar dalam sistem informasi arsip juga sesuai dengan kaidahnya dan cepat pula dalam pembuatannya karena adanya kaidah laci, guide, dan map virtual.

Semoga dengan tahapan-tahapan di atas akan muncul depo arsip di masing-masing unit kerja di lingkungan Unnes. Dengan adanya kearsipan di tiap unit menjadikan arsip lebih tertata. Jika ada kegiatan sebagaimana dalam paragraf pertama, kita dapat meminjamnya di bagian kearsipan unit kerja. Tidak harus mencari atau meminta salinan dokumen ke dosen yang bersangkutan atau penanggungjawab kegiatan, karena dosen atau pegawai tersebut sudah menyerahkan berkas salinannya ke depo kearsipan di unit kerjanya, setelah mendapatkan disposisi dari Wakil Dekan (Wadek) atau Kepala Tata Usaha (Kabag TU), kemudian depo arsip akan membuatkan berita acara serah terima arsip tersebut. Demikian juga, saat pegawai tersebut membutuhkan dokumen pribadi yang disimpannya, ia dengan cepat akan menemukan file tersebut yang telah disimpannya dengan penamaan subjek permasalahan yang jelas.

– Agung Kuswantoro, dosen pendidikan administrasi perkantoran Unnes, penulis Agung Bercerita Arsip: Praktik-Praktik Manajemen Kearsipan (2015)

Tulisan pernah dipublikasikan di www.unnes.ac.id

• Monday, March 14th, 2016

 

Jessica, tersangka kasus tewasnya Wayan Mirna Solihin (Mirna) akibat minum es kopi di Kafe Olivier yang mengandung racun sianida sebesar 15 gram pada (6/1). Teka-teki pembunuh Mirna masih simpang siur, meskipun polisi sudah menetapkan Jessica Kumolo Wongso (Jessica) sebagai tersangka pada Senin (30/1). Penetapan Jessica sebagai tersangka oleh polisi pun dibutuhkan alat bukti yang kuat, polisi mengklaim memiliki empat alat bukti.

Pihak kepolisian mengatakan kasus ini membutuhkan bukti yang mampu mengungkap kematian Mirna, mengingat saat kejadian hanya beberapa orang yang terlibat dan tanpa kontak fisik. Oleh karenanya, alat bukti itulah yang akan mengungkap, seperti kamera pengawas (CCTV), paper bag, peralatan penyeduh kopi, celana hitam Jessica, bahkan dalam penggeledahan Rabu (2/2) laptop, CPU, dan tisu dibawa oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. CCTV dan jelana hitam menjadi alat bukti yang ampuh bagi kepolisian untuk menyelidiki kasus ini. Celana panjang robek yang belum ditemukan dicari oleh polisi untuk kelengkapan penyelidikan, sedangkan CCTV tidak diputarkan dan ditunjukkan kepada Jessica, akan ditunjukkan saat persidangan di pengadilan.

Bicara

Benda-benda tersebut pada hakikatnya sama dengan benda yang lain. Namun benda tersebut memiliki peran yang sangat besar dalam moment tersebut. “Senjata” yang digunakan oleh polisi adalah benda-benda tersebut. Mengapa benda tersebut? Karena benda-benda tersebut mampu berbicara, saat berbicara tidak berdusta. Ia jujur terhadap kejadian yang menimpanya. Ia selalu mengatakan apa adanya setiap peristiwa yang dialaminya.

Benda-benda tersebut menurut Vernon B. Santan (1984) adalah warkat. Warkat merupakan catatan tertulis, gambar, atau rekaman yang memuat sesuatu hal atau peristiwa yang digunakan orang sebagai pengingat (alat bantu ingatan). Warkat otomatis menjadi arsip begitu diproses untuk penyelesaian kegiatan organisasi (Sularso Mulyono, 2012,5).

Warkat sebagai bagian arsip mempunyai empat kegunaan yaitu informasi, yurudis, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Misalnya, CPU rusak, speker, laptop Jessica yang dibawa oleh penyidik di rumahnya, digunakan untuk mencari informasi hubungan antara Jessica dan Mirna. Data-data yang tersimpan didalamnya digunakan polisi untuk mencari informasi mengenai keintiman diantara mereka, saat di Australia, atau dokumen lainnya. Tisu-tisu bekas mengandung informasi mengenai bekas-bekas kopi Jessica sepulang dari Cafe Olivier.

