• Saturday, October 21st, 2023

Pasal Fardhu Wudhu
Oleh Agung Kuswantoro

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan usaplah kakimu sampai kedua mata kaki”. (QS. Al-Maidah [5]:6)

Ayat tersebut sebagai dasar hukum berwudhu sebelum sholat untuk berwudhu. Sama halnya dengan sholat, dalam wudhu juga ada sunah, batal, dan fardhu (kalau dalam solat rukun). Ayat diatas, jelas anggota fardu wudhu ada empat,yaitu: (1) membasuh muka; (2) membasuh kedua tangan; (3) membasuh sebagian kepala; dan (4) membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki.

Jelas secara dasar hukum Al-Quran ada empat. Bahkan, kalau kita perhatikan ayat tersebut menggunakan kalimat perintah “basuhlah”. Dalam kaidah usul fiqih, bahwa amar (perintah) memiliki beberapa makna, salah satunya adalah wajib. Setiap perintah dalam Al-Quran hukumnya wajib. Contoh lain aqimussolah. Dirikanlah solat. Perintah mendirikan solat. Berarti solat itu wajib. Wa atuzzakat. Tunaikanlah zakat. Berarti membayar zakat itu jelas wajib, karena perintah.

Lanjut. Jika kita jeli memperhatikan perbedaan antara fardhu wudhu antara dasar Al-Quran dan fiqih terletak pada dua bagian, yaitu niat dan tertib. Ustad Dimyati–guru saya di Salafiah–mengatakan perbedaan fardhu wudhu secara Al-Quran dan fiqih itu ada di niat dan tertib. Secara maknanya sebenarnya ada di Al-Quran. Tidak mungkin orang berwudhu asal wudhu. Secara tidak langsung ia punya niat. Niat pasti diawal. Jadi orang yang berwudhu pasti punya niat. Demikian juga tertib. Urutan di Al-Quran mulai dari membasuh muka hinggga membasuh kaki. Secara penyebutannya jelas yaitu beruntun atau urut, sehingga tidak boleh setelah membasuh muka, lalu membasuh kedua kaki. Kemudian membasuh kedua tangan. Jelas ini tidak sesuai.

Pandangan ulama–kata guru saya tersebut–itu namanya tertib. Tertib itu urut. Misal setelah satu, itu dua. Setelah dua, itu tiga. Bukan setelah satu itu tiga, kemudian setelah tiga, itu dua. Jelas itu tidak urut atau tertib, sehingga fardhu wudhu itu secara fiqih ada tambahan dua yaitu niat dan tertib. Dengan alasan seperti diatas. Penjelasannya kurang lebih seperti itu.

Semoga kita bisa mengamalkan fardhu wudhu dengan benar. Karena ada pula orang berwudhu tidak mengetahui fardhu wudhu. Ia asal wudhu saja. Mari sama-sama kita belajar. Wallahu ‘alam.

Semarang, 21 Oktober 2023, pernah disampaikan dalam kajian Kitab Safinatunnajah bersama mahasantri kos pesantren Cahaya, Patemon, Semarang.

• Sunday, October 15th, 2023

Mengapa Bab/Pasal Sesuci/Istinja Disebutkan di Awal?
Oleh Agung Kuswantoro

Dalam kitab Safinatunnajah bab/pasal awal disebutkan syarat sah istinja, lalu muncul pertanyaan: “Mengapa syarat sah istinja dimasukkan pada bab/pasal awal?”

Jawabnya: Karena sesuci/istinja sebagai syarat sah untuk melakukan sebuah ibadah. Misal ibadah sholat dan haji itu harus dilakukan dalam suci. Jangan sampai ibadah sholat, dilakukan dalam keadaan “kotor/najis”. Jika seseorang melakukan ibadah sholat dalam keadaaan tidak suci (baca: kotor), maka tidaklah sah sholatnya. Itulah makna penting sebuah sesuci dalam beribadah, sehingga bab/pasal sesuci itu dimasukkan pada bab/pasal yang awal.
Waallahu ‘alam. [ ]

Pemalang, 8 Oktober 2023
Ditulis di Rumah Pemalang 04.50 – 04.55 Wib.

• Friday, October 13th, 2023

Mengapa Membahas Tanda-Tanda Baligh Dulu?

