Author Archive

• Tuesday, January 24th, 2023

 

Cara UNNES Mengevaluasi Kearsipan

Oleh Agung Kuswantoro

 

Adalah lomba persuratan dan kearsipan tersistem sebagai apresiasi UNNES terhadap tata kelola persuratan dan kearsipan. Tahun 2022 merupakan tahun ke-2 diadakannya lomba tersebut. Dengan melibatkan Dinas Provinsi Jawa Tengah sebagai tim Dewan Juri eksternal. Adapun dewan juri internal terdiri dari Kepala BUHK Ka UPT Kearsipan, Koordinator Umum (arsiparis), dan Subkoordinator Tata Usaha (arsiparis).

 

Adapun penilaiannya sepert kepengawasan internal dari ANRI dengan melibatkan komponen-komponen kebijakan kearsipan, pengelolaan kearsipan, sumber daya, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kearsipan.

 

Dalam lomba tersebut dilakukan verifikasi lapangan bagi 5 unit terbaik yang akan diambil 3 unit pemenang juara 1, 2 dan 3.

 

Yang menjadikan kami antusias dan merasa terhormat adalah penyambutan ditemui oleh pimpinan unit yaitu Dekan/atau wakil Dekan/atau kepala unit (kepala UPT/Kepala Badan).

 

Adapun pengumuman pemenang juara 1, 2, dan 3 disampaikan saat Rapat Pimpinan Universitas. Ajang lomba ini sekaligus momen untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, dimana budaya prestasi sudah menjadi bagian dari UNNES. []

 

Semarang, 22 Januari 2023

Ditulis di Rumah jam 03.15 – 03.20 Wib.

 

 

 

• Monday, January 23rd, 2023

Kajian Arbain Nawani (49): Jangan Marah

Oleh Agung Kuswantoro

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan marah adalah sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya dan sebagainya), berang, atau gusar. Laa taghdhab (jangan marah) diambil dari kata al-ghadhabu yang artinya lawan dari ridha.

 

Menurut para pakar mengatakan al-ghadhabu adalah lawan dari ridha. Defenisi marah menurut para ahli mengenai marah adalah (1) adalah perasaan meluap yang menyelimuti hati dengan maksud membalas (dendam); (2) rasa sakit atas segala hal yang memungkinkan adanya marah dan atas apa saja yang tidak memungkinkan untuk dimaafkan; dan (3) mengumpulkan segala macam kejelekan karena ia tumbuh dari kesombongan.

 

Nabi saw. berwasiat kepada seorang laki-laki yang berkata kepadanya,”Berikanlah aku nasihat.” Dengan ucapan, “Jangan marah”. Dijelaskan: bersama kemarahan, ada keingingan yang kuat tercapainya dendam, dan bersama kemarahan pula, tertutupnya keputusasaan dari hal itu.

 

Bersambung.

 

Sumber rujukan:

Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.

Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.

Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

 

Pemalang, 23 Januari 2023 ditulis di Jalan RE Martadinata Pelutan, Pemalang, jam 04.40-04.50 Wib.

 

• Tuesday, January 10th, 2023

 

 

Warisan Tak Selamanya Diberikan ke Anak
Oleh agung kuswantoro

Adalah Gus Dur yang mengajarkan bahwa warisan tak selamanya diberikan ke anak. Umumnya: anak dapat warisan, lalu anak tersebut merasa “merdeka”. Namun Gus Dur mengajarkan bahwa warisan itu, tidak selamanya diberikan kepada anak. Mengapa demikian? Karena warisan yang diajarkan Gus Dur berupa ilmu. Misal ada sosok: Mahfud MD dan KH Yahya Cholil Staquf.

Warisan yang diajarkan Gus Dur adalah warisan pemikiran dan ilmu. Gus Dur adalah sosok pemikir dan sangat paham dalam kehidupan yang berkelanjutan.

Pemikiran Gus Dur diberikan kepada orang yang ada disekelingnya. Lihat saja Mahfud MD dan KH Yahya Cholil Staquf dulu selalu bersama Gus Dur sehingga secara tidak langsung Gus Dur mengajarkan kondisi tertentu menghadapi masalah yang sangat penting kepada kedua tokoh besar tersebut.

