• Monday, January 18th, 2021

Bertanya: Mengapa di Hadist disebutkan “pukul”, sedangkan di Alquran disebutkan “berkata”?

Oleh Agung Kuswantoro

 

Saya adalah orang yang bodoh. Belum memahami suatu makna/ayat dengan dalam. Ada hal yang ingin saya tanyakan kepada (1) ahli tafsir, (2) ahli hadist, dan (3) pakar pendidikan anak.

 

Begini. Saat saya membaca Alquran, ada ayat yang menyebutkan: “Jangan berkata ah pada orang tua”. Demikian juga saat saya membaca hadist/keterangan dalam fiqih bab salat disebutkan bahwa: “pukullah anakmu, jika tidak salat pada usia 10 tahun”.

 

Menurut saya, kedua keterangan dari sumber yang berbeda itu, isinya tak setujuan/visi. Yang bersumber Alquran, saya menangkapnya bahwa Islam sangat menghormati orang tua.

 

Berkata kasar saja, itu tidak boleh. Apalagi melakukan tindakan buruk kepada orang tua. Berkata “ah” saja tidak diperkenankan bagi anak kepada orang tua.

 

Namun, sisi lain dengan objek yang berbeda yaitu anak, justru dengan tegas menyebutkan “pukullah” anak saat 10 tahun ketika tidak salat.

 

Pada hadist yang mengatakan “pukullah” itu tertuju kepada anak. Tidak tanggung-tanggung perintah yaitu pukul. Mengapa tidak menggunakan kalimat sebagaimana Alquran yaitu dimulai dengan perkataan halus, seperti “ah” pada orang tua.

 

Pendekatan yang digunakan dalam hadist tersebut bisa dikatakan kurang ramah anak. Kedua keterangan dari Alquran dan Hadist – saya sebagai muslim – meyakini sekali kebenarannya.

 

Saya penasaran sekali dengan cara pendekatan yang digunakan hadist tersebut. Jika saya melihat konsep komunikasi, maka bisa jadi itu kurang tepat. Dimana, anak langsung dipukul.

 

Namun, jika melihat fakta/fenomena yang ada, dimana usia anak 12-15 tahun itu saat sudah terbiasa meninggalkan salat, bisa jadi diingatkan oleh orang tuanya, malahan anak tersebut membentak ke orang tuanya. Orang tuanya dibentak oleh anaknya. Secara tenaga/kekuatan fisik, justru kekuatan anak lebih kuat daripada orang tuanya.

 

Lalu, semakin bertambah umur, jika anak sudah terbiasa anak meninggalkan salat, maka semakin mudah dan menjadi biasa untuk tidak melakukan salat. Itu fakta yang saya lihat disaat ini.

 

Barangkali dari para ahli ada yang bisa menjawab pertanyaan saya. Terima kasih atas perhatiannya. Mohon maaf, jika saya salah dalam menyampaikan pertanyaan ini. []

 

Semarang, 17 Januari 2021

Ditulis di Rumah jam 01.30 – 02.00 WIB.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

• Monday, January 18th, 2021

Istikamah dengan Amalan
Oleh Agung Kuswantoro

Saya memaknai istikamah dengan keajegan dari suatu perbuatan. Kuncinya, disiplin diri. Mengajak diri ke arah kebaikan.

Ada orang menyebut istikamah dengan amalan. Bicara amalan, saya jadi ingat ustad Yusuf Mansur, beliau sangat kuat dengan amalan.

Amalan adalah salah satu faktor terkabulnya suatu doa. Amalan harus kuat, jika kita memiliki suatu cita-cita. Terlebih cita-cita/tujuan tersebut tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi berdampak kepada orang lain. Amalan pun harus memiliki dampak kepada orang lain.

