• Tuesday, May 31st, 2022

 

Jika Ilmu Ditolak di Masyarakat
Oleh Agung Kuswantoro

Menyebarkan ilmu, bukanlah hal yang mudah. Ada dua kemungkinan dalam menyebarkan ilmu, yaitu diterima dan ditolak. Kalau diterima ilmunya oleh masyarakat itu, Alhamdulillah. Tapi, kalau ditolak ilmunya oleh masyarakat, apa yang harus dilakukan?

Ada dua kemungkinan yang akan dilakukan yaitu: membentuk komunitas (kecil) dan menghindari masyarakat tersebut.

Untuk membentuk komunitas yang dibutuhkan adalah loyalitas/kesetiaan dan kesadaran (kepedulian) terhadap ilmu tersebut. Tidak membutuhkan orang yang banyak sebagai pengikut. Setiap pemahaman akan ilmu dan kemantapan hati dari orang yang akan menjadi sebuah komunitas.

Yang kedua, menghindar dari masyarakat. Langkah ini dilakukan, jika sudah tidak memungkinkan lagi untuk tinggal di masyarakat. Bisa jadi kondisi yang tidak memungkinkan untuk tinggal di masyarakat, seperti: diancam atau dianiaya lahir batin bagi penyebar ilmu. Bahasa sederhananya, kondisi ini adalah hijrah.

Jika Anda adalah ustad, kiai, guru, dosen, atau penyebar ilmu, maka bisa jadi kondisi penolakan sebuah ilmu akan terjadi. Dua pilihan di atas sebagai solusi. Namun, saya berharap hal ini tidak terjadi. Masyarakat Anda menerima ilmu yang Anda sampaikan. Lalu, pertanyaan berikutnya: mengapa masyarakat menolak sebuah ilmu? Besok, kita akan bahas lagi ya?

Bersambung.

Semarang, 28 Mei 2022
Ditulis di Gedung Kearsipan UNNES lantai 1 pukul 06.30 – 06.45 Wib.

• Tuesday, May 31st, 2022

Administrator >< Tenaga Administrasi

Oleh Agung Kuswantoro

 

 

Berita Kompas Jumat (13 Mei 2022) yang berjudul “Bukan Sekadar Mencari Administrator” (https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/05/12/bukan-sekadar-mencari-administrator) menjadikan berpikir bahwa belajar ilmu administrasi itu sangat luas. Saya lulusan jurusan pendidikan ekonomi administrasi perkantoran.

 

Profesi saya sebagai pengajar. Saat awal mengajar, saya selalu menekankan bahwa Anda (baca: mahasiswa) adalah calon pemimpin. Pemimpin itulah Anda. Dalam administrasi itu ada kegiatan mengatur/menata/mengelola suatu tujuan yang minimal dilakukan dua orang.

 

Saya termasuk orang yang menolak istilah “tenaga
admin atau “biaya” administrasi. Mengapa? Kata administrasi yang melekat dalam kata “tenaga” dan “biaya”, makna administrasi menjadi kecil. Padahal, administrasi itu bermakna luas (Henry Fayol, 1841)

 

Dengan adanya judul yang ditampilkan Kompas, menjadikan saya “melek” akan makna administrasi. Kompas memang tepat mengambil judul tersebut, karena berkaitan dengan pemimpin kepala daerah.

 

Gunakanlah kata administrasi dengan tepat. Lebih  baik, pilih makna administrasi bermakna luas, bukan bermakna sempit. Administrator-lah yang benar, bukan “tenaga” admin, siapakah administrator itu? Semoga, Anda. Amin.

 

Semarang, 22 Mei 2022

Ditulis di Rumah jam 19.00 – 19.20 Wib.