Bagi orang yang sedang berjuang, tetap semangat untuk menyampaikan ilmu kepada orang sekitar. Karena orang disekitar adalah “anak” yang akan mewariskan pemikiran dan ilmu, saat orang tersebut telah meninggal dunia. Semoga kita bisa meneladani “gaya” Gus Dur dalam mewariskan sebuah pikiran dan ilmu kepada orang lain. Sekali lagi, warisan tak selamanya, diberikan kepada anak. []

Semarang, 6 Januari 2023
Ditulis di Rumah saat praktik pelatihan free writing dengan IPNU IPPNU UNNES, jam 08.30-08.35 Wib dan diedit 10 Januari 2023.

• Sunday, January 08th, 2023

Kajian Arbain Nawawi (48): Wasiat

Oleh Agung Kuswantoro

 

Makna kalimat “berilah aku wasiat” dalam hadist ke-16 adalah berikanlah aku wasiat yang bermanfaat dan bisa aku amalkan untuk kebaikan kehidupan duniaku dan akhiratku. Para pakar mengatakan wasiat adalah janji kepada seseorang dengan urusan yang penting sebagaimana seorang laki-laki yang mewasiatkan kekayaan sebesar sepertiga hartanya untuk anaknya yang kecil, atau yang wasiat lainnya.

 

Beberapa pakar lain menyebutkan dengan kalimat, selain awshinii (wasiatkan aku) sebagaimana yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu hajar, “Dalam hadits Abu ad-Darda, “Tunjukkan kepadaku pada amal yang dapat memasukkanku dalam surga.” Dalam hadits Ibnu Hajar yang diriwayatkan Imam Ahmad, “Apakah yang dapat menjauhkanku dari murka Allah?’

 

Hasan (2020) dalam kitabnya menerangkan bahwa ada wasiat yang definit (pasti) dan terjadi karena adanya sebab khusus antara lain sebagai berikut:

 

Pertama, wasiat takwa dari khathib Jum’at kepada jamaah. Ini adalah hal yang sudah masyhur bahwa khathib  senantiasa mewasiatkan kepada jamaah agar takut kepada Allah Swt, menaati-Nya dengan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bahkan, sebagian ulama menjadikan wasiat takwa termasuk rukun khutbah Jum’at. Boleh saja dilakukan dengan berbagai lafazh, baik mengutip ayat, “Ittaqullaaha haqqa tuqaatih, maupun hadits, “Ittaqillaaha haitsu maa kunta atau ushiikum wa nafsii bitaqwallaah, dan sebagainya.

 

Kedua, wasiat kepada orang yang hendak safar (bepergian). Hal ini pernah langsung dicontohkan Rasulullah Saw.

 

Ketiga, wasiat yang safar kepada yang ditinggalkan. Hal ini pun juga menjadi adab bagi orang yang ingin bepergian jauh, bukan hanya dia yang mendapatlan wasiat, melainkan dia pun boleh memberikan wasiat bagi yang ditinggalkannya.

 

Keempat, wasiat kepada keluarga jika seseorang meninggal nanti. Inilah istilah wasiat yang menjadi umumnya dipahami manusia, yaitu wasiat menjelang kematian – wasiat pemindahan hak kepemilikan harta. Dasar wasiat ini telah ditetapkan oleh al-Qur’an: “Diwajibkan atasmu apabila mau hendak menjemput seseorang di antaramu, jka dia meninggalkan harta, berwasiat untu kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 180).

 

Bersambung.

 

Sumber rujukan:

Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.

Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.

Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

 

Semarang, 9 Januari 2023

Ditulis di Rumah jam 04.30-05.00 Wib.

• Monday, January 02nd, 2023

Belajar dari Kiai Qostur

Oleh Agung Kuswantoro

Adalah Kiai Qostur yang mengajarkan kepada saya untuk kritis dan tanggap terhadap ilmu (agama). Salah satu yang saya ingat adalah bahwa beliau menulis modul bahasa Arab. Tulisan beliau bagus, hal ini saya sering melihat di papan musala usai kajian. Biasanya kajiannya usai salat Subuh.

 

Saat saya pulang ke Rembang, saya sempatkan untuk berdiskusi. Biasanya saya memberikan buku dari saya tulis. Ada tiga buku yang saya berikan yaitu satu buku tentang catatan/kumpulan khutbah yang saya tulis dua buku mengenai hikmah kehidupan.

 

Hal yang saya sukai dari beliau adalah cerdas dan tanggap terhadap situasi kekinian. sehingga saat berdiskusi menjadi menarik, ditambah/didukung dengan kepandaian beliau dalam agama. Terutama ilmu-ilmu nahwu-shorofnya, sangat bagus.