Bisa jadi ada amalan yang kuat untuk diri sendiri, seperti salat sunah atau puasa sunah. Ada pula amalan yang berdampak ke orang lain yaitu bersedekah untuk fakir miskin yang rajin ke Masjid. Atau, amalan mengajak orang untuk membuka dan membaca Alquran. Ada juga, amalan dari orang lain yang dilakukan secara berjamaah untuk mendoakan tujuan orang tertentu.

Hal inilah yang ingin saya lakukan – sambil belajar – yaitu amalan yang berdampak kepada orang lain. Sederhana saja, amalan itu yaitu tadarus usai salat Subuh berjamaah di Masjid.

Membaca Alquran 5 hingga 10 menit tiap hari. Hasil observasi dan masukan para sesepuh masyarakat, bahwa jamaah dan sebagian besar masyarakat yang tinggal di Masjid itu tidak terbiasa mendengarkan suara Alquran dilantunkan dan dibaca. Jika ada orang yang bisa melafalkan surat di Alquran, itu hanya hafalan surat Yasin dan surat pendek juz 30.

Atas dasar observasi dan masukan sesepuh masyarakat, saya mencoba untuk mengistikamahkan membaca Alquran usai sholat Subuh berjamaah selama 5 – 10 menit di Masjid. Alhamdulillah sudah berjalan satu bulan ini.

Praktiknya, saya masih membaca Alquran sendiri. Beberapa kali ada satu jamaah (Mbah Darman) yang mendengarkan tadarus saya. Tidak hanya bertadarus saja, saya juga membaca sholawat Nabi “ya roobi solli ‘ala Muhammad, ya robbil solli ‘alaihi wasallim. Lalu, dilanjutkan dengan bacaan nadoma kitab ‘Aqidatul ‘Awwam atau kitab Hidayatus Sibyan dan ditutup dengan Asmaul Husna.

Amalan-amalan inilah semoga memberi dampak kepada diri saya dan masyarakat setempat dalam membiasakan mendengarkan dan membaca Alquran. Semoga bisa langgeng mengamalkan amalan ini. Amin. []

Semarang, 17 Januari 2021
Ditulis di Rumah jam 02.00 – 02.50 WIB.

• Tuesday, January 12th, 2021

Jika Kematian Itu Dekat, Mengapa Tidak Disiapkan Dari Sekarang?
Oleh Agung Kuswantoro

Kata banyak orang/pepatah/orang bijak, bahwa kematian itu dekat. Lalu, jika kematian itu dekat, mengapa kita tidak menyiapkan dari sekarang?

Efek saat tidak menyebabkan kematian yang tidak persiapkan adalah kebanyakan orang akan berkata: “matinya, mendadak”. Mungkin, ada tambahan kalimat: “Padahal tadi pagi, saya bertemu dengannya. “Tadi kan sehat, sekarang malah meninggal dunia”.

Kalimat-kalimat di atas, bisa jadi dampak dari kematian yang tidak disiapkan. Saya jadi ingat dan ingin belajar Tarekh/sejarah lagi. Jika tidak salah – dalam Tarekh – disebutkan bahwa, Nabi Muhammad SAW itu sudah menyiapkan kematiannya, mulai dari orang terdekat hingga orang yang jauh.

Ucapan-ucapan/kalimat halus kepada istri sebagai isyarat “pamitan” telah dilakukannya. Puncaknya, Nabi Muhammad SAW sebelum meninggal dunia, masih memikirkan umatnya, dengan kalimat: “Ummati, ummati, dan ummati”.

Disitulah persiapan-persiapan Nabi Muhammad SAW, menjelang kematiannya. Hasilnya, “kepulangan” Nabi Muhammad SAW disambut dengan penuh doa, hingga orang yang menyolati jenazahnya berhari-hari, tidak habis.

Dalam keterangan Tarekh yang saya pahami itu, tidak ada istilah meninggal dunia dengan mendadak. Matinya, tiba-tiba.

