• Sunday, May 10th, 2020

Sepotong “Pizza” Itu Bernama Tesis
Oleh Agung Kuswantoro

Judul diatas saya terinspirasi dari sebuah karya guru saya–dalam literasi yaitu Hernowo Almarhum—yang berjudul “Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza:Rangsangan Baru untuk Melejitkan Word Smart”. Menulis tesis itu, harus jatuh cinta dulu terhadap apa yang akan ditulis. Yang ditulis harus sesuai dengan kemampuan dan bidang yang kita cintai.

Jangan sampai menulis tesis itu, tidak sesuai dengan bidang yang kita tekuni. Hasilnya apa? Jelas tidak selesai dalam penulisannya. Mengapa? “tidak seperti sepotong Pizza.” “Pizza” adalah hanya perumpamaan saja. Hampir dipastikan, bahwa orang itu, senang dengan Pizza. Namun, apakah semua orang yang makan Pizza itu bisa membuat Pizza? Jawabnya, jelas tidak. Tidak semua orang yang makan Pizza itu, bisa membuat Pizza.

Artinya, apa? Orang yang menulis tentang sesuatu tema tertentu adalah orang yang menekuni bidangnya. Orang yang berbicara Manajemen Pendidikan, adalah orang yang cinta dan mahir mengenai Manajemen Pendidikan. Minimal cinta dulu. Karena, setelah cinta pada bidangnya, maka ia akan berusaha untuk mencari referensi yang berkaitan dengannya. Alhasil, ia akan selalu berusaha untuk mendapatkan sebuah ilmu dan informasi mengenai kajian yang didalamnya.

Jadi, dalam menulis tesis, sejatinya adalah menulis kemampuan bidang yang ditekuni. Oleh karenanya, menulis dari bidang yang ditekuni adalah sesuatu yang mudah. Judul tesis adalah cerminan isi tesis. Dalam judul, tercermin ada rumusan masalah, teori, dan metode penelitian. Hal itu sangat terlihat sekali. Janganlah membuat judul yang bias. Misal, “Cara Membuat Sekolah Sihir di Indonesia”. Atau, “Model Guru Sekolah Herry Potter”.

Kedua judul diatas, sebenarnya menarik. Namun, dari sisi keilmuan itu, susah diteliti. Atau, susah dijangkau. Ingat meneliti itu adalah bersifat indrawi. Artinya, bisa dirasakan oleh inderawi manusia. Apalagi, tesis. Syarat berisi keilmuan. Ingat dalam penulisan tesis ada filosofi yang dibangun yaitu Ontologi, Aksilogi, dan Epistimologi.

Hemat, penulis adalah buatlah peta konsep atas bidang yang ada di Manajemen Pendidikan. Buatlah bagan yang pas sesuai dengan teori. Amati dan perhatikanlah, mana yang harus Anda ‘garap’. Anda harus jeli dalam memilih suatu tema. Bisa jadi, tema itu menarik. Namun, susah bagi Anda untuk menyelesaikannya. Mengapa? Karena, tema itu bukan kemampuan Anda. Atau, tema tersebut ternyata, bukan bidang Anda yang ‘geluti’.

Berdasarkan pengalaman penulis, saya pernah membuat tesis bertema rencana teaching factory. Tesis tersebut saya buat tahun 2012. Dimana, teaching factory, waktu itu sedang menarik sekali. Hampir dipastikan teori yang berkaitan dengannya itu susah. Pendekatan teori yang dekat adalah kewirausahaan.

Dari sisi Manajemen Pendidikan, kajian itu sangatlah luas. Saya mencoba membuat peta konsep untuk membedahnya dari sisi mana? Ketemulah, dari sisi Manajemen. Namun, ternyata kajian manajemen itu luas. Yaitu, ada perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Singkat cerita, saya tertarik pada satu komponen saja, yaitu perencanaan.

Kemudian, dalam memilih lokasi/objek yang diteliti, bukanlah hal yang mudah. Karena, belum tentu sekolah pada waktu itu –tahun 2012—sudah ada yang menerapkan teaching factory. Alhasil, saya menemukan SMK Negeri 6 Semarang, dimana sudah menerapkan teaching factory dengan ‘segudang’ prestasinya di Dalam Negeri dan di Luar Negeri. Bahkan, Kepala Sekolahnya—waktu itu bernama Pak Ishom—menjadi Kepala Sekolah berprestasi dari Jawa Tengah yang mewakili daerahnya menuju kompetensi Kepala Sekolah berprestasi tingkat Nasional dengan makalah yang disampaikan bertema teaching factory di sekolah yang dipimpinnya.