 

• Sunday, May 29th, 2022

Kesalahan Peserta UTBK
Oleh Agung Kuswantoro

Beberapa hari ini saya menemani panitia UTBK di gedung Kearsipan UNNES. Saya menemukan kesalahan yang dilakukan oleh peserta diantaranya: salah hari, salah sesi, salah tanggal ujian, memakai kaos, tidak mencetak kartu peserta/surat keterangan lulus, dan memakai sandal.

Kesalahan kecil berdampak kepanikan dan ketidaktenangan batin peserta. Mengapa? Karena, mereka akan mengurus atas kekurangan dari apa yang sudah disyaratkan. Biasanya ada yang menangis saat mengetahui kesalahannya. Misal: kesalahan tanggal yang sudah lewat, ia baru menyadari saat masuk ke ruangan. Saat keluar ruangan, ia menangis.

Kadang melihat peserta menangis dan mencari kekurangan persyaratan yang dialami peserta, saya melihatnya kasihan. Namun, perbuatan untuk melengkapi kekurangan berkas adalah proses menuju kebaikan. Tak apalah, menurut saya, karena kesuksesan harus diraih dengan sebuah usaha. Sukses untuk Anda ya? Semoga tidak terjadi di lain kehidupan berikutnya dalam kekurangan berkas. Amin. []

Semarang, 28 Mei 2022
Ditulis di Rumah jam 08.15 – 08.30 Wib.

• Saturday, May 28th, 2022

Literasi dengan Cara Baca al-Qur’an, Kitab, Buku, Jurnal dan Koran Lalu Menulis

Oleh Agung Kuswantoro

 

Tiap hari minimal, saya membaca al-Qur’an, kitab, jurnal, dan koran. Biasanya al-Qur’an dibaca tengah malam. Sedangkan kitab, buku, jurnal, dan koran membacanya saat siang hingga malam hari.

 

Dalam teknik membaca, saya memakai strategi “cepat” membaca. Memang butuh keterampilan “khusus” agar bisa membaca dengan cepat.

 

Ada hal yang tidak bisa saya membaca dengan strategi “cepat”, yaitu membaca al-Qur’an, kitab (kuning), dan jurnal. Dimana, ketiga sumber literasi (al-Qur’an), kitab (kuning), dan jurnal harus diterjemahkan/diartikan dan ditafsiri. Mengapa? Ketiga sumber literasi menggunakan bahasa Arab dan Inggris dengan kaidah ketatabahasaan yang baik.

 

Biasanya usai membaca saya “mengikat” dengan menulis. Menulis dari yang saya baca. Jadi, urutannya adalah membaca, baru menulis. Bukan, menulis kemudian membaca. Karena, menulis adalah butuh sumber. Menulis, tidak sekadar (asal) menulis.

 

Memang harus menyempatkan waktu untuk membaca bagi saya. Karena, dengan membaca pikiran menjadi hidup. Dengan berpikir, saya bisa merenung, lalu menuliskan dari apa yang saya pikir. Dengan cara seperti ini, saya merasa hidup. Harapannya, saya memiliki karya berupa buku atau kitab yang bisa digunakan/dibaca untuk anak, santri, siswa, mahasiswa, dan orang lain/masyarakat. Senang rasanya, jika mereka akan membaca karya saya kelak. Semoga. Amin. [].

 

Semarang, 22 Mei 2022

Ditulis di Rumah jam 18.30 – 18.45 Wib.

 

 

• Friday, May 27th, 2022

 

Kompas: Penyebar Virus Literasi
Oleh Agung Kuswantoro

Kompas adalah koran nasional penyebar “virus” literasi (baca: kegiatan baca-tulis). Koran ini menyuguhkan analisis yang tajam dengan data dan bagan/chart, laporan literasi (perpustakaan & literasi digital) dan sosok literasi.