Oleh Agung Kuswantoro

Dalam bab/pasal awal kitab Safinatunnajah disebutkan tanda-tanda baligh ada tiga (pernah disebutkan dalam kajian sebelumnya). Lalu muncul pertanyaan: “Mengapa bab/pasal baligh dibahas pada permulaan dalam kitab tersebut?” Jawabnya: “Karena baligh ada syarat utama sah sebuah pekerjaan (baca: ibadah) sah dilakukan”. Artinya, bahwa syarat menuju/untuk melakukan sebuah pekerjaan/ibadah itu baligh dulu.

Perlu dipahami bahwa dalam fiqih ada istilah syarat dan rukun. Syarat itu segala sesuatu yang diluar pekerjaan/ibadah tersebut, sedangkan rukun itu segala sesuatu yang didalam pekerjaan/ibadah tersebut. Nah, baligh itu termasuk yang ada di luar pekerjaan tersebut.

Semisal: ada anak kecil – belum baligh – melakukan ibadah solat, maka secara syarat sholat tidak terpenuhi, karena belum baligh, sehingga, ketika anak kecil tersebut meninggalkan sholat maka “tidak apa-apa” (dalam arti tidak berdosa) secara syarat untuk melakukan perbuatan sholat tidak terpenuhi.

Sebaliknya, ada orang dewasa/sudah baligh, tapi tidak melakukan perbuatan sholat, maka orang dewasa/baligh tersebut akan mendapatkan dosa, karena orang dewasa/baligh tersebut sudah memenuhi kriteria syarat sah untuk melakukan sebuah perbuatan sholat.

Dari penjelasan di atas, maka betapa pentingnya makna baligh. Yuk, tata anak kita sebelum baligh untuk  mengenalkan perbuatan-perbuatan/ibadah yang ada dalam agama Islam. Agar kelak anak kita/mereka tidak meninggalkan ibadah-ibadah yang tertulis dalam al-Qur’an/alhadist. Mumpung masih anak-anak, sebelum anak kita itu beranjak baligh.  Waallahu ‘alam. [ ]

Pemalang, 8 Oktober 2023

Ditulis di Rumah Pemalang 04.40 – 04.50 Wib.

• Thursday, October 12th, 2023

Saat Beribadah, Apakah yang “Patut” Disembah?

Oleh Agung Kuswantoro

Dalam kitab Safinatunnajah pasal/bagian awal disebutkan bahwa makna la ilaha illa Allah yaitu yang patut disembah itu hanyalah Allah. Lalu, muncul pertanyaan: “Mengapa dalam pasal/bab awal disebutkan mengenai kalimat “tahlil” tersebut? Jawabnya: karena segala sesuatu ibadah yang tertera/tercantum dalam kitab tersebut itu hanya ditujukan kepaa Allah, titik intinya itu.

Jadi, wudhu, sholat, puasa, zakat, dan haji seseorang itu hanya dipersembahkan kepada Allah Swt. Semoga apa yang kita lakukan dalam beribadah itu tertuju kepada Allah Swt. amin. [ ]

Pemalang, 8 Oktober 2023

Ditulis di Rumah Pemalang 04.30 – 04.35 Wib.

• Thursday, October 12th, 2023

Skripsi Adalah Berliterasi

Oleh Agung Kuswantoro

Bila ingin menyelesaikan skripsi – baca tugas akhir – maka kuatkan literasi. Saya berpendapat bahwa skripsi adalah literasi. Ada dua pekerjaan minimal dalam skripsi yaitu membaca dan menulis.

Tidak ada menyelesaikan skripsi, dengan cara lisan. Skripsi harus diselesaikan dengan tulisan. Usai membaca jurnal dan buku, maka harus ditulis. Usai mendapatkan data di lapangan, maka ditulis. Usai mengolah data, maka juga ditulis. Artinya, dalam mengerjakan skripsi itu ditulis.

Adakah menyelesaikan pekerjaan skripsi dengan cara menyanyikan? Jawabnya, tidak ada! Jika ada pun, bisa jadi sedang menghayati sebuah skripsi dari tulisan yang bersangkutan.

Intinya, skripsi adalah literasi, jika ada mahasiswaa tidak suka baca, maka bisa ditebak, bahwa ia akan kesusahan dalam menuliskan skripsi. Skripsi adalah sebuah karya ilmiah. Oleh karenanya, harus ditempuh dengan perjuangan. Membaca dan menulis adalah sebuah perjuangan, sehingga pernah kita mendengar bahwa usai membaca buku itu menjadi pusing. Atau, mendengar kalimat” pusing setelah menulis bab 4 (pembahasan). Menurut saya, bahwa pernyataan tersebut wajar, karena menulis – membaca itu bukan hal yang mudah.