Kalimat-kalimat inilah yang mungkin, kita luruskan. Mengapa bisa muncul kalimat-kalimat tersebut? Mungkin, kurang persiapan. Kematian harus dipersiapkan sejak dini. Agar manusia siap dengan kematian. Contohnya, Nabi Muhammad SAW. Puncaknya, Malaikat Izroil meminta izin untuk mencabut nyawanya.

Mari kita sambut kematian dengan penuh kebahagiaan. Memang kematian itu dekat. Karena kematian itu dekat, mari sambut dengan hati penuh suka cita. Sambut Malaikat Izroil dengan penuh senyum dan gembira. Itu pertanda kita sudah siap dengan kematian. []

Semarang, 12 Januari 2021
Ditulis di Ruumah jam 04.45 – 05.05 WIB
Seusai sholat Subuh berjamaah di Masjid Nurul Iman Sekaran

• Monday, January 11th, 2021

Mengajak dan Menggandeng Istri dan Anak Ke Masjid Untuk Sholat Berjamaah
Oleh Agung Kuswantoro

Masjid adalah tempat untuk sujud. Sujud kepada Allah. Bukan dikatakan Masjid, jika tidak ada pekerjaan yang bernama sujud. Sujudnya, orang Islam itu ada pada sholat. Sholat itu berjumlah lima kali dalam sehari semalam. Lima kali ini, harus dijaga betul.

Saya punya keyakinan, bahwa orang yang bisa menjaga lima sholatnya dengan baik – secara jamaah di Masjid – insyaallah akan mudah urusan dunia dan akhirat.

Sholat adalah “obat” apa pun permasalahan di dunia yang berdampak ke akhirat. Oleh karenanya, saya selaku bagian dari pengurus Masjid untuk mengajak kepada diri sendiri agar lebih rajin dalam beribadah sholat berjamaah di Masjid.

Hasil observasi dan wawancara secara langsung ke jamaah, bahwa Masjid yang biasa saya gunakan untuk beribadah itu berfungsi untuk sholat fardhu itu hanya tiga kali, yaitu sholat Maghrib, Isya, dan Subuh. Untuk pelaksanaan sholat Dhuhur dan Asar bisa dikatakan jarang terlaksana, baik secara jamaah atau munfarid/sendiri. Artinya, pelaksanaan sholat Dhuhur dan Asar di Masjid tersebut tidak terselenggara dengan baik.

Mulai tahun pertengahan tahun 2020 ini – sudah lima bulan – saya dan beberapa sahabat untuk mengajak diri agar bisa disiplin dan rajin sholat berjamaah ke Masjid. Ada beberapa strategi yang saya lakukan yaitu membuat jadwal imam dan muadzin sholat lima waktu.

Tantangan utamanya dalam membuat jadwal sholat fardu, ada pada imam sholat Dhuhur dan Asar, karena selama ini tidak ada imam pada kedua sholat fardu tersebut. Alhamdulilah, saya menemukan imamnya yaitu Mbah Darman. Saya juga membantu Mbah Darman dalam bertugas imam sholat Dhuhur dan Asar. Sedangkan, untuk muadzinnya, berasal dari kalangan remaja dan anak-anak sekitar Masjid.

Memang selama ini, anak-anak dan remajalah yang aktif menjadi Muadzin dalam sholat Dhuhur dan Asar. Hanya saja, imamnya tidak ada. Namun, dengan kehadiran mbah Darman (dan saya), diharapkan bisa istiqomah/ajeg menyelenggarakan sholat Dhuhur dan Asar. Untuk jamaahnya perempuan selama ini hanya dua orang yaitu umi Lu’lu dan Ibu Tumini.

Untuk pelaksanaan sholat Maghrib, Isya, dan Subuh—Alhamdulillah dapat terselenggara baik– dengan jamaah berasal dari warga, mahasiswa, dan penghuni kontrakan lain di sekitar masyarakat Sekaran, Gang Pete Selatan.