Dengan demikian, kajian yang saya dalami itu jelas. Dan, objeknya juga sangat nyata. Sehingga, penelitian saya adalah penelitian kualitatif. Ada keunikan di Sekolah tersebut. Saya selalu ke Sekolah yang beralamat di daerah Sidodadi tersebut, selama mengambil data. Dan, memastikan untuk mendapatkan informasi yang banyak. Maklum, instrumen dalam penelitian ini adalah saya. Saya sebagai key instrument.

Segala sesuatu yang terjadi dalam kegiatan sekolah yang berkaitan dengan perencanaan teaching factory, pasti saya cari. Tenaga kependidikan, guru kewirausahaan, guru ekonomi, siswa-siswi, dan kepala sekolah saya temui untuk mengambil data. Kemudian, catatan kejadian di lapangan, selalu saya rekam dengan membuat refleksi setiap harinya.

Keasyikan saya berlanjut pada penulisan tesis hingga pada artikel penelitian. Saya tidak merasa keberatan sedikit pun, saat penulisan tesis, waktu itu. Menikmati saja. Enjoy. Mengapa? Yang saya lakukan adalah bidang saya. Dari hal yang sederhana, lalu saya tulis.

Singkat cerita, dari apa yang saya lakukan, ternyata bisa menghasilkan sebuah tesis. Alhamdulillah pula, ada penerbit buku yang bersedia mencetak atas hasil karya saya tersebut. Jadilah, buku. Hingga saat ini, buku yang saya tulis itu menjadi rating pertama atau penilaian pertama dalam karya publikasi yang banyak disitasi oleh civitas akademik di Indonesia.

Ada 40 sitasi (per 8 Mei 2020) dari buku saya yang berjudul “Teaching Factory: Rencana dan Nilai Entrepreneurship” (2014). Buku tersebut adalah produk tesis yang saya modifikasi dengan bahasa populer. Menurunkan bahasa ‘langit’ menjadi bahasa ‘bumi’. Menyederhakan, bahasa akademik menjadi bahasa orang umum.

Itulah seluk-beluk dari tesis yang pernah saya tulis. Nah, bagaimana Anda sendiri dalam menulis tesis. Punya masalah dan kisah, apa? Yuk, kita diskusikan bersama, agar menjadi jelas dan konkret. Bisa jadi, yang Anda pikirkan, belum terurai dan terperinci, sehingga menjadi “kebuntuan” Anda dalam menulis tesis. Tetap semangat untuk belajar!

Semarang, 9 Mei 2020
Ditulis di Rumah, jam 23.30-00.10 WIB.
Catatan:Materi ini disampaikan dalam forum “Belajar Daring Bincang Tesis” yang diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Guru, Sabtu 9 Mei 2020 jam 08.00 – 09.00 WIB.

• Friday, May 08th, 2020

Ramadhan Ngaji “Pasaran” Kitab Sollu ‘Alaih di Pondok Pesantren Kauman Salafiyah Pemalang
Oleh Agung Kuswantoro

Ramadhan tiba, saat membuka (baca:tadarus) beberapa kitab/buku yang saya punya. Biasanya, saya membuka kitab yang pernah mengaji saat ngaji “pasaran” di Pondok Pesantren Kauman Salafiyah Pemalang.

Di pondok yang terletak di ‘jantung’ kota Pemalang tersebut, berbagai aktivitas kajian kitab dilaksanakan dari ba’da/setelah Subuh hingga ba’da Tarawih. Kajiannya berbeda-beda berdasarkan kitab.

Seingat saya, kitab yang saya baca ini adalah kajian habis sholat Tarawih. Biasanya dimulai pukul 20.45 – 21.45 WIB. Lokasi di depan serambi utama pondok pesantren putri Salafiyah, Kauman Pemalang.

Kitab yang digunakan bernama “Sollu ‘alaih”. Kitab yang berhalaman 36 lembar tersebut bertuliskan semua Arab. Orang menyebutnya “Kitab Kuning”.

Cara mengajinya, penyaji membacakan memaknai, dan menerangkan. Kemudian santri mengabsahi (baca:menulis) atas makna-makna yang berbahasa Arab tersebut.

Yang mengampu adalah KH. Drs. Moh. Romadlon Zuhdi. Ia/KH. Drs. Moh. Romadlon adalah putra KH. Sya’ban Zuhdi (almarhum). Ia juga, pengasuh di pondok pesantren yang berbasis Salafiyah tersebut.

Saya menyebutnya “pakar tauhid”. Saya sangat menyukai akan ilmu dan informasi yang disampaikan ke santri. Bisa dikatakan, saya belajar tauhid bersumber darinya. Enam tahun saya belajar tauhid dengannya.