 

Perkenalan saya saat saya menjadi menantu dari keluarga beliau pada tanggal 1 Januari 2012, dimana saya menikah dengan Lu’lu’ Khakimah.

 

Allah menakdirkan saya belajar kehidupan selama 11 tahun, walaupun sebentar saat di rumah (mudik/pulang) mengingat saya tinggal di Semarang.

 

Berdasarkan informasi yang peroleh bahwa beliau pernah mondok di pesantren Sarang (Mbah Zuber Ayah Mbah Maemon) dan pernah menulis modul Bahasa Arab. Hal ini terlihat dari tulisan tangan beliau saat menuliskan di papan tulis.

 

Tepat 11 tahun saya berguru dengan  beliau (1 Januari 2023), beliau meninggal dunia. Banyak ilmu yang saya peroleh, salah satu diantaranya adalah kesitikamahan beliau dalam mengajarkan ilmu. Hal ini terbukti, para santri pada hadir untuk mensalatkan dan mendoakan beliau saat doa dan orang  yang berdatangan tiada henti, termasuk Bupati Rembang.

 

Selamat jalan, Pakde. Insya Allah khusnul khotimah. Amin.  []

 

Catatan: tulisan ini sudah dikoreksi dan disetujui oleh salah satu putra Kiai Qostur.

• Monday, December 26th, 2022

Cara Menghormati Ilmu

Oleh Agung Kuswantoro

 

Beberapa hari ini saya menjadi penguji skripsi mahasiswa pendidikan ekonomi konsentrasi administrasi perkantoran. Satu hal yang selalu menjadi diskusi dengan penguji lain dan mahasiswa yang diuji adalah kajian/tema yang diambil oleh mahasiswa yang diuji. Misal: resilensi akademik, pola asuh orang tua, dan penggunaan gadget.

 

Penguji lain pun mengatakan kepada saya bahwa tema skripsi yang diteliti mahasiswa itu tidak sesuai. Namun, pasti mahasiswa akan “memaksa” bahwa tema tersebut sesuai. Padahal, semua penelitian terdahulu, artikel, dan teorinya menggunakan sumber dari fakultas lain. Misal: jurnal psikologi, jurnal PLS/pendidikan Luar Sekolah, buku BK/Bimbingan Konseling, dan beberapa artikel lain di luar bidang kajian administrasi perkantoran.

 

Singkat cerita dari kasus seperti ini adalah solusinya ada dua alternatif, yaitu (1) merubah variabel yang tidak susuai kajiannya, lalu mengambil data lagi; dan (2) menukar variabel yang tidak sesuai ke variabel  bebas, jika variabel yang tidak sesuai tersebut dijadikan variabel terikat.

 

Intinya: kita belajar sesuai dengan apa yang diajarkan oleh dosen. Jangan sampai yang tidak diajarkan oleh dosen, kemudian menjadi kajian yang dibahas. Terus siapa yang akan memperkuat keilmuan dari pendidikan ekonomi konsentrasi administrasi perkantoran? Padahal kita belajar tentang adminstrasi perkantoran itu lama: mulai dari semester satu hingga semester tujuh. Berilah perhatian/penghargaan kepada ilmu tersebut atau dosen pendidikan ekonomi konsentrasi adminsitrasi perkantoran dengan meneliti/mengkaji/belajar bersama dari tema atau dosen tersebut, bukan meneliti/mengkaji ilmu dari dosen di luar pendidikan ekonomi konsentrasi administrasi perkantoran. Itulah cara menghormati keilmuan dan dosen, menurut saya. Mohon koreksinya. Wallahu ‘alam.

 

Semarang, 27 Desember 2022

Ditulis di Rumah jam 03.40-03.45 Wib.

• Friday, December 23rd, 2022

Belajar dengan Pakar Administrasi Perkantoran

Oleh Agung Kuswantoro

 

Dua hari ini saya menikmati proses belajar dengan pakar. Meskipun hari libur (Sabtu-Ahad) dan ada beberapa agenda sekolah anak, saya mencoba untuk bisa hadir. Mengapa? Karena akan bertemu dengan para guru dan sahabat Pendidikan administasi perkantoran dari Indonesia.