Secara teknis pun, untuk pelaksanaan sholat fardhu, saya siapkan. Salah satunya, dengan pengadaan alat tarkhim otomatis. Alat bisa sangat membantu bagi orang yang ingin melaksanakan sholat berjamaah di Masjid. Sebelum tarkhim dimulai, dengan mengaji al-Qur’an MP3. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan dan menyiapkan waktu sholat akan tiba. Menurut saya, bahwa mengaji MP3 ini “olahraga” telinga. Karena, warga atau masyarakat sekitar kurang terbiasa mendengarkan ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an.

Berdasarkan observasi dan wawancara saya kepada penduduk/jamaah masjid, bahwa orang yang bisa membaca al Qur’an itu sekitar dua orang saja. Atau 2% dari total jamaah/warga. Artinya, perlu mendapatkan perhatian khusus dalam mengenalkan al-Qur’an ke masyarakat. Kebanyakan warga hanya hafalan dari ayat/surat yang ada di al-Qur’an. Mendengar dari ayat/surat, kemudian dihafalkan.

Misalnya, surat Yasin dan surat pendek dalam Juz 30. Karena hafalan, sehingga kaidah Tajwid menjadi hilang. Artinya, ilmu Tajwidnya tidak digunakan. Mengapa? Karena mereka hafalan, tanpa ada kehadiran guru. Bisa dikatakan yang dihafalkan itu, asal bunyi. Malah keras bunyinya. Namun, belum tentu benar secara ilmu Tajwid.

Akhir dari tulisan ini, saya ingin mengajak kepada diri untuk rajin dan disiplin menjaga sholat di awal wkatu. Syukur bisa menggandeng anak dan istri saya untuk sholat berjamaah di Masjid. Syukur pula, saya bisa mengajak masyarakat untuk sholat berjamaah di Masjid. Semoga kelak, Masjid ini menjadi kapal penyelamat kita menuju surga, saat di akhirat. Amin. []

Semarang, 10 Januari 2021

Ditulis di Rumah jam 04.45 – 05.15 WIB, usai pelaksanaan sholat Subuh berjamaah di Masjid.

• Friday, January 08th, 2021

PPPK Upaya Menyelamatkan Rekruitmen Tenaga “Kontrak” yang Tidak Jelas

Oleh Agung Kuswantoro

 

PPPK/ Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja adalah mengelola pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja untuk menghasilkan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang profesional, memiliki nilai dasar etika profesi, bebas dari intervensi politik, bebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Jabatan yang diduduki oleh PPPK adalah fungsional. Banyak perbedaan antara honorer dengan pengangkatan, sumber gaji, skema gaji, tunjangan, dan karir. Hak PPPK itu mirip dengan pegawai negeri secara umum. Hanya saja, pengangkatannya berdasarkan perjanjian kerja jangka waktu tertentu. Penekanan utama kewajiban PPPK adalah menjalankan tugas sesuai dengan perjanjian tugas. Semua guru honorer dan lulusan PPG bisa mendaftar dan mengikuti seleksi dan semua yang lulus seleksi akan menjadi guru PPPK hingga batas satu juta. Pengawasan dan evaluasi PPPK dilakukan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Komisi aparatur Sipil Negara bertugas mengawasi norma dasar,  etik dan kode sistem numerik dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi pemerintah. Kementerian pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi” bertugas melaksanakan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen PPPK yang hasilnya digunakan sebagai dasar penetapan kebijakan dibidang pendayagunaan PPPK.

 

Kata Kunci: PPPK dan tenaga kontrak.

• Monday, January 04th, 2021

Saat kita hidup, berdoalah semoga kelak kita meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah. Saat sudah meninggal dunia, doakanlah kita agar amal baik/saleh kita diterima oleh Allah Swt.

Bukan, saat meninggal dunia, malah berdoa semoga husnul khatimah. Menurut saya itu kurang tepat, karena posisi sudah meninggal dunia. Kalau sudah meninggal dunia, ya semoga amal baiknya diterima. Bukan, meninggal dunia dalam keadaan baik. Karena, sudah meninggal dunia. Terlambat, istilahnya.