Dalam penyampaiannya ‘padat’ dan ‘berisi’. Kalimat khas yang sering digunakan adalah ‘takon’. Artinya, tanya. Kalimat tersebut digunakan usai menerangkan materi. Tujuannya membuka sesi diskusi.

Saya mengaji kitab Sollu ‘alaih per tanggal 9 Desember 1999/1 Ramadhan 1420 H. Dan, khatam/selesai tanggal 21 Desember 1999/13 Ramadhan 1420 H. Mengaji kilat 13 hari. Khatam kitab mulai dari awal dan akhir dalam bab kitab tentang keutamaan sholawat Nabi tersebut.

Jujur, sewaktu mengaji kitab tersebut, saya tidak memahami akan “isi/pesan’ kitab tersebut. Saya hanya mengaji, mengaji, dan mengaji saja.

Namun, seiring perjalanan waktu, saya rutin membuka kitab-kitab. Misal, kitab tersebut sudah 21 tahun ‘ditangan’ saya. Kitab seharga waktu itu Rp. 3.200,00; saya baca hingga sekarang. Alhamdulillah, saya sedikit-sedikit bisa memahami ‘isinya’.

Memang, ilmu itu tidak ‘mengikat’ waktu. Dulu, tidak paham. Sekarang paham. Yang penting mau ngaji dulu. 21 tahun lalu, mengingatkan perjuangan mencari ilmu. Saya tiap hari datang ke pondok pesantren Salafiyah dari rumah naik sepeda. Saya nikmati saja. Biasanya, kalau malam, saat pulang, saya melewati penjual grombyang di Pasar ‘Anyar’ Pemalang.

Waktu pasti tidak akan terulang. Yuk, para pemuda, semangatlah cari ilmu. Yang penting mengaji dulu. Mau ngaji, sek. Ora paham, gapapa. Insya Allah, manfaatnya sangat banyak, mengaji itu. Yang belum Anda ketahui saat ini, kelak melalui mengaji, Anda akan menjadi paham. Belajarlah! Semangatlah!

Semarang, 7 Mei 2020
Ditulis di Rumah jam 06.30 – 07.00 WIB.

• Tuesday, May 05th, 2020

Bagaimana Cara Mensupervisi Tenaga Kependidikan/Tendik?”
Oleh Agung Kuswantoro

Dari berbagai referensi yang saya baca, bahwa supervisi (baca:pengawasan) lebih dekat dengan dunia pendidikan dan perusahaan. Namun, saya jadi berpikir, bahwa dalam dunia pendidikan, juga tak terlepas dari tenaga kependidikan/tenaga administratif. Tenaga kependidikan sangat mensupport/mendorong suatu lembaga pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran.

Lalu, bagaimana cara mensupervisi tenaga kependidikan?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu melihat pembagian supervisi pendidikan, dimana ada supervisi manajerial dan akademik. Menurut saya, mensupervisi tendik termasuk dalam kategori supervisi manajerial.

Seorang pemimpin harus mampu membuat rincian atas “penilaian” dan “perbaikan” tendik di manajemen lembaganya.

Jangan sampai, ada tendik yang sangat tidak paham akan pekerjaannya. Ia hanya asal datang ke kantor. Lalu, pulang. Kehadirannya menjadi faktor “penilaian”, menurut mereka/tendik.

Yang penting hadir dulu, menurut mereka. Namun, kehadirannya tidak diimbangi dengan kinerjanya.

Langkah yang sangat mungkin dilakukan, agar tendik ada rasa disupervisi adalah dituliskan SKP/Sasaran Kinerja Pegawai. SKP yang betul-betul diterapkan. Termasuk, output-output yang harus diselesaikan.

Jangan sampai, output ditulis, namun realitanya tidak ada. Hal ini, tidak tepat. Oleh karenanya, teknis supervisi untuk tendik bagi pimpinan adalah kunjungan kerja kepada tendik saat menyelesaikan pekerjaan. Apakah, tepat/sesuai tidak ia dalam bekerja? Apakah, targetnya terpenuhi tidak selama 1 bulan itu?

Selain, SKP juga perlu ada penandatanganan kontrak kinerja. Penandatanganan sebagai bentuk “kesadaran” tendik dalam memulai bekerja di awal tahun. Harapannya, rencana kinerja yang telah ditandatangani dapat terlaksana dengan baik pada waktu yang ditentukan.