Mari biasakan berliterasi. Mari biasakan membaca dan menulis agar itu mudah menyelesaikan karya tulis ilmiah/tugas akhir. [ ]

Semarang, 9 Oktober 2023

Ditulis di Rumah jam 19.50 – 20.00 Wib.

• Sunday, October 08th, 2023

Mahasantri Sudah Bawa Kitab dan Mengabsahi Kitab (Pasal Rukun Iman, Makna Lailaha Illa Allah, Tanda-Tanda Balig, Dan Syarat-Syarat Sahnya Istija)

Oleh Agung Kuswantoro

Pertemuan ke-3 ini membahas tentang makna kalimat la ila ha illallah, tanda-tanda baligh, dan syarat sah istinja.

Pada pertemuan ini, saya sangat senang karena para mahasantri sudah membawa kitab Safinatunnajah dan mulai mengabsahi kitab tersebut. Pada pertemuan yang sebelumnya para mahasantri dengan mengaji tanpa membawa kitab (istilahnya, jIiping/ngaji kuping). Berikut catatan mengaji kemarin.

Rukun Iman
Rukun Iman ada enam yaitu:

  1. Beriman kepada Allah
  2. Beriman kepada para malaikat
  3. Beriman kepada kitab
  4. Beriman kepada para rasul
  5. Beriman kepada Hari Akhir (Kiamat)
  6. Beriman kepada baik dan buruknya takdir dari Allah

Pengertian “Lailaha Illa Allah”
Pengertian “Lailaha Illa Allah” adalah yang patut disembah itu hanyalah Allah

Tanda-Tanda Balig
Tanda-tanda balig (dewasa) ada tiga:

  1. Genap usia lima belas tahun bagi laki-laki dan perempuan
  2. Mimpi keluar sperma (mani) bagi laki-laki dan perempuan bila sudah berusia sembilan tahun.
  3. Khaid usia 9 tahun bagi wanita.

Syarat-Syarat Sah Istija’
Syarat-syarat sahnya istinja’ (bersuci dari kencing atau berak) dengan batu, ada delapan:

  1. Hendaknya dengan tiga batu
  2. Ketiga batu sudah bisa membersihkan tempat najis
  3. Najis belum kering
  4. Najis belum pindah dari tempat yang najis
  5. Tidak dicampuri oleh najis orang lain
  6. Tidak melampaui hasyafah (bila air kencing)
  7. Tidak terkena air
  8. Harus dengan batu yang suci.

Demikian materi fikih pada Selasa, 3 September 2023. Semoga memberikan manfaat untuk kita. Amin. []

Semarang, 4 Oktober 2023
Ditulis di Rumah jam 21.30-22.00 Wib.

• Friday, October 06th, 2023

Dek Syafa yang Suka Nulis/Imla
Oleh Agung Kuswantoro

Adalah Muhammad Syafa’tul Quddus (dipanggil Syafa’) yang suka menulis huruf arab (imla). Setiap kali madrasah, selalu ia minta untuk materi imla.

Sembari saya menerangkan materi kepada Mas Mubin, saya nyambi menuliskan beberapa tulisan arab/ayat untuk Dek Syafa. Jika ada yang kurang pas dari tulisan Dek Syafa, maka saya perbaiki. Pada intinya, setiap usaha/tulisan Dek Syafa, saya harga, karena Dek Syafa sudah memiliki keinginan untuk belajar.

Jika salah, maka sudah mendapatkan pahala. “Nilai”/hikmah yang saya dapatkan dalam pembelajaran dengan Dek Syafa ketika menulis (huruf Arab) adalah ketekunan karena menulis adalah sebuah keterampilan, jadi sering “asahlah” menulis agar lebih terampil. Semakin sering menulis, maka akan semakin terampil. Cobalah!

Semarang, 4 Oktober 2023
Ditulis di Rumah, jam 21.30 – 21.35 Wib.

• Tuesday, October 03rd, 2023

Ngajak Mas Mubin Ngaji Safinatunnajah

Oleh Agung Kuswantoro

Adalah putra pertama (anak pertama) saya Muhammad Fathul Mubin yang sudah beranjak besar, sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai “ilmu” dalam beribadah. Saya mencoba mengenalkan kitab Safinatunnajah kepada Mas Mubin.