Hal yang terpenting dari warkat tersebut adalah CCTV. CCTV memberikan informasi yang detail runtutan peristiwa tersebut. CCTV sebagai arsip yang memiliki nilai guna informasi akurat. Menurut penyelidik kesaksian Jessica dengan hasil rekaman CCTV berbeda, sehingga pada Ahad (7/2) polisi mengadakan rekonstruksi ulang (kedua kalinya) berdasarkan versi Jessica dan penyelidik polisi.

Ini menunjukkan orang bisa berbohong atau mengelak suatu kejadian, namun arsip tidak pernah bohong. Mengapa polisi sampai membuat rekonstruksi kedua versi rekaman CCTV? Karena CCTV dalam kasus ini memiliki nilai guna yuridis. Nilai guna hukum yang kuat. Ia mampu merekam suatu peristiwa dan sebagai bahan atau alat bantu pengingat. Jika orang yang disekitarnya melupakan kejadian tersebut, namun dengan diperlihatkan CCTV akan membuka memori peristiwa tersebut.

Pada peristiwa pertama berdasarkan pada keterangan Jessica. Jessica adalah manusia. Manusia memiliki dua ciri dalam bicara, jujur dan bohong. Bahkan lupa, jika ditanya mengenai sesuatu, oleh karenanya polisi mengadakan reka ulang kedua versi CCTV. Berbeda dengan arsip, ia selalu berkata jujur, dalam peristiwa tersebut. CCTV akan mengatakan peristiwa yang sesungguhnya.

Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti mengatakan bahwa tersangka punya hak ingkar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam diri adalah manusia. Dalam dirinya memiliki sifat saat bicara jujur dan bohong (ingkar). Berbeda dengan saksi (arsip) berupa benda yang disekitarnya pasti tidak bisa bicara ingkar.

Sebagai penutup, saya mengutip pernyataan Presiden Panama Ricardo J. Alafro (1937) yaitu pemerintah tanpa arsip ibarat tentara tanpa senjata, ibarat dokter tanpa obat, ibarat petani tanpa benih, dan ibarat tukang tanpa alat. Demikian juga, ibarat polisi tanpa pistol. Arsip mampu berbicara, meskipun ia benda mati. Ia mampu merekam suatu peristiwa. Ia tak terpisahkan, handal, jujur, abadi, dan tak pernah lupa terhadap peristiwa yang menimpa padanya.

 

Agung Kuswantoro, Dosen Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi dan koordinator layanan kearsipan Universitas Negeri Semarang

Artikel pernah dipublikasikan di facebook penulis.

 

 

 

• Friday, March 11th, 2016

Tiap orang pasti melakukan komunikasi. Salah satu komunikasi yang digunakan oleh manusia adalah surat. Kelebihannya karena simple, relatif murah dan intim (berasa). Kekurangannya adalah membutuhkan waktu dalam menyampaikannya.

Surat memiliki dua segi yaitu eksplisit dan implisit. Implisit terlihat dari sampul kertas, kerapian, dan tulisan. Eksplisit terlihat dari bahasa, gaya bahasa, dan maknanya.

Menilai surat seperti memaknai orang. Orang memiliki dhohir dan bathin. Dhohir berupa anggota tubuh manusia sedangkan bathin berupa hati.

Orang yang tampan atau cantik itu tidak cukup, jika hatinya buruk. Orang akan memuji jika hatinya baik, meskipun tidak memiliki wajah tampan atau cantik.

Demikian juga surat, orang akan menilai surat secara eksplisit atau bathin. Penerima surat akan menangis, jika surat tersebut menyiratkan kesedihan. Dia akan tersenyum, jika isinya menyiratkan kesenangan. Dia akan takut jika isinya berupa ancaman. Dia akan resah jika isinya mengandung keluhan.

Orang yang tersugesti oleh isi surat dan merasakan dampaknya, maka surat tersebut memiliki hati. Hati surat muncul dari pesan surat.

Tugas seorang pembaca surat adalah menyelami kedalaman pesan surat. Kedalaman ini terukur dari kata yang dipilih, penulisan kata, dan rangkaian kalimat yang digunakan penulis surat.

Juliet selalu menyimpan surat kekasihnya yaitu Romeo yang berisi sebuah pengungkapan rasa cinta. Dia mengarsipkan suratnya di tempat khusus. Logikanya, jika surat tidak berhati mengapa dia masih menyimpannya? Mengapa pula disimpan di tempat khusus? Sebaliknya, mengapa ada orang bunuh diri ketika membaca surat yang isinya berupa penolakan cinta? Mengapa pula, ada surat yang disobek atau dibakar?