Itulah pentingnya SKP dan kontrak kinerja bagi seorang tendik agar ingat dalam target pekerjaannya. Itulah teknis supervisi tendik di sebuah lembaga pendidikan. Karena, tanpa tendik itu, mustahil proses akademik bisa berjalan dengan lancar. []

  1. Semarang, 3 Mei 2020
    Ditulis di Rumah, jam 22.00 – 22.30 WIB.
• Saturday, May 02nd, 2020

Mengoleksi Informasi Kitab/Buku

Agung Kuswantoro

Tiap Ramadan saatnya bertadarus. Tadarus al Qur’an, itu pasti. Namun, tadarus kitab/buku, juga harus diupayakan. Walaupun, dua paragraf untuk membacanya.

Kitab-kitab yang pernah saya kaji di pesantren saya buka perlembar tiap habis sholat. Tujuannya sederhana memahami dan menambah pengetahuan ilmu agama.

Kitab kuning menjadi rujukan utama. Sebagai dasar saya dalam berpegang hidup. Setelah itu, buku populer yang diterbitkan oleh penerbit tertentu dengan penulis yang –menurut saya–keilmuannya valid.

Memang saya sangat selektif terhadap buku/kitab. Termasuk, penulisnya. Karena, penulis/pengarang/mushonef adalah contoh teladan saya.

Tidak mungkin, contoh teladan saya itu seorang yang buruk. Karena, saya ingin menjadi orang baik.

Lalu, dihari tertentu saat Ramadan saya menyempatkan membaca koran Suara Merdeka, khususnya pada bagian kitab/buku. Dibagian itu, saya bisa mengetahui sejarah dari penulis dan seputar isi/pesan kitab tersebut.

Lumayanlah, bisa membantu saya dalam mencari referensi. Berbagai kitab yang ditampilkan oleh Suara Merdaka tidak saya miliki dan saya ketahui. Sehingga, saya membutuhkan informasi kitab tersebut.

Saking tertariknya, saya foto dan saya abadikan informasi tersebut. Jika ada waktu, maka saya ingin membeli kitabnya. Beberapa informasi tersebut saya kumpulkan sejak Ramadan 1440/2019 dan 1441/2020. Jadilah, sebuah kliping kitab yang menjadi rujukan dalam koleksi referensi saya.

Inilah salah satu kegiatan rutin saya saat Ramadan. Semoga menjadikan diri saya akan kagum dengan ilmu dan dekat dengan orang ahli ilmu. Amin. []

Semarang, 3 Mei 2020.
Ditulis di Rumah jam 4.30-4.45 WIB.

• Friday, May 01st, 2020

Perubahan Perencanaan Kebijakan
Oleh Agung Kuswantoro

Membaca slide materi dari Prof. Agus Hermanto dan buku ajar yang diberikan oleh Prof. Fakhrudin tentang kebijakan publik dibidang pendidikan dan konsep perencanaan pendidikan, menjadikan saya bertanya mengenai perubahan rencana yang telah ditentukan. Sehingga, berdampak pada sebuah kebijakan yang berubah.

Misal, pada saat ini, tidak ada Ujian Nasional. Awalnya Ujian Nasional sudah ditetapkan pada bulan April 2020. Namun, dengan wabah Covid-19 menjadikan kebijakan pun berubah.

Lalu, bagaimana “aktor” kebijakan publik itu bekerja? Aktor yang dominan dalam hal ini adalah pemerintah. Pemerintah (baca: Presiden) mengambil “aktor utama” dalam penentuan rencana kebijakan. Kemudian, didukung oleh “aktor” lainnya yaitu DPR. Baru setelah itu, ada pengajuan RUU/pengajuan perubahan atas sebuah kebijakan. Lalu, muncullah sebuah tindakan. Dimana, harus ada sidang komisi/gabungan komisi terkait perubahan kebijakan tersebut.

Selama proses pembuatan kebijakan meliputi empat tahapan yaitu (1) analisis kebijakan; (2) pengetahuan kebijakan, (3) implementasi kebijakan, dan (4) evaluasi kebijakan.

Dalam keadaan seperti ini, siapakah yang berwenang menetapkan suatu kebijakan pelaksana (baca: kebijakan pada lingkup daerah)? jawabnya, adalah Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Sehingga, di Jakarta, Tegal, Kota Surabaya, ada pemberlakuan PSBB (Pemberlakuan Sosial Berskala Besar) dengan tujuan mencegah penyebaran korona yang semakin luas di Indonesia. Itulah “aktor” yang nyata dalam kebijakan pelaksana.

Namun, yang sangat lebih penting lagi adalah dampak perubahan rencana akan mengakibatkan pada perubahan anggaran pula. Pos-pos anggaran akan bergeser pada penanganan kebijakan baru yaitu wabah Covid-19. Dan, dampak ekonominya.