Ada beberapa judul berita selama sepekan yang saya tulis dan disimpan mengenai literasi di Kompas yaitu: “Warastuti Any Anggorowati: Memupuk Literasi di Jelita” (Jum’at, 10 Mei 2022, halaman 16); “Buku dan Budaya Bali” (Sabtu 14 Mei 2022, halaman 1); “Perpustakaan Bermigrasi ke Digital” (Jumat 20 Mei 2022, halaman 5); “Yulianto: Menebar Benih Minat Baca Buku” (Selasa 17 Mei 2022); dan “Manuskrip Kuno Didigitalisasi” (Rabu, 25 Mei 2022)

Melalui Kompas diharapkan membangun “budaya baca” dengan rublik-rublik/bagian-bagian yang menarik yang disajikan untuk pembaca. Tidak semua Koran bisa menyajikan sebuah pesan literasi.

Ditambah lagi, penggunaan Bahasa Indonesia dalam Kompas selalu menggunakan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) sehingga masyarakat menjadi tahu/paham kata Bahasa Indonesia yang benar. Misal: sekadar bukan sekedar.

Terima kasih Kompas atas “virus” literasinya, semoga memberikan dampak kebaikan dalam bidang budaya baca-tulis untuk masyarakat Indonesia. Amin.[]

Semarang, 23 Mei 2022
Ditulis di Rumah jam 05.00 – 05.10 Wib.

• Wednesday, May 25th, 2022

Mas Elon, Izinkan Aku Ikut ke Mars Untuk Salat
Oleh Agung Kuswantoro

Tahun 2026 adalah tahun tercepat SpaceX mengantarkan Astronot (baca: manusia) ke Mars. Banyak pertimbangan dan persiapan yang matang menuju Mars.

Mas Elon bagi saya adalah sosok manusia yang unik. Bayangkan, disaat orang berebut tanah atau cari rumah, ia malah “menggarap” tanah kosong di Mars. Di saat orang naik mobil dengan bahan bakar premium, ia sudah memikirkan mobil listrik (Tesla). Disaat internet lemot, ia mendirikan Starlink (internet dengan kecepatan tinggi)

Forbes memberitakan https://katadata.co.id/agung/berita/628b72a6bf3f4/10-orang-terkaya-di-dunia-versi-forbes-berapa-kekayaannya bahwa orang terkaya di dunia adalah Mas Elon, dengan total kekayaan hingga US$219 miliar atau sekitar Rp3.144 triliun (kurs US$1 = Rp14.357). Keren! Orang terkaya di dunia. Menjadi wajar jika sudah kaya di dunia, maka ia akan mengembangkan “kekayaannya” di luar dunia, yaitu Mars.

Jadi, ingat saya dengan kisah Isro’ Mikroj. Dimana, sosok manusia yang bernama Muhammad Saw “terbang” hingga langit ke-7 dengan bantuan Buroq. Ia “terbang” ditemani oleh Malaikat (Jibril). Sedangkan Mas Elon (rencana) “terbang” ke Mars dengan bantuan roket. Mas Elon rencana ke Mars ditemani oleh manusia.

Andaikan saya ikut atau diajak Mas Elon ke Mars pada tahun 2026, maka yang saya lakukan adalah salat dan sujud syukur di Mars. Entah mengapa, saya memilih untuk salat dan sujud syukur. Saya hanya ingin melakukan perbuatan salat terlebih dahulu di Mars, baru pekerjaan lainnya. Bisa jadi, salat saya pilih karena perbuatan yang terpenting dalam sebuah kehidupan adalah salat itu sendiri.

Andaikan ada “Mas Elon – Mas Elon” – lain yang sepemikiran dengan saya, saat tiba di Mars, ada satu kalimat yang harus diucapkan yaitu Subhanallah/Maha Suci Allah.

Saya masih membayangkan dan mengharapkan ada “Mas Elon – Mas Elon” dari kalangan yang sekeyakinan dengan saya. Karena, disitulah kita akan me-Maha-kan ciptaan Allah, sebagaimana peristiwa Isro’ Mikroj. Semoga “Mas Elon”, selanjutnya adalah Anda! Amin.