 

Para mengenal mereka karena keilmuannya. Ada Prof Bambang dari UNESA, Prof. Ade Soebandi dan Prof. Suwatno, Prof. Tjuju. Pak Sambas, Pak Budi dari UPI, Bu Dr. Armida Asril dari UNP, Mas Arwan dan Pak Dr. Tirman, Prof. Muhyadi dari UNY, Bu Ning, Bu Diyah, Prof. Wiedy dari UNS, dan beberapa guru dan sahabat yang tidak bisa sebut satu persatu.

 

Yang tidak ketinggalan ini adalah berbicara tentang keilmuan ke-AP-an dan literasi administrasi/manajemen Bersama para guru besar. Saya dapat tanda tangan dari buku dari beberapa pakar yang saya miliki. Alhamdulillah terima kasih atas ilmu dan sharing berorganisasi dengan baik.

 

Semarang, 18 Desember 2022

Ditulis di Rumah jam 13.40-13.45 Wib.

• Friday, December 23rd, 2022

Kajian Arbain Nawawi (47): Larangan Marah

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sebelumnya saya mohon maaf, lama tidak posting tulisan mengaji online dari kajian secara tatap muka usai solat subuh berjamaah di Masjid Ulul Albab karena ada beberapa agenda yang saya prioritaskan. Alhamdulillah untuk kajian secara tatap muka sudah sampai hadis ke-23, sedangkan secara tulisan/online sampai hadis ke-16. Langsung saja ke kajian online:

 

Dari Abu Hurairah r.a., ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw., “Berilah aku wasiat. ”Beliau bersabda, “Jangan marah.” Beliau mengulangi berkali-kali, “Jangan marah.”

 

Hasan (2020) mengatakan hadist yang singkat ini memiliki banyak nilai/pelajaran/value yang bisa ambil antara lain, yaitu:

 

Pertama, hendaklah seorang Muslim terbiasa dengan budaya saling mewasiatkan dalam kebaikan.

 

Kedua, isi wasiat hendaklah yang baik-baik, seperti nasihat bertakwa dan berakhlak baik. Ini juga menunjukkan bahwa wasiat tidak selalu identik dengan masalah harta.

 

Ketiga, boleh minta diberikan wasiat berupa nasihat dari ulama dan orang saleh. Sebaliknya, bagi yang dimintakan wasiat agar tidak segan memberikan wasiat.

 

Keempat, anjuran yang sangat kuat untuk menahan marah. Hal ini dibuktikan dengan pengulangan kalimat jangan marah hingga berkali-kali. Ini juga menunjukkan bahwa menahan marah adalah hal yang sangat penting sampai-sampai itu dijadikan wasiat oleh Rasulullah Saw.

 

Bersambung.

 

Sumber rujukan:

Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.

Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.

Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

 

Ditulis di Rumah (Semarang, 16 Desember 2022) jam 04.00-04.15 Wib. Diedit 24 Desember 2022 di Pemalang jam 03.00-03.07 Wib.

• Friday, December 02nd, 2022

 

Jamaah Literasi: Rumah, Virus, dan Khoiri
Oleh Agung Kuswantoro

Mendapat ajakan untuk menulis buku antologi tentang virus literasi Mr. Emcho menjadikan saya belajar sosok Pak Khoiri dalam berliterasi. Bagi saya Pak Khoiri adalah guru literasi sejati. Jarang ada sosok yang “gila” berliterasi. Hidupnya, berlomba-lomba dengan literasi. Literasinya pun tidak hanya untuk diri sendiri tetapi ke orang lain. Cara berliterasi dengan mengajak orang lain, itulah yang dilakukan oleh Pak Khoiri adalah mendirikan “Rumah” namanya “Rumah Virus Literasi (RVL) “

Penghuni rumah tersebut adalah orang yang peduli dan mau belajar literasi. Syarat yang berpenghuni dalam rumah tersebut adalah semangat literasi. Sehingga di dalamnya ada program-program literasi per pekan/per bulan, baik zoom atau diskusi di grup WA.

Saya hanya aktif menyimak, membaca tulisan para penghuni dan beberapa kali menulis dan di share di grup WA RVL. Alhamdulillah, para penghuni pun memberikan apresiasi berupa masukan atau uapan terima kasih atas tulisan saya. Saya yakin para penghuni di RVL bukan sembarang orang. Karena ada syarat literasi yang tidak semua orang bisa menjelaskannya.

Menyimak grup tersebut, menurut saya variatif sekali dalam memahami sebuah tulisan, ada yang berpantun, berpentigraf, bercerpen, artikel populer, dan ragam tulisan lainnya. Menurut saya yang masih minim adalah menulis sebuah resensi buku dan menulis artikel ilmiah yang dibingkai dengan gaya ringan (populer).