• Friday, January 01st, 2021

Lebih Fokus Menulis Artikel Ilmiah
Oleh Agung Kuswantoro

Tahun 2021, saya lebih fokus menulis jurnal artikel ilmiah/jurnal. Baik nasional, maupun Internasional. Namun, saya akan prioritaskan ke menulis artikel ilmiah pada jurnal internasional terindeks scopus. Mengapa saya fokus menulis artikel ilmiah? Karena untuk mendukung studi saya di strata tiga ini. Banyak tuntutan, berupa menulis artikel ilmiah berskala internasional. Jadi, hal ini sebagai upaya mendukukung kelulusan studi saya juga.

Menulis artikel ilmiah dan menulis artikel popular itu, ada bedanya. Ada “seninya”, masing-masing. Tulisan ini, adalah contoh tulisan ilmiah popular. Saya menganggap menulis ilmiah popular itu dengan sendirinya bisa berjalan sendiri. Saya menyebut menulis popular itu menulis rutin. Jadi, menulis tanpa beban. Biasa saja. Mengalir.

Namun, saat menulis artikel ilmiah, saya harus benar-benar fokus, karena berdasarkan pengalaman, saat saya mengirimkan ke redaksi itu sering ketolak atau ada catatan sendiri. Kemudian, saya merevisinya. Setelah merevisi, dicek lagi. Lalu, dikirim.

Prosesnya, juga panjang. Tidak langsung terbit/publish. Butuh tahapan. Dan, perlu konsultasi kepada yang ahli. Karena, banyak elemen yang diperhatikan, mulai dari ruang lingkup kajian jurnal yang dikirim itu sesuai atau tidak. Templet/gaya selingkungnya sesuai dengan yang diharapkan oleh redaksi, atau tidak. Kemudian, penyajian data dan cara mengolah pembahasan yang akurat dan tajam dalam memaparkan hasil penelitian, juga menjadi faktor yang harus dipertimbangkan.

Sudah ada dua tema di awal tahun 2021 ini yang akan saya jadikan artikel ilmiah. Semuanya bertema kearsipan elektronik (e-arsip) sekolah. Hal ini pula – yang sedang saya teliti—saat ini. Harapannya melalui artikel-artikel tersebut menjadikan saya lebih mudah dalam belajar dan dilancarkan studinya sebagai calon disertasi saya.

Beberapa langkah pada tahun 2020 sudah saya lakukan, yaitu mengajukan tema tersebut sebagai penelitian yang diajukan di Universitas dan Kementerian. Mudah-mudahan ada yang lolos pada tahun 2021 proposal penelitian tersebut. Sehingga, saya dapat lebih utamakan ke produk penelitiannya.

Scopus, scopus, dan scopus. Target saya itu. Mohon doanya, semoga melalui langkah-langkah di atas, bisa “tembus”. Hingga saat ini, saya belum punya scopus. Memang saya sendiri belum memfokuskan ke sana.

Saat ini dan kemarin masih suka terbitan artikel ilmiah berskal nasional dan buku saja. Namun, pada tahun 2021 ini, saya ingin meningkatkan ke skala internasional. Mohon doanya, semoga artikel saya bisa “tembus” di jurnal Internasional terindeks scopus. Amin.

Semarang, 2 Januari 2021
Ditulis di Rumah, jam 03.30-04.00 WIB.

• Friday, January 01st, 2021

 

Ingin Banyak Amal Pada Tahun 2021
Oleh Agung Kuswantoro

Entah apa yang terbayang dalam otak dan tubuh saya ini, saat memasuki malam hingga pagi tanggal 1 Januari 2021. Saya tidak membayangkan, apa-apa. Malam itu, saya menganggap seperti malam biasa. Hanya saja, saya begitu menghormati malam Jumat.