Oleh karenanya, pasti akan ada “kebijakan-kebijakan” yang bersifat tidak sesuai dengan perencanaan. Beberapa kebijakan alternatif akan muncul, seperti mengaktifkan Asrama Haji Manyaran, Semarang akan menjadi Rumah Sakit Khusus Korona.
Atau, tes perguruan tinggi dimana nilai UN, tidak menjadi dasar satu-satunya untuk menjaringan seleksi mahasiwa baru. Dan, kebijakan-kebijakan alternatif lainnya dibidang pendidikan.

“Aktor-aktor” tersebut harus “lincah” dalam menghadapi perubahan tersebut. Karena, keadaan darurat, maka kebijakan juga akan darurat. Yuk, dukung “aktor-aktor” tersebut dalam membuat kebijakan yang berubah, karena keadaan. Adanya perubahan atas rencana yang telah dilakukan adalah sebuah keharusan yang harus dipilih, demi kebaikan rakyat Indonesia ini. []

  • Semarang, 25 April 2020

    Ditulis Di Rumah jam 21.00 – 21.30 WIB. Setelah Sholat Tarawih.

• Thursday, April 30th, 2020

 

Mutu Pendidikan
Oleh Agung Kuswantoro

Materi yang disampaikan oleh Dr. Suwito Eko Pramono, M.Pd. sangat kental dalam mutu pendidikan. Mutu pendidikan adalah tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pendidikan dengan standar pendidikan tinggi. Mutu dapat dilihat dari standar nasional dikti, ipteks, sikap, dan input.

Dalam implementasi standar mutu di suatu institusi meliputi Standar (S), pelaksanaan/Do/D), evaluasi/Checks (C), dan aksi/eksekusi/action (A). Disingkat SDCA. Dimana SDCA, selalu berjalan berkesinambungan.

Adapun siklus standar mutu di institusi meliputi (1) Penyusunan standar perguruan tinggi/P1; (2) Pelaksanaan standar perguruan tinggi/P2; (3) Evaluasi pelaksanaan standar Dikti/E; (4) pengendalian standar pendidikan tinggi/P3; dan (5) Peningkatan standar pendidikan tinggi/P4. Jika digambarkan alurnya adalah P1 ke P2. P2 ke E. E ke P3. P3 ke P4. Dan, P4 ke P1. Artinya mutu itu terus-menerus. Tidak berhenti. Muter.

Jika langkah ke-5 siklus tersebut terlalu banyak, maka dapat diringkas menjadi 3 yaitu P1, P2, dan E. P1 ke P2. P2 ke E. E ke P1 ke P2. Lalu P2 ke P1 muter. Artinya, terus berputar proses tersebut.

Jika kita perhatikan, ternyata ada perbedaan antara evaluasi dengan pengendalian. Jadi, rencana/susunan yang telah dibuat itu, dievaluasi terlebih dahulu. Baru, setelah itu dikendalikan agar sesuai dengan sesuai evaluasi yang telah dilakukan.

Materi yang disampaikan oleh Dr. Suwito menjadikan saya lebih memahami siklus dalam menerapkan standar mutu di suatu lembaga. Sangat penting bagi saya, agar bisa menerapkan mutu dalam kegiatan yang saya lakukan.

Misal, standar seorang arsiparis dalam menyelesaikan pekerjaan mengolah arsip statis, dinamis, dan menyajikan informasi kearsipan dalam waktu yang telah ditentukan. Demikian juga Anda, semoga dapat mempraktikkan siklus mutu ini di lembaga Anda bekerja, agar terukur dan kepuasan “pelanggan” terpenuni. []

Semarang, 25 April 2020
Ditulis di Rumah jam 03.00 – 03.30 WIB. Sahur.

• Thursday, April 30th, 2020

 

Judul : Metode Penelitian Pendidikan Disiapkan Untuk Kalangan Mahasiswa S1/S2/S3 Semua Jurusan Pendidikan
Penulis : Prof. Dr. Sukestiyarno, YL. MS. Ph.D
Hal : vi + 382 halaman
Tahun : 2020
ISBN : 978 – 602 – 285 – 230 – 8
Penerbit : UNNES Press

Runtut Penyajiannya
Oleh Agung Kuswantoro

Bicara tentang statistika, maka tidak lepas dari metode penelitian. Dasar statistika adalah metodologi penelitian. Data diperoleh, setelah penelitian. Dan, penelitian dikerjakan setelah membuat dan melakukan metodologi penelitian.

Dalam metodologi penelitian itu, harus benar dulu. Jangan sampai metodenya salah, maka dampaknya penelitian dan datanya pun salah.