Semarang, 22 Mei 2022
Ditulis di Rumah jam 16.00 – 16.15 Wib.

Keterangan gambar: mainan mobil Tesla milik Mubin.

• Thursday, May 19th, 2022

 

Untuk Kearsipan UNNES yang Lebih Baik

Oleh Agung Kuswantoro

Selama empat hari ini (Senin-Kamis/16-19/5/2022), saya mendapatkan tugas dari pimpinan UNNES ke Pekanbaru, Riau untuk koordinasi nasional kearsipan. UNNES diundang dari unsur Perguruan Tinggi/PT. Ada 9 PT yang diundang dalam pertemuan tersebut, salah satunya UNNES.

 

Sudah dapat undangan dan masuk dalam nominasi penilaian kepengawasan kearsipan ANRI bagi saya itu, Alhamdulillah. Menjadi bagian dari pengelola kearsipan di UNNES sejak tahun 2015 hingga sekarang adalah yang pengalaman berharga. Saya menjadi tahu dan paham mengenai kondisi di lapangan dan merumuskan kebijakan kearsipan di PT/UNNES, bukanlah hal yang mudah.

 

Saya ke Riau, tidak sendiri. Saya ditemani arsiparis UNNES yaitu Bapak Eko Febrianto. Alhamdulillah, saya punya teman dalam tugas lembaga ini, jadi lebih mudah dalam bekerja dan koordinasi perjalanan kearsipan UNNES selama ini.

 

Mohon doa dan dukungan agar kearsipan UNNES pada tahun ini/2022, hasil penilaian kearsipan lebih baik. Segala identifikasi kebutuhan kearsipan dan sumber daya kearsipan, kami mulai siapkan dan dilaksanakan agar mendapatkan penilaian yang terbaik sesuai dengan kondisi kearsipan di UNNES.

Pekanbaru, Riau, 19 Mei 2022

Ditulis di Bandara Pekanbaru yang sedang hujan deras, jam 07.50-08.05 Wib.

• Monday, May 16th, 2022

 

Mulai Darimana Kita Berliterasi?
Oleh Agung Kuswantoro

Dari beberapa kesempatan saya diajak sebagai pembicara-peserta, penulis-pembaca terkait literasi. Saya memaknai literasi disini yaitu kegiatan membaca dan menulis.

Dari kegiatan yang saya ikuti, muncul sebuah pertanyaan besar, yaitu: “Mulai darimanakah kita berliterasi?”

Jika saya seorang kepala rumah tangga, maka saya menjawab bahwa literasi berawal dari keluarga (Bapak/Ibu). Jika saya seorang kepala daerah, maka saya menjawab bahwa literasi berawal dari ketua Pembinaan Kesejahteraan Keluarga/PKK. Dan, jika saya seorang kepala sekolah, maka saya menjawab bahwa literasi berawal dari Perpustakaan.

Saya kumpulkan jawaban tersebut yaitu Bapak/Ibu, ketua PKK, dan kepala Perpustakaan. Lihatlah ketiga sosok di lingkungan Anda tersebut: “Apakah sudah berliterasi?” Jika belum ketiga sosok tersebut itu berliterasi, maka susah untuk mewujudkan awal sebuah literasi. Mengapa? Karena orang mau membaca/menulis harus melihat tokoh/sosok terlebih dahulu.

Ingat Nabi Muhammad Saw – sorang manusia – yang pertama kali memulai literasi pada usia 40 tahun dengan perintah membaca (iqro), itupun “agak” kesusahan pada awalnya. Kemudian “dituntun” oleh (malaikat) Jibril. Malaikat Jibril adalah sosok yang mengajari nabi Muhammad Saw untuk berliterasi.

Sama halnya di lingkungan kita. Harus ada “sosok” Jibril yang mengajak berliterasi. Ketiga sosok itu (Bapak/Ibu, ketua PKK, dan kepala Perpustakaan) yang mengajak seseorang berliterasi pertama.