Pas kebetulan, malam 1 Januari 2021 itu malam Jumat. Sehingga, saya lebih memfokuskan banyak solawat nabi, tahlilalan, yasinan, dzikir, solat tahajud, solat witir, solat qobliah Subuh, solat tahyatul masjid, dan solat subuh berjamaah dengan surat as-Sajadah.

Memang saya sudah niatkan sejak kamis sore untuk solat Subuh dengan surat surat as-Sajadah, sehingga bisa melaksanakan sujud Tilawah pada pertengahan surat tersebut. Usai solat Subuh, saya berdikir, bernadoman kitab Hidayatussibyan, solawat allahummasolli ‘ala Muhammad, membaca Asma’ul Husna, dan tadarus al-Qur’an.

Di Masjid, saya ditemani oleh Mbah Darman. Mbah Darman selalu setia menemani saya dari datang hingga selesai berdzikir. Perlu diketahui, bahwa Mbah Darman dikarunia oleh Allah Swt berupa kebutaan. Namun, menurut saya—beliau itu—tidak buta secara fisik. Tapi, bisa melihat hatinya.

Banyak orang membuat resolusi pada awal tahun ini. Namun, revolusi itu tidak berlaku untuk saya. Entah kenapa, saya tidak membuat resolusi ini. Saya sendiri, tidak bisa menjawabnya. Mungkin, karena kondisi masih Pandemi Covid-19, sehingga menjadi serba nanggung.

Misal, mau pulang rumah orang tua (baca:mudik). Ternyata, gak aman. Karena, zona merah. Mau pembelajaran tatap muka/diskusi luring, tapi keadaan belum memungkinkan. Itu hanya contoh kecil saja.

Belum lagi, di akhir tahun 2021 itu banyak berita, bahwa tokoh masyarakat, kiai, ustad, dosen, dan tokoh teladan itu meninggal dunia. Saya sendiri mengalami hal itu. Beberapa tetangga dan teman saya, juga meninggal dunia.

Lagi-lagi, fenomena “banyak” yang meninggal dunia –saya tidak—mengetahui alasan meninggal dunianya. Saya anggap itu sebagai takdir Allah Swt. Jadi, saya merasa biasa saja.

Hanya satu yang terpikirkan oleh saya di tahun 2021 ini yaitu ingin memperbanyak amal baik kepada sesama. Misal:pengelolaan Masjid di daerah saya menjadi lebih baik, Madrasah bisa berjalan seperti biasa, dan saya ingin membeli tanah untuk pondok pesantren mahasiswa bagi yang kurang mampu. Itu saja, harapan saya pada tahun 2021. Sederhana.

Saya tidak memiliki revolusi apa pun. Harapannya, melalui amal baik, saya bisa menjadi orang baik. Karena, bicara tahun baru, menurut saya itu bicara kematian. Kematian yang semakin mendekat. Layaknya, orang bicara jodoh yang sebentar lagi akan menikah. Bedanya, kalau bicara kematian itu tidak dipersiapkan sejak sekarang. Oleh karenanya, mumpung masih hidup, yuk kita berbuat baik kepada sesama. Semoga kita bisa! Amin.

Semarang, 1 Januari 2021
Ditulis di Rumah, jam 18.30-18.50 WIB.

• Monday, December 21st, 2020

 

Tulisan lama saya yang saya edit. Tulisan ini sudah mendapatkan izin dari keluarga untuk saya bagi/sharing. Berikut tulisannya:

Budhe Is “Pulang”, Karena Dicintai Allah
Oleh Agung Kuswantoro

Kehilangan jamaah. Kehilangan penyemangat. Kehilangan “donatur”. Kehilangan orang yang perhatian dengan pendidikan agama. Dan, kehilangan akan orang yang peduli dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.

Hilang, karena tadinya ada. Sekarang, tidak ada. Hilang, yang awalnya terlihat. Menjadi, tidak terlihat. Yang masih terlihat adalah ajaran semangat, dorongan, sosial, dan kebaikannya yang telah diajarkan ke saya.