Misal, ada instrumen dari sebuah item pertanyaan yang berbunyi: Apakah Anda dapat mengoperasikan komputer? Maka, jangan diberi pilihan jawaban sangat setuju, setuju, cukup setuju, dan tidak setuju.

Seharusnya, pertanyaan tersebut, jawabannya adalah dapat dan tidak dapat. Pertanyannya saja, salah. Maka, jawabannya juga akan salah. Itulah pentingnya, metodologi penelitian.

Lalu, apa yang membedakan buku ini, dengan buku lainnya? Runtut dan terstruktur, penyajiannya. Penuh dengan filosofi keilmuan. Filsafat ilmunya dapat, sehingga “epistimologi” akan sebuah ilmu dalam buku ini, sangat “kental”. Cara mendapatkan datanya yang objektif, valid, dan reliabel sangat jelas dalam keterangan buku ini.

Struktur yang dibangun oleh Prof. Sukestiyarno adalah membangun wawasan penelitian pendidikan terlebih dahulu. Dimana, menerangkan konsep penelitian kualitatif, kuantitatif, dan campuran. Lalu, strategi penelitiannya, dan penelitian yang relevan dalam dunia pendidikan.

Setelah itu, Prof. Sukestiyarno menyampaikan dasar-dasar penelitian pendidikan; struktur sasaran, strategi penelitian pendidikan; rancangan penelitian pendidikan; kajian teori/penelaahan pustaka, merancang metodologi pendidikan (kualitatif, kuantitatif, dan campuran).

Kemudian dalam penyajiannya, tiap bab disusun dengan “apik” menampilkan pendahuluan, materi-materi yang akan disampaikan, latihan soal, rangkuman, tes formatif, kunci jawaban tes formatif, dan daftar pustaka.

Sehingga, salah satu kelebihan buku ini adalah “suguhan” buku menarik. Ibarat makan, orang ketika makan dimulai dan hal yang sederhana, kemudian ke tingkat kompleks dalam rasa dan penyajiannya. Namun, dasarnya tetap harus ada. Nah, kurang lebih seperti itu, gaya yang disampaikan oleh Prof. Sukestiyarno.

Tidak mungkin membahas penelitian campuran di bab awal. Namun, Prof. Sukestiyarno menampilkan bab tersebut di bab akhir. Sesuai dengan perkembangan dan trend penelitian saat ini.

Buku ini sangat cocok bagi orang yang sedang menyusun skripsi, tesis, dan disertasi. Syukur, saat membaca buku ini, sudah membuat rincian proposal penelitiannya. Sehingga akan mengetahui “keinsyafan” atas kesalahan “dosa” dalam pembuatan proposal penelitiannya. Jadi, buku ini sebagai solusi atas ketidaktepatan dalam menyusun sebuah karya ilmiah (proposal penelitian).

Bacalah yang runtut buku ini. Ikuti petunjuknya. Jangan sampai lompat-lompat bab yang diinginkan. Karena, struktur dan penyajian buku ini sudah sesuai dengan kaidah keilmuan. Semoga, Anda tidak salah dalam membuat metodologi penelitian. Sehingga, Anda tidak salah dalam mengambil data dan datanya tidak keliru/salah. []

Semarang, 25 April 2020
Ditulis Di Rumah jam 20.00 – 20.45 WIB. Setelah Tarawih.

• Saturday, February 15th, 2020

Kumpul dengan Orang Sholeh
Oleh Agung Kuswantoro

Berdasarkan buku yang saya baca berjudul “Nalar Kritis Pendidikan” karya Arfan Muammar (2019), ada bab dimana menekankan seseorang perlu bergaul dengan orang baik.

Misal, hewan yang bernama anjing. Anjing identik dengan najis mugholadoh/najis berat. Namun, ada anjing yang bernama Qitmir. Karena berkumpul dengan sahabat Kahfi/Ashabul kahfi, Qitmir/anjing tersebut menjadi ikut “kecipratan” baik.

Sesuatu yang melekat pada dirinya, berupa keburukan (baca: najis) menjadi hilang karena berkumpul dengan orang baik/sholeh. “Seanjing-anjingnya” hewan anjing, akan menjadi baik jika berkumpul dengan orang sholeh. Seburuk-buruk sifat manusia, akan memiliki sifat baik, jika berkumpul dengan orang baik. []

Semarang, 11 Februari 2020

• Thursday, March 28th, 2019

 

ZIARAH
Oleh Agung Kuswantoro

“Berlomba saling memperbanyak telah melengahkan kamu, kamu menziarahi kubur-kubur/ sampai-sampai kamu menziarahi kubur-kubur leluhur kamu” (QS. At-Takatsur [102]: 12).