Tidak mungkin, seorang anak tiba-tiba mau membaca buku. Harus ada contoh dan “bujukan” atau ajakan dari bapak/Ibu. Tidak mungkin pula, dalam satu RT/RW ada warganya yang tiba-tiba membaca novel, tanpa difasilitasi koran, buku, dan “rumah baca” di tiap Dusun/Desa. Demikian juga tidak mungkin sekolah tiba-tiba siswanya mau giat membaca dan menulis, tanpa ada program inovasi dari kepala Perpustakaan dalam membangun “literasi digital”.

Itulah pendapat saya mengenai “keprihatinan” dari negeri kita dan lingkungan sekitar yang minim berliterasi. Mari kita mulai berliterasi. Mulailah dari diri, keluarga, lingkungan sekitar dan lingkungan pendidikan. Bacalah buku agar kita tidak “terpancing” dengan dengan sebuah informasi yang belum tentu benar. []

Semarang, 12 Mei 2022
Ditulis di Rumah jam 05.00 – 05.30 Wib.

• Saturday, May 14th, 2022

Mengapa Berkata “Maaf”, Usai Berpuasa?
Oleh Agung Kuswantoro

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida/perkataan yang benar” (QS. an-Nisa: 9).

Sudah 11 hari kita masuk bulan Syawal 1443 Hijriah, umat Islam di seluruh dunia akan merayakan hari raya Idul Fitri, Idul Fitri identik dengan ucapan “mohon maaf lahir batin”. Ada sebuah pertanyaan besar: mengapa kita pada hari kemenangan, berkata “mohon maaf lahir dan batin?” Mengapa tidak berkata: “merdeka?” tetapi, malah berkata: “maaf”.

Secara logika orang yang “menang“ akan mengatakan suatu kebahagiaan dengan kalimat “alhamdulillah”; “yes, menang”; “merdeka”; “musuh telah pergi”; “kita menang”; “musuh kalah”; dan ucapan lainnya.

Logika akal manusia, berbeda dengan logika agama Islam. Agama Islam mengatakan: setelah “berperang” melawan hawa nafsu, justru hati tidak diungkapkan dengan rasa selebrasi/perayaan, namun hati harus “menunduk”, “menunduknya” dengan berkata: “maaf”.

Lalu, mengapa kita berkata maaf kepada manusia? Karena, kita telah melakukan kesalahan kepada seseorang. Cara melebur/menghapus kesalahan kepada sesama manusia adalah meminta maaf kepada yang telah dibuat salah.

Meminta maaf, hanya berlaku kepada manusia. Tidak ada saling maaf, antar manusia dengan tumbuhan. Tidak ada, saling memaafkan antara manusia dengan hewan. Dan, tidak ada, saling memaafkan antara hewan dengan tumbuhan. Namun, ada manusia minta maaf dari manusia kepada Tuhan, yaitu bernama permohonan ampun/istigfar.

Maafnya, manusia kepada Allah dinamai tobat. Ciri-ciri tobat diawali dengan sifat “merasa” dan “menyadari”. Bisa jadi, tanpa ucapan: “maaf” itu, tidak masalah. Artinya: tidak harus berkata: “Ya Allah, aku minta maaf”. Tanpa perkataan tersebut, tidak masalah.

Sekali lagi, maaf kepada Allah yang sangat dibutuhkan adalah “merasa salah” dan “menyadari atas kesalahannya”. Sama dengan kesalahan seorang manusia dengan kepada sesama manusia. Manusia akan mengetahui dirinya bersalah, jika manusia tersebut/ia telah “merasa” dan “menyadari” akan kesalahan yang dilakukan kepada orang lain. Disinilah, peranan hati akan “berfungsi”.