Adalah Mba Is/Budhe Is/Ibu Istikaroh. Almarhumah telah meninggalkan kami pada tanggal 15 Desember 2020. Almarhumah telah kami yang ada di Masjid Nurul Iman, Madrasah ‘Aqidatul ‘Awwam, dan masyarakat Sekaran Gang Pete Selatan.

Almarhumah sangat perhatian dengan agama, pendidikan, dan sosial. Kenangan saya bersama Almarhumah semenjak tahun 2002 begitu terasa.

Saat saya dan teman-teman akan membangun Madrasah ‘Aqidatul ‘Awwam, Almarhumah yang datang ke rumah saya dengan membawa motor metiknya untuk berdonasi membangun Madrasah. Almarhumah-lah orang satu-satunya warga Sekaran Gang Pete Selatan yang berdonasi banyak untuk pembangunan Madrasah.

Saat, saya diamanahi menjadi panitia penyembelihan hewan kurban, Almarhumah juga sangat aktif berderma untuk berkurban. Almarhumah datang ke rumah saya (lagi), untuk berniat berkurban dari warga Gang Pete Selatan Sekaran.

Selain itu, saya dengan Almarhumah sering berdiskusi mengenai perkembangan kemajuan Masjid Nurul Iman Sekaran. Termasuk, masalah pendidikan agama bagi anak-anak di lingkungan Gang pete Selatan.

Almarhumah adalah ustadah yang aktif memimpin Tahlil dan Asmaul Husna tiap malam Selasa/malam Jumat di Masjid Nurul Iman.

Sesekali, saya dan Almarhumah bekerjasama dalam mendesain/merencanakan kemajuan Madrasah ‘Aqidatul ‘Awwam dan Masjid Nurul Iman Sekaran.

Pernah, saya menawarkan Almarhumah menjadi pengajar/ustadah di Madrasah ‘Aqidatul ‘Awwam. Saya sendiri sampai datang ke rumahnya. Namun, karena sesuatu hal, keinginan saya untuk menjadikan Almarhumah belum terwujud. Tak apalah, memang dalam membuat keputusan, dibutuhkan pemikiran panjang.

Dua bulan yang lalu, saya komunikasi dengan Almarhumah mengenai kondisi masjid yang kekurangan atau “miskin” muadzin sholat Jumat. Muadzin sholat Jumat berdasarkan lima pasaran. Ada lima pasaran, namun muadzinnya hanya ada dua orang. Singkat cerita, Almarhumah mengkomunikasikan dengan suaminya (Bapak Marsono) untuk menjadi muadzin. Berkat dorongan istrinya (Almarhumah), Bapak Marsono hingga sekarang menjadi muadzin Masjid Nurul Iman Sekaran.

Kejadian inilah, saya menyebut Almarhumah seorang motivator bagi suami, keluarga, dan masyarakatnya. Motivator menuju kebaikan. Tidak hanya memotivasi kepada dirinya sendiri, tetapi orang lain juga.

Sikap dan perbuatan Almarhumah itu sangat sosial dan perhatian dengan pendidikan agama Islam. Agak susah memang, saya mencari partner untuk berkomunikasi dan berjuang mengenai pendidikan agama dan permasalahan sosial keagamaan di lingkungan Gang Pete Selatan Sekaran.

Sekarang, Almarhumah sudah “berpulang” ke rumah Allah. Allah sangat mencintai Almarhumah. Allah menghendaki Almarhumah beristirahat di Surga dulu.

Saya bertemu suaminya, saat bertakziah (16 Desember 2020) menyampaikan hasil pembicaraan saya dengan Almarhumah saat masih hidup. Harapannya Bapak Marsono adalah penerus Almarhumah yang semangat dalam “menebar” kebaikan, sosial, “aktif” berderma, dan peduli pendidikan agama di lingkungan masyarakat Gang Pete Selatan.