Demikian pula surat yang ditulis oleh Presiden Soekarno (saat itu) kepada Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban/ Pangkopkamtib untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam mengatasi situasi keamanan yang buruk pada waktu itu. Surat sakti tersebut dikenal dengan nama Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret. Begitu berharganya pesan surat tersebut sehingga bangsa Indonesia mencatatnya bagian dari sejarahnya. Bagaimana jika surat itu hilang? Apakah nilai implisit dan eksplisit itu ada?

Jika surat itu disobek, dibakar, atau hilang maka nilai ada yang melekat dalam diri surat juga lenyap, baik secara implisit maupun eksplisit. Tidak ada artinya arti sebuah kertas atau tinta yang mahal tetapi penerima surat menghilangkan pesan surat. Surat menjadi tak

Itulah bukti bahwa surat punya hati. Semoga kita bisa pandai dan bijak menjadi penulis dan pembaca surat yang memiliki seribu rasa.

pernah dipublikasikan di ekspress Unnes

• Thursday, March 10th, 2016

Tak ada yang meragukan
UNNES konservasi
Terletak di Sekaran
Di tempat yang tinggi
Lingkungannya bersih indah
Bertatakan bangunan nan elok di mata
Memudahkan untuk melangkah
Bersama kecanggihan teknologinya
Internet sebagai jembatan gerakku
Ku temani sikadu sebagai huniannya
Segala informasi terpadu
Siapapun dapat menghampirinya
Diriku yang terawat sistematis
Di rektorat, aku terjamah
Terbelai tangan cekatan arsiparis
Di sana, ia mengolah
Di jurusan pun, aku berada
Dari diriku yang dinamis
Oleh orang-orang cendikia
Sehingga olahanku lebih praktis
UNNES butuh badan lembaga
Agar mengalir nilai gunaku
Dari pioner anak bangsa
Generasi penerus perawatku
Aku ingin menjadi elektronik
Agar ringan langkah kakiku
Membawa kenyamanan untuk publik
Agar mereka mudah menyentuhku
UNNES, juaranya pelayanan prima
Dia tak mungkin mempermainkan
Segala informasi yang diucapnya
Dariku yang terujar
Aku dan Keinginanku
Aku, arsip di UNNES
Tidak ingin diproses manual lagi
Aku ingin dibuat database
Biar sama dengan sitedi
Konservasi harmoni
Aku ingin menjadi bagianmu
Aku dapat berpartisipasi
Yang tersimpan dari inti jiwaku

Karya Agung Kuswantoro

Bersumber dari Senandung puisi Konservasi Unnes dan masuk dalam buku Agung Bercerita Arsip : Praktik-praktik manajemen kearsipan (2015)

• Monday, March 07th, 2016

 

Unnes sebagai kampus konservasi selalu berinovasi dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuannya. Akselerasi inovasi menjadi tema Unnes di tahun 2016. Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk mencapai target Unnes. Hal yang terlupa adalah akselerasi bidang kearsipan, padahal arsip merupakan salah satu tujuan Unnes dalam mewujudkan pelayanan good govermance. Unnes tidak akan dapat memberikan pelayanan prima, jika arsipnya tidak tertata.

Saya sangat senang diakhir tahun 2015, Unnes me-launching SOTK (Struktur Organisasi dan Tata Kelola), dimana terdapat lembaga baru, yaitu UPT Kearsipan. Saya sangat mendambakan terbentuknya organisasi tersebut di Unnes, terlebih Unnes sebagai kampus konservasi atau kampus yang mampu merawat, memelihara, dan menjaga bumi ini, termasuk dokumen atau arsip.

Dulu, saya pernah menuliskan gagasan di website Unnes berjudul Menggagas Lembaga Kearsipan Unnes. Mengapa saya menuliskan tema itu? Karena secara undang-undang nomor 43 tahun 2009 tentang kearsipan dan peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2012 tentang pelaksanaan UU no. 43 tahun 2009.

Dalam Undang-undang tersebut, disebutkan bahwa perguruan tinggi ditunjuk oleh pemerintah untuk mengelola kearsipannya terutama dalam kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Meskipun UPT Kearsipan Unnes baru berdiri di akhir tahun 2015, namun menurut saya belumlah terlambat, walaupun sarana dan prasarana masih minim. Misal, gedung saja belum memiliki. Dimana arsip disimpannya? Namun demikian, menurut saya jangan putus asa dalam menata kearsipan Unnes. Lihatlah bagan akselerasi berikut:

 

Akselerasi Bidang Kearsipan

Bagan akselerasi arsip Unnes

Ada empat akselerasi arsip yaitu penguatan kearsipan unit kerja, Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta Informasi Teknologi (IT). Penguatan kearsipan unit kerja, meliputi penataan arsip di masing-masing badan, biro, lembaga, fakultas, pascasarjana, pengembang bisnis, dan UPT. Jika saya hitung, total berjumlah dua puluh unit kerja. Kedua puluh unit kerja, penataan arsip manualnya harus tertata rapi terlebih dahulu.