Sadar itu dalam hati. Sadar itu, bukan di otak. Bisa jadi, otak masih merasa “kekeh” atau “bersih keras” atau “angkuh” untuk melawan akan sebuah kesalahan. Namun, hati akan mendorong sesorang akan “lemes”, atau “merelakan”, atau mengikhlaskan atas kesalahan orang lain kepada diri kita.

Lantas, bentuk kesalahan seperti apa yang bisa menjadikan dosa? Menurut Amiruddin (2011) dalam buku “Ketika Dosa Tak Dirasa: Yang Kecil pun Bisa Menjadi Besar” mengatakan bahwa, ada delapan dosa yang tak dirasa yaitu (1) berbohong; (2) berkata ”ah” kepada orang tua; (3) menyalahgunakan jabatan; (4) ghibah; (5) mengadu domba; (6) su’udzon; (7) mempercayai ramalan; dan (8) menyembunyikan aib barang dalam transaksi jual beli.

Dari kedelapan perbuatan dosa kecil/dosa yang tak dirasa tersebut, bahwa 6 dari 8 perbuatan dosa tersebut (75%) berasal dari “mulut”. Bahasa penulis, “mulut” adalah sumber utama orang melakukan dosa.

Mulut sumber utama orang melakukan dosa atau melakukan kesalahan kepada orang lain. Misal saja: berbohong, melawan nasihat orang tua, ngrasani/ghibah, memprovokasi/mempengaruhi berita buruk, berprasangka buruk/su’udzon, dan menyembunyikan cacat dalam transaksi jual beli.

Gosip/ngrasani/membicarakan kesalahan orang lain/ghibah, menurut para ahli sering dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat. Cirinya: ada dua orang berkumpul. Terkait tempat melakukan “ngrasani” tidak memperhatikan “kesucian” suatu tempat atau lokasi. Misalnya, di Masjid/Musholla. Artinya, ngerasani bisa dilakukan di Masjid/Musholla. Minimal, ada orang berkumpul. Disinilah potensi setan masuk untuk “menyulutkan” atau “menyalakan” perbuatan dosa. Setan dimanapun kita berada, pasti ada. Oleh karenanya, jaga iman kita selalu dimana pun dan kapan pun berada, agar setan tidak hadir di sekitar kita.

Lalu, apa “obat” atas kesalahan/dosa kepada sesama manusia? Jika kesalahan kepada sesama manusia, maka minta maaflah. Yang minta maaf yang memiliki/melakukan kesalahan. Konteks di dunia, ada istilah “pengadilan”. Pengadilan itulah yang akan menunjukkan sebuah kesalahan dan menujukkan bukti-bukti yang autentik dalam persidangan.

Tanpa, ada bukti yang autentik atas suatu kesalahan, maka kebenaran tidak akan muncul. Sebaliknya, jika bukti menunjukkan suatu kesalahan, maka hukuman yang akan menimpa seorang yang bersalah. Kebenaran yang akan muncul/berkata.

Namun konteks dunia, berbeda dengan konteks akhirat/agama. Jika kesalahan itu tertuju kepada Allah, maka bertobat. Menurut Amirullah (2011) bahwa cara menghapus dosa/kesalahan kepada Allah dengan cara (1) sholat, (2) shaum/puasa, (3) bersedekah, (4) memperbanyak istigfar, dan (5) taubatan nasuha.

Sedangkan, untuk kesalahan mulut manusia dapat dilakukan, sebagaimana tuntunan al-Quran mengatakan dengan berkata (1) qaulan sadida/berkata benar, (2) qaulan baligh/berkata yang berbekas dalam jiwa, (3) qaulan ma’rufan/berkata yang baik, (4) qaulan karima/perkataan yang mulia, (5) qaulan layyina/perkataan yang lemah lembut, (6) dan qaulan maysura/perkataan yang mudah.

Demikianlah tulisan singkat ini, ada beberapa simpulan yaitu:
1. Kemenangan Idul Fitri tidak dilakukan dengan pesta/selebrasi, namun dilakukan dengan memperbanyak kata “maaf” atau “meminta maaf”.