Alhamdulillah, atas izin Allah kita dalam keadaan sehat walafiat, sehingga dapat melaksanakan ibadah di hari Jumat ini. Tepat, besok kita akan menyelenggarakan puncak Dies ke-54 UNNES di Auditorium, kampus Sekaran.

Sekadar mengenang, berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 271 tahun 1965 bahwa mengesahkan pendirian Institut Negara di Semarang sebagaimana Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 40 tahun 1965 tanggal 8 Maret 1965.
Institut tersebut bernama IKIP Semarang. Institut tersebut terdiri dari Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan Sastra Seni, dan Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta. Surat Keputusan Presiden tersebut, mulai berlaku pada hari ditetapkan dan mempunyai daya surut sampai tanggal 30 Maret 1965. Sehingga, tiap 30 Maret itulah Dies UNNES kita selenggarakan.

Ada budaya yang sangat baik di lingkungan kita saat Dies, yaitu ziarah kubur. Pimpinan dan para pejabat lembaga berziarah ke makam leluhur, seperti Almarhum Bapak Mochtar (Ketua Presidium IKIP Semarang 1965-1966), Almarhum Mayjen Moenadi (Ketua Presidium IKIP Semarang 1966-1967), Almarhum Prof Drs Wuryanto (Rektor IKIP Semarang 1967-1977), Almarhum Drs Hari Mulyono (Rektor IKIP Semarang 1977-1986), dan Almarhum Prof Dr Retmono (Rektor IKIP Semarang 1986-1994). Selain itu, pimpinan kita berziarah ke makam leluhur yang memiliki jasa dalam membesarkan nama UNNES.

Lalu, muncul pertanyaan yaitu “Apa itu ziarah kubur?” Kata ziarah berasal dari bahasa Arab, yang memiliki arti kunjungan singkat. Ziarah kubur mengisyaratkan kunjungan ke tempat pemakaman, tetapi tidak berlama-lama.

“Mengapa berkunjungnya singkat?” Dahulu pada masa Jahiliyah, masyarakat Mekkah dan sekitarnya sering kali berkunjung ke kubur, antara lain untuk membangga-banggakan leluhur mereka dan membanding-bandingkannya dengan leluhur mereka sekaligus berdoa kepada leluhur yang telah dikubur itu.

Alqur’an mengecam mereka, sebagaimana ayat di atas “Berlomba saling memperbanyak telah melengahkan kamu, kamu menziarahi kubur-kubur/atau sampai-sampai kamu menziarahi kubur-kubur leluhur kamu (QS. At-Takatsur [102]: 12).

Akibat sikap mereka yang buruk itu, Rasulullah melarang untuk menziarahi kubur, tetapi setelah berlalu sekian lama dan setelah sahabat-sahabat Rasul itu menyadari keburukan tradisi Jahiliyah, maka beliau mengizinkan, bahkan beliau sendiri berziarah ke kubur. Dalam konteks itu, Nabi Muhammad SAW mengatakan “Aku tadinya melarang kalian menziarahi kubur, tapi kini silakan ziarahilah. (HR. at-Tirmidzy).

Nabi Muhammad SAW menganjurkan itu, agar peziarah mengingat kematian, mengingat bahwa makhluk diciptakan untuk punah, bukan untuk kekal hidup di dunia. Lalu, penziarah agar merenungkan apa yang telah dilakukan oleh yang telah wafat itu. Apabila almarhum memiliki amal baik baik, agar kita meneladani dan mendoakan. Apabila almarhum memiliki amal buruk, agar kita dapat mengambil hikmah atas kejadian yang dialamainya.

Kita dianjurkan berziarah, karena tidak sedikit orang yang lengah, seakan-akan kematian hanya dialami orang lain, bukan kita. Sebagaimana ayat berikut “Apakah jika engkau wafat, wahai Nabi Muhammad, mereka yang kekal? Begitu kecaman Allah kepada yang lengah (QS. al-Anbiya’ [21]: 34).

Yang wafat/meninggal dunia pada hakikatnya benar-benar telah meninggalkan dunia, walau badannya berada di liang kubur, karena substansi manusia adalah ruhnya. Sedangkan, badannya hanya tempat/wadah. Lalu, ruh digunakan untuk mencapai tujuannya.

Ibaratnya, petani bukan cangkulnya. Penulis, bukan penanya. Ruh yang telah meninggalkan badan. Sekarang, ruh di satu alam yang bukan alam duniawi. Bukan juga, alam ukhrawi.

Ruh berada di Alam Barzah. Alam Barzah sebagai alam pemisah antara dunia untuk kemudian, jika kiamat tiba, semua digiring ke Padang Mahsyar untuk mempertanggungjawabkan kegiatannya masing-masing selama berada di dunia.

Tanah yang menampung jazad/fisik, bukan untuk kepentingan yang wafat. Tetapi untuk orang yang masih hidup, agar mereka terhindar dari aroma jazad yang membusuk dan menjadi renungan bagi orang yang masih hidup. Serta, menjadi simbol tempat pertemuan oleh yang berada di dunia.

Melapangkan kubur, bukanlah memperluas dan memperindah makam. Karena itu, tidak ada gunanya buat yang wafat. Istana yang luas dan indah menjadi sempit, jika jiwa tak tenang hatinya. Sebaliknya, gubuk yang sempit, terasa lapang bagi yang hatinya tenang.

Berdoalah agar Allah melapangkan kubur seseorang. Memohon agar yang wafat memperoleh ketengangan dan kelapangan di tempat yang kini ia berada, yakni di Alam Barzah.

Area kuburan digunakan oleh yang hidup untuk berziarah (berkunjung sejenak), sebagaimana makna harfiah ziarah. Karena itu, yang penting adalah memberi tanda pengenal tentang siapa yang dimakamkan di sana dan tidak perlu mewah, cukup jika bersih dan tidak menyulitkan atau membebani peziarah.

Sekali lagi, ziarah kubur dianjurkan kapan saja, sebelum atau sesudah Ramadhan, pada Hari Raya atau hari biasa, malam atau siang hari.

Ada yang lebih penting dari ziarah kubur, yaitu ziarah pemikiran atas orang yang telah wafat. Levelnya lebih tinggi dari ziarah kubur. Orang yang berziarah akan belajar melalui pikiran-pikiran Almarhum. “Melalui apa?”. Karya! Karya dari Almarhum. Mari, kita tingkatkan ilmu dan iman kita, agar orang tak sekadar ziarah secara fisik di kuburan, namun juga dapat berziarah atas pemikiran kita kelak.

Dari penjelasan di atas, ada beberapa simpulan
1. Besok adalah dies natalis UNNES yang ke-54, mari kita bersyukur dengan menghadiri acara dies di Auditorium UNNES. Berdoa agar UNNES selalu diberi keberkahan dan kesalamatan.

2. Pertahankan budaya ziarah kubur kepada leluhur di lembaga ini. Karena, beliaulah, lembaga ini bisa berkembang hingga sekarang. Doakan selalu agar ia selalu dalam lindungan Allah.

3. Tingkatkan iman dan ilmu, agar kelak saat kita meninggal dunia tidak cukup diziarahi kubur (ziarah fisik), namun juga diziarahi pemikiran atas ide/gagasan yang pernah kita perbuat untuk sesama. Sehingga, pikiran/ide tersebut masih digunakan walaupun ia sudah wafat. Caranya dengan cara berkarya, menulis, atau pun perbuatan positif lainnya. Waallahu ‘alam.

Semarang, 22 Rojab 1440

• Saturday, January 19th, 2019

Keluarga
Oleh Agung Kuswantoro

“Harta yang paling berharga adalah keluarga”. Itulah lirik sebuah lagu dari “Keluarga Cemara”.

Cerita keluarga yang menarik hati saya untuk mempelajarinya adalah keluarga Imron. Sebagaimana, nama surat dalam Alquran. Yaitu, Ali Imron.

Pak Imron memiliki anak yang sholihah bernama Maryam. Maryam, orangnya sangat suci dari maksiat. Apalagi, perbuatan zina. Bahkan, ia dituduh melakukan perzinaan karena ia telah mengandung/hamil.

Bayi yang dikandungnya bernama Isa. Isa ternyata menjadi seorang Nabi. Padahal, silsilah keluarga Pak Imron begitu sederhana. Namun, bisa menghasilkan anak yang sholihah yaitu Maryam. Kemudian, Maryam memiliki anak sholih bernama Isa. Isa lahir tanpa sosok ayah. Itu pula atas izin dan kekuasan Allah.

Sebaliknya, Kan’an anak seorang Nabi Nuh. Namun, karena tidak taat kepada Allah. Ia memilih tidak naik perahu. Ia ‘meninggal dunia’ dalam keadaan tidak beriman. Padahal, bapaknya seorang Nabi.

Itulah keluarga. Semua Allah sebagai “sutradaranya”. Tidak jaminan, orang tua itu hebat, ‘menghasilkan’ anak hebat. Sedangkan, orang biasa ‘menghasilkan’ anak biasa.

Rembang, 19 Januari 2019