Penguatan SDM, dalam hal ini adalah arsiparis, minimal ada dua puluh arsiparis. Bagaimana percepatan menciptakan dua puluh arsiparis tersebut? Dengan bekerja sama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menyelenggarakan In House Trainning (IHT) selama satu/dua pekan. Mereka didiklat agar menjadi Arsiparis Perguruan Tinggi yang handal.

Penguatan sarana dan prasarana meliputi penyediaan depo arsip di masing-masing unit kerja dan gedung kearsipan Unnes. Saya berpendapat membuat depo-depo arsip di unit kerja, kata kuncinya adalah komitmen pimpinan di unit kerja. Sederhananya, pimpinan berkomitmen menyediakan satu ruang berupa depo arsip. Depo arsip tidak akan terwujud jika, tidak ada komitmen dari pimpinan.

Penguatan IT dapat dilakukan dengan pembuatan aplikasi yang include dalam website arsip.unnes.ac.id. Aplikasi ini berupa arsip aktif, inaktif, dan statis. Menurut saya, aplikasi ini dapat diterapkan bersama dengan penataan arsip. Jadi saat menata, sekaligus memasukkan database kearsipannya ke aplikasi kearsipan.

Keempat penguatan inilah yang saya sebut sebagai akselerasi bidang kearsipan. Unnes harus yakin dalam kesuksesan bidang kearsipan, melalui komitmen pimpinan untuk memberikan pelayanan yanag terbaik. Sehingga “good govermance” yang menjadi tujuan Unnes dapat tercapai. Amin.

 

Semarang, 7 Maret 2016

Agung Kuswantoro

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dosen dan tendik. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

• Thursday, March 03rd, 2016

Aplikasi yang akan dibuat oleh Tata Usaha Universitas Negeri Semarang (Unnes) berupa surat masuk dan surat keluar, bukanlah hal yang mudah. Sepengetahuan saya aplikasi tersebut sudah pernah dibuat oleh Tata Usaha (TU) Unnes, namun karena ada terkendala teknis, aplikasi tersebut belum bisa diterapkan di lingkungan kampus konservasi.

Melihat keadaan tersebut, TU Unnes berinisiatif membuat sistem informasi surat masuk dan keluar. Saya langsung menangkap peluang ini dengan “nebeng” sistem tersebut. Saya selaku koordinator layanan arsip harus memaknai peranan sistem tersebut. Pastinya, ada berkas atau dokumen yang akan disimpan. Dalam sistem tersebut, pasti ada surat yang akan diarsip oleh universitas. Terlebih, sistem ini akan diterapkan di lingkungan Unnes. Dengan sendirinya, akan ada “lalu lintas” dokumen yang “padat” untuk dinilai.

Sistem tersebut, tak sekedar aplikasi surat saja, namun harus melihat konten surat tersebut. Misal surat keputusan pengangkatan dosen atau kerjasama universitas dengan lembaga atau instansi. Secara tata persuratan, jika sudah jadi yang terpenting surat keputusan tersebut sudah dibuat dan diterima oleh yang bersangkutan. Namun, berbeda jika orang kearsipan memandangnya. Nilai surat pengangkatan pejabat atas kerjasama dengan lembaga memiliki nilai guna informasi, jadi harus disimpan. Bahkan, dalam konten (isi) surat tersebut berlaku masa berlakunya surat keputusan atau retensi arsip tersebut. Jika arsip tersebut termasuk arsip inaktif atau universitas, maka universitaslah yang akan menyimpan. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:

surat masuk

Bagan Surat Masuk

 Terlihat jelas bahwa dalam sistem tersebut, ada kebutuhan arsip yaitu penyimpanan. Nah, disinilah letak “nebeng” sistemnya. Arsip menjadi penilai surat-surat yang akan disimpan. Arsip memiliki “akun” berupa kewenangan untuk dimusnahkan atau dipelihara arsip tersebut. Oleh karenanya melalui pembuatan sistem persuratan oleh TU Unnes, diharapkan ada nilai tambah dalam kearsipan Unnes. Semoga tulisan ini bermanfaat, terutama dalam inovasi akselerasi Unnes menuju PTN Badan Hukum

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dosen dan tendik. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.