2. Kita berkata “maaf” kepada sesama manusia, karena kita telah melakukan sebuah kesalahan. Meminta maaf itu, hanya pada sesama manusia. Meminta maaf manusia kepada hewan dan tumbuhan itu tidak ada. Meminta maaf hewan kepada tumbuhan, juga tidak ada. Namun meminta maaf manusia kepada Tuhan, dinamakan tobat.

3. Contoh kesalahan/dosa manusia kepada manusia yaitu: berbohong, melawan/berkata “ah” kepada orang tua, menyalahgunakan jabatan, ngrasani/ghibah, memprovokasi/mempengaruhi/adu domba, su’udzon, mempercayai ramalan, dan menyembunyikan aib barang saat jual beli.

4. 75% kesalahan/dosa manusia kepada manusia berasal dari mulut. “Ngrasani” adalah perbuatan yang sering dilakukan oleh manusia yang tanpa melihat kesucian suatu tempat dan waktu yang tak terbatas.

5. Salah satu cara menghilangkan kesalahan sesama manusia dalam konteks “dunia” adalah meminta maaf kepada orang yang telah diperlakukan salah. Sedangkan cara menghapus kesalahan dosa kepada Allah adalah dengan sholat, berpuasa, besedekah, memperbanyak istigfar, dan taubatan nasuha.

6. Mari, berkata baik sesuai dengan tuntunan al Quran dengan qaulan sadida/berkata benar, qaulan baligha/berkata yang berbekas dalam hati, qaulan ma’rufan/berkata baik, qaulan karima/berkata yang mulia, dan qaulan maysura/berkata yang mudah.

Semoga bermanfaat tulisan ini. Amin. []

Semarang, tulisan ini pernah ditulis 8 Mei 2021 dan diedit tanggal 12 Mei 2022
Ditulis di rumah jam 05.00 – 05.55 WIB. Disampaikan juga dalam halal bihalal yang diselenggarakan oleh mahasiswa.

• Thursday, May 12th, 2022

Menjaga “Spirit”/ Semangat Ramadhan
Oleh Agung Kuswantoro

Bangun pagi – Insya Allah – sudah menjadi bagian aktivitas saya dan keluarga. Biasanya, dimulai dengan salat sunah, salat jamaah di Masjid, dan menyiapkan keperluan pagi hari (sarapan, peralatan kerja, sekolah anak, dan mandi pagi, dan aktivitas lainnya).

Syawal masih berlangsung saat ini. Ada yang membekas dalam hati yaitu rutinitas ibadah kegiatan di bulan Ramadhan beberapa bulan lalu. Lalu muncul pertanyaan: “Apa yang harus kita lakukan agar ibadah sama/setara dengan bulan Ramadhan?”

Jawabannya: menjaga semangat ibadah Ramadhan tiap hari. Ramadhan itu tidak setiap tahun, tetapi setiap hari. Karena, Ramadhan itu milik Allah. Jadi, Ramadhan pasti hidup tiap hari.

Mulailah ibadah dengan mengajak dan menggandeng pasangan hidup, anak, keluarga, serta masyarakat. Jangan ibadah untuk diri sendiri. Ibadah pada bulan Ramadhan yang kebanyakan bersifat sosial/bersama, sehingga kebiasaan ibadah pada bulan Ramadhan tetap dipertahankan, kebersamaannya.

Sekali lagi, mari jaga spirit Ramadhan tiap hari. Sederhana saja caranya: salat subuh berjamaah di Masjid, sedekah, puasa sunah, berkata baik, dan fokus kepada niat kepada Allah. Itu saja, semoga kita bisa melakukannya. Amin. []

Berikut video sebagai penyemangat kita agar tambah semangat:

Semarang, 11 Mei 2022
Ditulis di Rumah saat jam istirahat bekerja, 12.00 – 12.15 Wib.