Dari kajian kitab Safinatunnajah setiap malam Rabu (Selasa malam) di Musholla Mbah Karno, Sriging, Patemon, saya mengajaknya untuk mengenalkan kitab fiqih tersebut.

Apa alasan saya mengajaknya? Karena sudah besar (masa mendekati aqil baligh) sehingga dibutuhkan literasi beragama yang cukup. Dengan cara membuka kitab. Saya pun, jadi belajar dengan membuka kitab fiqih tersebut. Bisa dikatakan sama-sama belajar. Oleh karenanya, diantara kami saling menyemangati dalam belajar. Khususnya kitab Safinatunnajah. []

Semarang, 28 September 2023

Ditulis Di Rumah jam 05.15 – 05.20 WIB

• Sunday, October 01st, 2023

Ngajak Mas Mubin Ngaji Safinatunnajah
Oleh Agung Kuswantoro

Adalah putra pertama (anak pertama) saya Muhammad Fathul Mubin yang sudah beranjak besar, sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai “ilmu” dalam beribadah. Saya mencoba mengenalkan kitab Safinatunnajah kepada Mas Mubin.

Dari kajian kitab Safinatunnajah setiap malam Rabu (Selasa malam) di Musholla Mbah Karno, Sriging, Patemon, saya mengajaknya untuk mengenalkan kitab fiqih tersebut.

Apa alasan saya mengajaknya? Karena sudah besar (masa mendekati aqil baligh) sehingga dibutuhkan literasi beragama yang cukup. Dengan cara membuka kitab. Saya pun, jadi belajar dengan membuka kitab fiqih tersebut. Bisa dikatakan sama-sama belajar. Oleh karenanya, diantara kami saling menyemangati dalam belajar. Khususnya kitab Safinatunnajah. []

Semarang, 28 September 2023
Ditulis Di Rumah jam 05.15 – 05.20 WIB

• Saturday, September 30th, 2023

Safinatunnajah (2): Mengapa Pada Pasal Pertama Berupa Rukun Islam dan Rukun Iman?
Oleh Agung Kuswantoro

Selasa (26 September 2023) adalah pertemuan ketiga kajian yang saya ampu. Pada pertemuan tersebut membahas pasal tentang rukun islam dan rukun iman.

Adapun rukun islam ada lima yaitu (1) bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah; (2) mendirikan atau mengerjakan solat lima waktu; (3) mengeluarkan zakat; (4) berpuasa di bulan Ramadhan; dan (5) menunaikan ibadah haji ke Baitullah bagi yang mampu perjalanan.

Sedangkan rukun iman ada enam yaitu (1) beriman kepada Allah; (2) beriman kepada Malaikat; (3) beriman kepada kitab; (4) beriman kepada para Rosul; 5) beriman kepada hari akhir; dan (6) beriman kepada baik dan buruknya takdir Allah.

Lalu, muncul sebuah pertanyaan: mengapa pasal/pembahasan rukun Islam dan iman diletakkan pada awal kitab Safinatunnajah? Jawabnya: karena islam dan iman sebagai dasar/syarat dalam melakukan sebuah ibadah. Misal: pada pasal syarat sah wudhu yang pertama adalah islam. Lalu, pada pasal syarat wajib puasa yang pertama adalah islam. Demikian juga, syarat wajib pelaksanaan ibadah haji yang pertama adalah islam.

Pastinya, dalam melakukan ibadah-ibadah tersebut, ada rasa kepercayaan terhadap wujud Allah. Rasa percaya itulah namanya iman. Tidak mungkin, seseorang akan melakukan sebuah ibadah, tanpa ada rasa iman. Lillahi ta’ala-nya, harus ada. Jika lillahi ta’ala-nya tidak ada, maka yang muncul bukan rasa “iman” tetapi kebergantungan kepada sesuatu selain Allah.

Oleh karenanya, rukun islam dan rukun iman adalah sebuah “pondasi” atau dasar seseorang dalam menjalankan sebuah ibadah. Jadi, apabila ada seseorang yang “belum islam”, namun melakukan wudhu, puasa, haji, atau ibadah lainnya, maka wudhu, puasa, haji, atau ibadah orang tersebut, tidaklah sah.

Yuk, perkuat rukun islam dan rukun iman kita agar kualitas ibadah kita semakin lebih baik di mata Allah. Wallahu ‘alam. []

Semarang, 27 September 2023
Ditulis di Rumah jam 21.00 – 21.12 Wib.s