Kebanyakan para penghuni di grup tersebut memiliki latar belakang pendidikan yang baik, sehingga kumpulan atau “jamaah” tersebut adalah jamaah yang berkedudukan berilmu. Namanya saja ilmu, sehingga perlu dicari. Berliterasi adalah berilmu. Berliterasi adalah sebuah pencarian untuk memperoleh ilmu.

Pak Khoiri adalah orang yang sangat peduli. Peduli tidak harus dengan uang. Saya belum mengirimkan sebuah tulisan, beberapa kali di WA secara pribadi untuk mengirimkan artikel. Saya pun “malu akademik” dan “malu batin”, jika saya “ditagih” terus untuk mengirimkan sebuah artikel. Itulah pembelajaran seorang guru kepada saya agar aktif menulis. Guru tersebut adalah Pak Khoiri.

Harapan besar grup jamaah ini menjadi lembaga yang berbadan hukum/yayasan sehingga mampu menampung orang lain/masyarakat untuk belajar dengan membuat pelatihan-pelatihan dan penerbitan karya berupa buku.

Dengan bermetamorfosis menjadi yayasan RVL, maka semua komponen/anggota menjadi lebih aktif, ada yang menjadi editor, pemasaran, layout, penulis fiksi, penulis nokfiksi, dan lainnya.

Semoga kita menemukan jati diri kita dalam berliterasi di RVL. RVL adalah tempat orang belajar literasi. Semoga!

Semarang, 28 November 2022D

itulis di Rumah Jam 05. 05 – 05.15 Wib.

• Saturday, November 26th, 2022

Kajian Arbain Nawawi (45): Memuliakan Tamu

Oleh Agung Kuswantoro

 

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka muliakanlah tamunya”. Maksudnya adalah menghormati kehadiran seorang tamu, berlapang dada dan bersabar atas keberadaannya, memberikan pelayanan yang baik, tidak memintanya pergi dengan alasan yang benar (hak) dari seorang tamu.

 

Syekh Muhammad Isma’il menjelaskan: “Hendaklah seseorang memuliakan tamunya dengan menampakkan wajah yang gembira, berkata yang baik-baik bersamanya, dan memberikan kemudahan”.

 

Syekh Abu al ‘Ala Muhammad mengatakan, “Mereka mengatakan: “Memuliakan tamu adalah dengan wajah yang berseri-seri, ucapan yang baik, dan memberikan jamuan makan selama tiga hari pertama – sesuai ketentuannya dan yang mudah baginya – serta sisanya dengan memberikan apa yang ada padanya dengan memaksa dan tidak memberatkan diri tamu itu juga dirinya”. Jika lebih dari tiga hari, itu terhitung sebagai sedekah jika dia mau melakukannya. Namun, jika tidak bisa, jangan melakukannya.

 

Apakah memuliakan tamu adalah kewajiban ataukah sunnah? Karena makna memuliakan sangatlah dalam, yang tidak mudah bagi siapa pun untuk menunaikannya. Ada pakar yang mengatakan: “Ini merupakan di antara adab-adab Islam, tuntunan syariatnya, dan hukum-hukumnya. Menjamu tamu merupakan sunnah para rasul dan yang pertama kali menghidangkan jamuan untuk tamu adalah Nabi Ibrahim As. Allah Azza wa Jallah berfirman (surah adz-Dzariat ayat 24), “Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan”. Allah Swt menyifati mereka sebagai yang dimuliakan dan itu (adh-dhiyaafah “jamuan”) adalah wajib – menurut pendapat pakar lainnya – dalam sehari semalam.

 

Ada pendapat juga yang mengatakan:“Hendaklah dia memuliakan tamunya”, tidak mengatakan: ”Penuhilah haknya dan memuliakan bukanlah kewajiban”. Syekh Abu al-Ala Muhammad mengatakan: “Memberikan sesuatu kepada tamu adalah keutamaan, bukan kewajiban. Jadi, melakukan al-jaaizah (pemberian) dan adh-dhiyaafah (jamuan) adalah sunnah yang dilakukan tuan rumah untuk tamunya”. Demikianlah syarah dari hadist kelima belas, wallahu a’lam.

 

Bersambung.

 

Sumber rujukan:

Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.

Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.

Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.

Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.

Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

 

Semarang, 27 November 2022

Ditulis di Rumah jam 04.00-04.15 Wib.