Bapak Marsono tetaplah menjadi muadzin Masjid Nurul Iman Semarang. Bapak Marsono agar selalu melaksanakan tugasnya. Tujuannya, agar Almarhumah selalu mendapatkan amal baik yang pernah ia lakukan kepada Bapak Marsono. Kirimlah surat al-Fatihah untuk Almarhumah sebelum adzan Jumat, karena dalam amalan adzan Jumat, ada semangat Almarhumah dalam hati Bapak.

Demikian juga saya, agar selalu menjaga semangat berjuang di Madrasah ‘Aqidatul ‘Awwam dan menyelesaikan permasalahan Masjid Nurul Iman Sekaran.

Terima kasih Budhe Is atas bantuan, dukungan, motivasi, dan amal baik yang diberikan kepada Madrasah ‘Aqidatul ‘Awwam, Masjid Nurul Iman Sekaran, dan masyarakat Sekaran. Amal baik Almarhumah, Insya Allah diterima Allah. Mari kita teladani sosok Budhe Is. Syukur menjadi penerus Budhe Is. Alfatihah untuk Budhe is.[]

Semarang, 15 Desember 2020
Ditulis Di Rumah, jam 05.00 – 05.30 WIB.

• Thursday, December 17th, 2020

Banyak Kebaikan Yang Saya Ingat Dari Doni

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sepertiga malam bangun untuk solat sunah dan berdoa. Bukannya, tidak percaya dengan sebuah kematian. Namun, dibalik kematian tersimpan akan amal baik seseorang. Adalah Doni sahabat saya yang selalu memberikan informasi mengenai pendidikan administrasi perkantoran atau cerita kehidupan.

 

Saya sering sekali berdiskusi dengannya. Saking seringnya, antara saya, keluarga saya, Doni, dan keluarga Doni itu sudah saling mengenal. Doni dan Ina (Istri doni) sudah mengetahui karakter saya. Dan, saya pun sudah mengetahui karakter mereka. Diantara keluarga saya dan keluarga Doni sudah biasa untuk saling bersilaturahmi.

 

Yang saya ingat betul adalah Doni hadir dalam akad nikah saya. Doni hadir bersama Eko Endarwanto naik motor dari Kudus ke Rembang. Setelah akad nikah, Doni dan Eko menghampiri saya, bercerita istrimu, rumahnya jauh sekali. Aku mencari alamatnya saja, sampai mulai dari desa ujung hingga ketemulah alamat Masjid yang digunakan untuk akad nikah.

 

Entah berapa kali saya bertemu dengannya. Namun, kenangan saat bertemu itu pasti baik. Tidak ada kesan negatif, sama sekali. Dan, enjoy saja saat bertemu dan berkomunikasi. Jarang orang itu mendengarkan cerita dan menerima informasi yang saya terima. Namun, jika cerita dan informasi itu disampaikan ke Doni itu nyambung. Gatuk.

 

Tanpa banyak komentar, banyak bertindak adalah salah satu karakter Doni. “Kapan akad nikah” itu kalimat yang ditanyakan melalui pesan SMS. Saya jawab, ia datang pada waktu yang ditentukan. Saya pun tak menyangka datang. Karena, dia sendiri berkata kepada saya: “Jauh sekali, rumah istrimu, Namun saya paham daerah sini. Karena, pernah bekerja di area sini.”

Cerita dan diskusi itu, sudah tak terdengar lagi dengannya. Allah sayang dengan Doni, saya yakin itu. Allah menghendaki Doni lebih cepat pulang disisi-Nya. Insya Allah, bekal amal kebaikanmu sudah banyak. Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu. Ini adalah hari terbaik bagi umat Islam, semoga kau lebih tenang di Surga. Hilang rasa sakitmu, itu. Amin. []

 

Semarang, 18 Desember 2020

Ditulis di Rumah jam 03.00-03.10 WIB.