• Tuesday, March 14th, 2023

Kajian Arbain Nawawi (52): Berbuat Terbaik Dalam Segala Hal
Oleh Agung Kuswantoro

“Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus r.a. dari Rasulullah saw. beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan (mewajkan) berbuat ihsan atas segala hal. Jika kalian membunuh (dalam peperangan), lakukanah denga cara yang baik. Jika kalian menyembelih, lakukanlah sembelihan yang baik, serta hendaklah setiap kalian menajamkan pisaunya dan membuat senang hewan sembelihannya” (HR Muslim).

Hadits ini memiliki banyak faedah (manfaat) dan kaidah dalam kehidupan kita, baik dalam urusan akhlak, adab, maupun fikih. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa hadist tersebut memiiki beberapa faidah yaitu:

Pertama, hendaklah menjalankan sesuatu dengan cara terbaik, dengan makna “baik” yang begitu luas. Orang-orang mungkin mengistilahkannya dengan terencana, terukur, terstruktur, sistematis, dan professional, yang semua memiliki makna dan batasannya sendiri-sendiri. Melakukan sesuatu dengan cara terbaik adalah perintah syari’at, baik secara mantuk (tersuat) atau mafhum (tersirat). Oleh karena itu, terdapat nlai ibadah yang sangat serius di dalamnya bagi yang menjalankanya. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya, Allah menyuruh (engkau) berlaku adil da berbuat kebajikan” (Qs. an-Nahl: 90)

Dari ayat tersebut ada kalimat itqon. Apa itu itqon? Ada istilah itqanul amri artinya menyempurnakannya. Rajulun tiqnun dengan huruf ta dikasrahkan berarti haadziq (cerdas, pandai, atau cakap). Jadi, melakukan perbuatan atau pekerjaan secara sempurna, utuh, cakap, dan profesional adalah perbuatan yang disukai dan diperintahkan oleh Allah Swt.

Kedua, melakukan perbuatan dengan cara terbaik juga ditekankan dalam perkara dan situasi yang sangat emosional, seperti peperangan, yang biasanya orang-orang cenderung bertindak “brutal” karena berorientasi pada hasil “yang penting menang” dan pokoknya musuh kalah (mati).

Ketiga, melakukan perbuatan dengan cara terbaik juga dilakukan pada hewan itu hidup dalam pemeliharaan dan lingkungan kita maupun ketika hendak akan disembelih untuk keperluan hidup manusia.

Yang tidak baik seperti mencincang dan membuat cacat hewan ketika masih hidup, dilarang memberi tanda pada hewan dengan benda-benda yang menyakitkan, seperti mengecapnya (menstempelnya) dengan besi panas atau cairan panas.

Demikian faidah hadist hadist ke-17 dari kitab arbain di atas. Semoga kita bisa mengambil faidah tersebut. Amin

Bersambung.

Catatan: Materi pernah disampaikan dalam kajian usai solat subuh di Masjid Ulul Albab UNNES. Mohon maaf agak lama dalam menuliskan dan mempublikasikan kajiannya karena ada prioritas tulisan/artikel yang sedang saya kerjakan. Mohon doanya agar semuanya lancar.

Sumber rujukan:
Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.
Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.
Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.
Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.
Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.S

Semarang, 14 Maret 2023 ditulis di Rumah, jam 05.00-04.15 Wib.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply