Author Archive

• Friday, May 12th, 2023

Kiai Wahidin: Adzan Maghrib Full selama Bulan Ramadhan

Oleh Agung Kuswantoro

Selalu teringat jika buka puasa Ramadhan diiringi dengan suara khas Kiai Wahidin. Kiai Wahidin adalah seorang “muadzin” yang istikamah mengumandangkan suara adzan maghrib dari tanggal 1 Ramadhan hingga 30 Ramadhan.

Beliau melakukan ini/adzan saat solat maghrib full selama bulan Ramadhan selama bertahun-tahun. Saya mengalami dan menjadi saksi suara “tipis” dan “melengkingnya” sejak sekolah Dasar/SD.

Beliau sebelum waktu tiba buka puasa, selalu datang “gasik”/datang awal untuk tilawah/qiro/membaca dengan indah ayat-ayat Al-Qur’an. Lalu, jika suara sirine masjid Agung Pemalang berbunyi, langsung minum air mineral yang dibawa dari rumah. Jadi, beliau membawa bekal minuman (sebesar aqua sedang). Setelah bunyi sirine pertanda buka puasa. Lalu, beliau meminum air mineral tersebut. Kemudian, beliau adzan magrib, solawatan, dan menjadi imam.

Subhanallah, kehidupan seperti ini berlanjut hingga beliau meninggal dunia. Bertahun-tahun beliau mengistikamahkan/melakukan pekerjaan mulia tersebut.

Insya Allah, adzan yang dikumandangkan adalah saksi kebaikan yang dicatat malaikat atas kebajikannya ke masyarakat. Karena, dengan suara adzan khasnya, menjadi pertanda buka puasa di daerah tersebut/Pelutan.

Alfatihah. Insya Allah dan semoga Allah menerima amal baik panjenengan Kiai Wahidin. Amin. []

Pemalang, 21 April 2023

Ditulis di Rumah Pemalang jam 14.40– 14.48 Wib.

• Thursday, May 11th, 2023

Tulis Tangan Doa Solat Tarawih
Oleh Agung Kuswantoro

Adalah buku “khusus” tulis tangan yang berukuran kecil yang saya tulis sudah beberapa tahun yang lalu. Buku tulis itu berisikan urutan suatu dalam solat tarawih, doa usai solat tarawih, dan doa usai solat witir.

Mengapa saya menuliskan hal itu (doa-doa tersebut) dalam buku tulis? Karena, saya terinspirasi dari Kiai Bajuri. Kiai Bajuri adalah sosok panutan saya ketika SD/Sekolah Dasar. Dimana, Kiai Bajuri selalu “bertugas” berdoa usai solat tarawih.

Saya selalu memperhatikan kebiasaan beliau saat berdoa, dimana beliau membacakan doa dari tulisan tangan dilembar kertas/buku kecil yang ia tulis sendiri. Ternyata, cara beliau yang digunakan “ampuh” jika saya terapkan dalam kehidupan saya saat ini.

Saya coba “menginovasi” banyaknya tulisan/doa yang saya tulis dengan menambahkan doa lain dan urutan surat-surat dalam solat tarawih. Jadilah buku kecil khusus saya gunakan saat solat tarawih. Alhamdulillah buku kecil tersebut masih bermanfaat hingga saat ini.

Terima kasih Kiai Bajuri atas ilmu praktisnya. Semoga amal jariyah panjenengan di alam kubur. Doa saya selalu tidak terputus untuk Kiai Bajuri. Alfatihah. [].

Pemalang, 21 April 2023
Diulis di Rumah Pemalang jam 14.13 – 14.40 Wib.

• Wednesday, May 10th, 2023

Aplikasi Penerima Tamu Saat Lebaran/Idul Fitri/Halal Bihalal/Silaturahim

Oleh Agung Kuswantoro

Usai Idul Fitri biasanya orang/keluarga membuat acara silaturahim/halal bihalal kepada saudara/kerabat. Yang datang pun banyak. Bahkan, ada istilah bani atau keturunan keluarga tertentu.

Muncul sebuah pertanyaan sederhana:“Apakah saat acara tersebut dibutuhkan e-tamu?” Menurut saya: “Tidak perlu”. Karena, masalah silaturahim adalah acara menyambungkan kasih sayang. Artinya, kasih sayang yang dibutuhkan dalam pertemuan tersebut, sehingga pembicaraan dalam kegiatan tersebut bersifat keakraban, kebahagiaan, dan diskusi ringan antar keluarga.

Bagi yang tidak hadir dalam pertemuan pun, menurut saya tidak ada sanksi/hukuman. Jadi, aplikasi e-tamu, tidak diperlukan dalam acara halal bihalal/silaturahim antar keluarga. []

Rembang, 24 April 2023

Ditulis di Rumah Rembang jam 10.10 – 10.15 Wib.

• Tuesday, May 09th, 2023

Oleh Agung Kuswantoro

Waktu saya berada di daerah Srondol, Banyumanik, saya sempatkan untuk mampir ke Dinas Kearsipan Propinsi Jawa Tengah. Tujuannya mengambil warta arsip (majalah) dimana didalam majalah tersebut ada tulisan saya.

Biasanya saya dihubungi seseorang untuk mengambil honor dan satu eksemplar majalah tersebut. Namun, lama seseorang tersebut tidak menghubungi saya. Hanya memberitahu, bahwa honor sudah ditransfer ke rekening saya dan mengirimkan softfile dari majalah tersebut. Saya menyampaikan kepada seseorang tersebut, jika versi hardfile/cetak akan saya ambil saat saya ada keperluan ke Srondol, Banyumanik.

Pas ada perlu dan beberapa hari sebelum ke Srondol, saya menghubungi orang tersebut. Saya WA ke beliau. Biasanya, beliau aktif membalas WA saya. Namun dua kali saya mengonfirmasi, jika saya akan ke Dinas Kearsipan Propinsi Jawa Tengah, tidak dibalas dan tidak dibaca. Saya mencoba “nekat” tetap datang ke Dinas Kearsipan Propinsi Jawa tengah, meskipun tidak dibalas WA dari seseorang tersebut.

Saya datang ke kantor tersebut, ditemui oleh pimpinannya. Lalu, saya menceritakan sebagaimana di atas. Singkat cerita, saya hanya berkata:” Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun”. Ternyata, seseorang yang biasa saya hubungi, sudah meninggal dunia. Hanya Al-Fatihah dan doa yang saya panjatkan kepada almarhumah. Semoga amal baik almarhumah diterima oleh Allah Swt.  Insya Allah khusnul khotimah. Amin. []

Rembang, 24 April 2023

Ditulis di Rumah Rembang jam 10.05 – 10.10 Wib.

Memberi Kabar Kepada Orang yang Sudah Meninggal Dunia

Oleh Agung Kuswantoro

Waktu saya berada di daerah Srondol, Banyumanik, saya sempatkan untuk mampir ke Dinas Kearsipan Propinsi Jawa Tengah. Tujuannya mengambil warta arsip (majalah) dimana didalam majalah tersebut ada tulisan saya.

Biasanya saya dihubungi seseorang untuk mengambil honor dan satu eksemplar majalah tersebut. Namun, lama seseorang tersebut tidak menghubungi saya. Hanya memberitahu, bahwa honor sudah ditransfer ke rekening saya dan mengirimkan softfile dari majalah tersebut. Saya menyampaikan kepada seseorang tersebut, jika versi hardfile/cetak akan saya ambil saat saya ada keperluan ke Srondol, Banyumanik.

Pas ada perlu dan beberapa hari sebelum ke Srondol, saya menghubungi orang tersebut. Saya WA ke beliau. Biasanya, beliau aktif membalas WA saya. Namun dua kali saya mengonfirmasi, jika saya akan ke Dinas Kearsipan Propinsi Jawa Tengah, tidak dibalas dan tidak dibaca. Saya mencoba “nekat” tetap datang ke Dinas Kearsipan Propinsi Jawa tengah, meskipun tidak dibalas WA dari seseorang tersebut.

Saya datang ke kantor tersebut, ditemui oleh pimpinannya. Lalu, saya menceritakan sebagaimana di atas. Singkat cerita, saya hanya berkata:” Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun”. Ternyata, seseorang yang biasa saya hubungi, sudah meninggal dunia. Hanya Al-Fatihah dan doa yang saya panjatkan kepada almarhumah. Semoga amal baik almarhumah diterima oleh Allah Swt.  Insya Allah khusnul khotimah. Amin. []

Rembang, 24 April 2023

Ditulis di Rumah Rembang jam 10.05 – 10.10 Wib.

• Sunday, May 07th, 2023

Menjalin Silaturahim
Oleh Agung Kuswantoro

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan, tak ada sesuatu yang melainkan bertasbih dan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS. Al-Isro’: 44)

Bicara bulan Syawal, maka bicara silaturahim. Orang Indonesia sering mengatakan silaturahmi. Dalam bahasa Arab yang benar adalah silaturahim. Namun, secara KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang benar adalah silaturahmi. Bentuk tidak bakunya adalah silaturahim. Adapun makna silaturahmi secara KBBI adalah tali persahabatan/persaudaraan.

Dalam bahasa Arab silatu ar-rahim (silaturahim). Silah berasal dari washola – yasilu – waslan yang artinya sampai ke, menyambung, menggabungkan, dan berkelanjutan.

Rohim berasal dari kata rohima – yarhamu – rahman yang artinya: menaruh kasih, mencintai, menyayangi dengan sangat dalam. Jadi, silaturahim bermakna menyambung tali kasih.

Silaturahim merupakan salah satu tips agar diperpanjang umur seseorang sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw: “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan diperpanjang usianya, hendaklah ia menyambung silaturahim”.

Ada bentuk/istilah lain yang serupa dengan silaturahim yaitu halal bihalal. Halal bihalal adalah istilah bahasa Arab yang tidak dipahami orang-orang Arab (Nasaruddin Umar, 2021: 13). Halal bihalal bukan bahasa Arab normal. Asal-usul halal bihalal bermula ketika anak-anak muda masjid Kauman Yogyakarta. Mereka kebingungan mencari tema untuk mewadahi dua momen istimewa. Satu sisi perayaan Idul Fitri sebagai wujud kemerdekaan spiritual dan sisi lain baru saja dilakukan proklamasi kemerdekaan RI (hari Jum’at di bulan Ramadhan). Bagaimana ke-2 momen tersebut (Idul Fitri dan Proklamasi Kemerdekaan RI) terangkum menjadi satu.

Lalu, muncullah istilah Halal bihalal. Akhirnya, Halal bihalal menjadi budaya di Indonesia mulai dari keluarga, masyarakat, perkantoran, perusahaan, dan lembaga Negara.

Menurut Nasaruddin Umar (2021) silaturahim dibagi menjadi dua yaitu silaturahim dengan makhluk spiritual dan silaturahim dengan alam. Silaturahim dengan makhluk spiritual seperti silaturahim dengan: (1) Roh Nabi Muhammad saw; (2) Malaikat-malaikat; (3) Arwah leluhur; (4) Roh para wali; (Jin); dan (6) Rohani kita.

Silaturahim dengan alam seperti silaturahim dengan: (1) Lintas kosmos alam; (2) Ka’bah; (3) Langit; (4) Udara; (5) Matahari; (6) Gunung; (7) Air; (8) Air Zam; (9) Tanah; (10) Laut; (11) Tumbuhan; (12) Jazad renik, dan (13) Hewan.

Silaturahim sebagai hubungan interaktif antarmanusia adalah salah satu ungkapan paling inti di dalam setiap agama. Apalagi di dalam Islam, bukan hanya bersilaturahim dengan sesama manusia yang hidup, tetapi juga orang-orang yang sudah wafat. Kematian bukan penghalang untuk bersilaturahim. Bukankah salah satu amal soleh yang pahalanya tidak terputus adalah doa anak mendoakan kepada orang tuanya? Termasuk kepada orang tua yang sudah meninggal dunia.

Lalu, silaturahim bukan hanya antar sesama umat manusia, tetapi juga antar sesama makhluk Allah. Manusia bisa bersilaturahim kepada makhluk mikrokosmos seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda mati. Dalam Islam, tidak dikenal benda mati, sebab segala sesuatu bertasbih kepada Allah swt sebagaimana firman Allah yang telah penulis bacakan pada paragraf awal (Qs. Al-Isro’: 44). Adapun tujuan akhir dari silaturahim adalah ukhuwah/persatuan. Innamal mukminun ikhwatun (Sesungguhnya seorang mukmin adalah saudara)

Semoga bermanfaat tulisan ini. Amin. []

Semarang, 28 April 2023
Ditulis di rumah jam 04.50 – 05.30 Wib. Pernah disampaikan di Masjid Assidiqi Rektorat UNNES, hari Jumat (28 April 2023 jam 12.00 Wib).

Daftar Pustaka:
Al-Qur’anul Karim.
Hadist Nabi.
Nasaruddin Umar. 2021. Menelisik Hakikat Silaturahmi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

• Sunday, April 16th, 2023

Tadarus di Masjid Istiqlal

Oleh Agung Kuswantoro

Beberapa hari ini saya menyimak kegiatan-kegiatan di Masjid Istiqlal, Jakarta melalui kanal Youtube-nya. Ada yang saya cermati kegiatan Istiqlal yang menurut saya berbeda dengan kegiatan lainnya yaitu tata cara tadarus.

Tadarus yang dilakukan di Masjid Istiqlal itu dilakukan secara bersama-sama. Lebih dari sepuluhan orang hadir menyimak dan mendengarkan. Lalu, ada ustad/kiai yang membenarkan, jika orang yang membaca keliru/salah. Jadi ada unsur “pembenaran”. Kemudian, orang yang membaca/bertadarus cukup dengan dua hingga tiga ayat yang dibaca. Artinya, bergiliran orang yang membaca.

Gaya seperti itu, menurut saya adalah tadarus, yang sesuai dengan arti dari tadarus yaitu saling mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji, dan mengambil pelajaran. Tadarus secara bahasa berasal dari kata darusa yadrusu darsan. Mengikuti wazan fa’ala yaf’ulu fa’lan. Lafal darusa, ada tambahan huruf ta sehingga menjadi tadarosa yatadarusu, mengikuti wazan tafa’ala yatafa’lu. Maknanya yaitu lil mu syarokati baina itsnaini fa aksaro, artinya persekutuan timbal balik antara dua orang atau lebih. Sehingga, tadarus bermakna saling belajar, saling meneliti, saling menelaah, dan saling mengkaji. Berarti pula, minimal dilakukan oleh dua orang/subjek. Berarti tidak ada target khatam dalam bertadarus. Yang penting benar, paham, dan dimengerti. Jika saya mencontohkan tadarus yang sesuai arti dari tadarus adalah gaya tadarus yang dilakukan oleh masjid Istiqlal.

Saya membayangkan bisa jadi, tadarus pertama yang dilakukan oleh manusia yaitu tadarusnya Nabi Muhammad SAW bersama Malaikat Jibril sewaktu di Gua Hiro dengan surat Al-‘Alaq ayat 1 hingga 5. Bayangkan, membaca ayat 1 hingga 5 saja, memiliki kesan yang begitu mendalam hingga mengena di hati Nabi Muhammad Saw. Malaikat Jibril sebagai guru/kiai dari Nabi Muhammad Saw. Oleh karenanya, dalam bertadarus perlu dipersiapkan mentalnya terlebih dahulu.

Adapun syarat bertadarus adalah (minimal) bisa membaca Al-Qur’an. Tidak mungkin bertadarus, tanpa bisa membaca Al-Qur’an. Oleh karenanya, carilah guru/ustad/kiai yang bersedia mengantarkan belajar membaca, memahami, dan melakukan ajaran-ajaran isi Al-Qur’an, sebagaimana Malaikat Jibril sebagai guru/kiai dari Nabi Muhammad Saw selaku muridnya.

Semarang, 15 April 2023

Ditulis di Rumah jam 14.15 – 14.30 Wib.

• Sunday, April 16th, 2023

“Kartini” sebagai Simbol Perjuangan

Oleh Agung Kuswantoro

Adalah Kartini sebuah sosok wanita pejuang. Bicara Kartini, maka bicara perjuangan. Kartini dikenal karena perjuangannya. Orang tidak akan membahas Kartini, karena perjuangan. Perjuangan Kartini yang sangat melekat oleh masyarakat adalah perjuangan hak-hak wanita dalam kehidupan.

Bagi saya, semua perjuangan adalah Kartini. Orang akan mengenal sosok/seseorang, biasanya karena perjuangannya. Sosok/seseorang, itulah yang menggerakkan sebuah perjuangan. Sosok/seseorang adalah subjeknya. Perjuangan adalah usaha yang memiliki pesan mendalam.

Seseorang yang sedang memperjuangkan sesuatu yang mendalam bisa dikatakan Kartini. Siapakah itu? Bisa jadi adalah Anda Kartininya.

Ketika Anda sedang memperjuangkan anak sekolah untuk belajar/ngaji, maka Anda adalah Kartini dibidang pendidikan. Ketika Anda sedang berjuang mencari uang untuk mencari nafkah keluarga, maka Anda adalah Kartini keluarga. Ketika Anda sedang merantau di negeri orang, untuk mondok/kuliah/mencari ilmu, maka Anda adalah Kartini ilmu.

Dengan contoh-contoh tersebut, kita semua adalah Kartini. Perjuangkan terus “pesan-pesan” Anda yang mendalam, karena Insya Allah akan terwujud, jika Anda sudah meninggal dunia/wafat. Lalu, semisal perjuangan Anda belum terwujud, maka akan muncul “Kartini-Kartini” selanjutnya yang akan meneruskan perjuangan “pesan” yang mendalam itu.

“Kartini” yang seperti itu, pasti tidak mengharapkan terkenal di masyarakat. Apalagi, dihormati dan diperingati pada hari-hari tertentu. “Kartini” tersebut, pasti ikhlas dalam memperjuangkan “pesan” yang mendalam. Masyarakatlah yang akan memahami, menikmati dan merasakan hasil pesan yang mendalam tersebut. Semoga, “Kartini” yang seperti itu adalah Anda. Amin.

Semarang, 15 April 2023

Ditulis di Rumah jam 14.00 – 14.15 Wib.

Agung Kuswantoro, dosen pendidikan ekonomi Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi UNNES dan penulis buku bertema sosial dan pendidikan.

Email: [email protected]

HP/WA: 081 79599 354

• Wednesday, April 05th, 2023

Kajian Arbain Nawawi (56): Malu Adalah Cabang Keimanan
Oleh Agung Kuswantoro

Mari kita lanjutkan kajian hadis ke-20 dari kitab Arbain Nawawi. Ini adalah kajian terakhir, karena persiapan Idul Fitri, insya Allah kita lanjutkan usai lebaran. Sebelumnya, saya mohon maaf jika selama kajian ini ada kesalahan yang saya lakukan. Berikut kajiannya:

Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya di antara perkataan kenabian terdahulu yang diketahui manusia ialah jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu!” (HR. Bukhari)

Hadits ini pendek dan singkat, tetapi memiliki beberapa pelajaran yang bisa kita petik, antara lain sebagai berikut:

Pertama, ad-da’wah bil lisan (seruan dengan perkataan) adalah salah satu bentuk ajakan para nabi sejak dahulu. Bahkan, secara khusus, dakwah “model” ini mendapatkan pujian dari Allah Swt sebagai ahsanu qaulan (perkatan paling baik) sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan seraya berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang Muslim (yang berserah diri)?” (Fushishilat: 33)

Kedua, ketersambungan risalah para nabi. Hadits ini bukan satu-satunya pemberitaan dari Rasulullah Saw tentang perilaku dan perkataan para nabi terdahulu. Banyak penceritaan dari Rasulullah Saw tentang para nabi terdahulu baik secara global maupun secara rinci, yang rasulullah Saw sebutkan dalam hadits lainnya. Ini menunjukkan bahwa rantaian risalah kenabian sesama para nabi tidaklah terputus.

Ketiga, mengutip dan menyampaikan kalimat-kalimat yang berisi hikmah dan nasihat orang bijak terdahulu adalah perbuatan yang sangat baik, asalkan memiliki keaslian sumbernya. Dalam hadits ini, rasulullah Saw mengutip dari ucapan kenabian pada masa lalu. Padahal, jika Rasulullah Saw mau, bisa saja nasihat-nasihat yang semisal ini cukup datang dirinya saja karena ucapannya telah terjaga dari kesalahan.

Ini menjadi pelajaran bagi para khuthaba agar tidak segan-segan mengutip kalimat-kalimat mengandung hikmah – baik syair, pepatah, maupun semisalnya – dari orang lain. Lebih bagus lagi, jika kalimat-kalimat tersebut disandarkan kepada orang-orang yang mengucapkannya atau disebutkan sumbernya.

Keempat, hadits ini membimbing kita untuk tidak sembarangan dalam mengeluarkan kata-kata tidak perlu/gegabah dalam berperilaku. Letak kemuliaan dan kehormatan seseorang bisa terlihat dari apa yang dikatakan dan dilakukannya. Orang-orang besar dan mulia akan mengeluarkan kata-kata dan perbuatan yang mulia pula sebagaimana orang-orang kerdil akan mengucapkan perkataan yang tidak bermanfaat dan memalukan, serta perbuatan yang sia-sia pula.

Hendaklah rasa malu yang dimiliki seseorang menghalangi dirinya untuk berbuat yang merusak kemuliaan dan kehormatan diri, kecuali jika orang itu tidak ada lagi rasa malu, terserahlah apa mau yang dilakukannya, dia bebas. Perbuatan baik atau buruk sama saja di sisi orang yang tidak memiliki rasa malu.

Orang beriman senantiasa menjadikan rasa malu, seseorang tidak mau menampakkan auratnya. Karena rasa malu, seseorang mengurungkan niatnya untuk berkata-kata tidak sopan dan kotor. Karena rasa malu, seseorang tidak mau berkhalwat/menyendiri dengan bukan mahramnya. Karena rasa malu, seseorang tidak mau mengambil harta yang bukan haknya. Karena rasa malu, seseorang tidak mau bermaksiat. Kalaupun sudah tidak malu lagi kepada Allah Swt, malulah kepada malaikat (sang pencatat). Kalaupun tidak malu lagi kepada malaikat, malulah kepada manusia. Kalaupun tidak malu kepada manusia, malulah kepada keluarga di rumah. Kalaupun tidak malu lagi kepada keluarga, malulah kepada diri sendiri dan hendaklah jujur bahwa apa yang dilakukannya adalah kesalahan minimal meragukannya. Fitrah keimanan akan menolaknya, kecuali jika memang kita sudah tidak memiliki rasa malu lagi.

Catatan: Materi pernah disampaikan dalam kajian usai solat subuh di Masjid Ulul Albab UNNES.

Sumber rujukan:
Hasan, F.N. 2020. Syarah Hadist Arba’in An-Nawawi. Depok: Gema Insani.
Hassan, Q. 1982. Ilmu Musthalah Hadist. Bandung: Penerbit Diponegoro.
Kitab Azwadul Musthofawiyah karangan KH Bisri Mustofa, Rembang.
Kitab Majalis Saniah, Karangan Syeikh Ahmad Bin Syeikh Al-Fasyaini.
Suparta, M. 2016. Ilmu Hadist. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Tohhan, M. 1977. Taisir Mustholah al-Hadist. Riyad: Universitas Madinah.

Semarang, 5 April 2023 ditulis di Rumah, jam 04.00-04.15 Wib.

• Sunday, April 02nd, 2023

Pentingnya, Belajar Ilmu Usul Fikih

Oleh Agung Kuswantoro

“Al-aslu fil uqudi wal mu’amalati ash-shikhatu khatta yaqumu dalilu‘alal butlani waththahrim”. Artinya, kurang lebih: setiap urusan, kalau tidak ada larangan, maka boleh (dilakukan), kecuali sampai timbul yang dilarang.

Dalil di atas adalah sebuah kaidah usul fikih mengenai sebuah kewenangan. Adalah Pak Mahfd MD yang menyampaikan dalil tersebut saat rapat dengan Komisi III DPR RI (Rabu, 29 Maret 2023).

Sebagai orang awam yang sedang belajar ilmu alat (baca: fikih) itu, sangat penting. Ilmu fikih merupakan ilmu dasar yang harus memiliki landasan kuat dengan dukungan dengan ilmu lain. Adalah usul fikih sebagai dasar ilmu fikih. Saya adalah orang awam dan ingin menjadi orang yang selalu belajar.  Menjadi ingat betapa penting ilmu usul fikih.

Saya pernah belajar ilmu ini, saat Madrasah Diniyah Ulya kelas satu hingga tiga di Ponpes Salafiyah Kauman Pemalang (tahun 1999-2001). Adalah Kiai Dimyati sebagai pengampunya. Selain Kiai Dimyati saya juga, dikenalkan dalil-dalil usul fikih oleh Kiai Romadlon, ketika menerangkan suatu kasus.

Tahapannya belajar lmu fikih dulu, baru belajar usul fikih. Contoh ilmu usul fikih dalam bab amru/perintah. Ada kaidah al aslu fil amri lil wujub (artinya: pada asalnya (setiap) perintah itu, menunjukkan hukum wajib).

Untuk memahami dalil ini, perlu belajar: ilmu bahasa Arab dan Nahwu agar memahami “kata perintah”. Ada ayat “diwajibkan atas kamu berpuasa” kutiba alai kumus shiyam. Kalimat tersebut menunjukkan perintah, maka perintah (berpuasa) menjadi wajib, karena menggunakan kalimat kutiba/diwajibkan.

Lagi, aqimussolah (dirikanlah solat), jelas kalimat perintah. Maka, mendirikan solat adalah wajib. Itulah gambaran-gambaran mengebai pentingnya belajar usul fikih. Mari buka kitab/buku fikih dan usul fikih (lagi), agar kita bisa memahami suatu hukum. Salut buat Prof. Kiai Mahfud MD, yang masih mengingatkan pentingnya, belajar ilmu usul fikih. []

Semarang, 1 April 2023

Ditulis di Rumah jam 13.45 – 14.01 Wib.

• Thursday, March 30th, 2023

Beberapa Tuntunan Agama yang Ditetapkan Pada Tahun Kedua Hijriah

Oleh Agung Kuswantoro

Beberapa hal penting yang berkaitan dengan tuntunan agama ditetapkan Allah pada tahun ke-2 hijriah yaitu:

  1. Pengalihan Kiblat ke Mekkah

Salah satu peristiwa penting di Madinah yang terjadi pada tahun ke-2 Hijriah adalah pengalihan kiblat ke Mekkah. Memang, sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad saw, berkiblat ke Ka’bah di Mekkah. Tetapi setelah hijrah ke Madinah, di mana bermukim banyak orang Yahudi, agaknya Nabi saw. bermaksud menunjukkan kepada mereka bahwa Islam tidak datang untuk merombak segala  sesuatu yang pernah diajarkan oleh rasul-rasul terdahulu, termasuk Nabi Musa as., karena itu atas inisiatif Nabi sendiri atau atas petunjuk Allah, beliau dalam shalat mengarah juga ke Bait al-Maqdis yang merupakan kiblat orang-orang Yahudi. Enam belas bulan lamanya Nabi saw. dan kaum Muslim mengarah ke Bait al-Maqdis di Palestina, tetapi harapan beliau agar orang-orang Yahudi mau menerima Islam bukan saja tidak tercapai, bahkan mereka berusaha memadamkan cahaya llahi yang terpancar melalui Nabi Muhammad saw. Dari sini Nabi saw. merasa bahwa kebijakan tersebut tidak berhasil dan lebih baik dan tepat bila kaum Muslim mengarah ke Ka’bah di Mekkah.

Ini bukan saja karena Ka’bah jauh lebih tua daripada Bait al-Maqdis yang dibangun oleh Nabi Sulaiman, sedang Ka’bah dibangun – atau direnovasi – oleh Nabi Ibrahim as., tetapi juga karena Ka’bah adalah rumah peribadatan pertama buat kaum Muslim maupun Nasrani dan Yahudi, kesemuanya seharusnya berbangga karena Ka’bah dibangun dan diagungkan oleh Nabi Ibrahim as. yang merupakan bapak agama-agama Yahudi, Nasrani, dan Islam.

Bisa jadi juga Ka’bah di Mekkah dijadikan Allah kiblat bagi umat manusia karena disamping Ka’bah adalah rumah peribadatan pertama, juga karena, menurut banyak pakar kontemporer, posisi Mekkah adalah pusat bumi yang oleh al-Qur’an dinamai Umm al-Qura. Untuk mengetahui lebih banyak tentang hal ini, rujuklah  antara lain ke Tafsir al-Misbah karya penulis ketika menguraikan makna Umm al Qura pada QS. Al-An’am [6]: 96

Apa pun pandangan ulama atau ilmuwan tentang Mekkah/Ka’bah atau apa pun latar belakang pemilihannya sebagai kiblat, yang jelas adalah keinginan Nabi Muhammad saw. untuk beralih ke Ka’bah itu sedemikian besar sehingga sering kali beliau mengarahkan pandangan ke langit bagaikan berdoa semoga turun perintah agar mengarah ke sana. Dan demikianlah adanya sehingga satu ketika pada tahun ke-2 H, tepat pula pada pertengahan rajab atau menurut riwayat lain pertengahan Sya’ban dan di saat Shalat Zhuhur – riwayat lain Ashar – turunlah firman Allah yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah [2]: 144, yang menyatakan: “Sungguh Kami sering melihat wajahmu (penuh harap) menengadah ke langit. Allah mengetahui keinginan, isi hati, atau doamu, maka memenuhi keinginanmu serta mengabulkan doamu sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang engkau sukai, maka kini palingkanlah wakahmu ke arah Masjid al-Haram; dan di mana saja kamu, wahai Nabi, demikian juga kaum Muslim berada, palingkanlah wajah-wajah kamu ke arahnya walau bukan di rumah tempat turunnya ayat ini atau bukan pada waktu Zhuhur atau Ashar. Sesungguhnya orang-orang yang diberi al-Kitab yakni Taurat dan Injil, mengetahui, bahwa berpaling ke Masjid al-Haram itu adalah benar dari Tuhan mereka dan juga Tuhan kaum Muslim. Mereka mengetahui bahwa itu benar, karena dalam kitab mereka ada keterangan bahwa nabi yang akan diutus akan mengarah ke dua kiblat, pertama ke Bait al-Maqdis dan kedua Ka’bah; Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan termasuk upaya mereka menyembunyikan kebenaran itu”.

  • Puasa Ramadhan dan yang berkaitan erat dengannya

Pada tahun ke-2 H ditetapkan juga oleh Allah kewajiban berpuasa Ramadhan sebulan penuh berdasar firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah [2]: 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Sebelum diwajibkannya puasa sebulan penuh ini, Nabi saw. bersama kaum Muslim telah melakukan puasa selama tiga hari dalam sebulan. Bahkn sementara ulama berpendapat bahwa pada mulanya Allah memberi alternatif berpuasa atau tidak bagi mereka yang slit/merasa berat berpuasa berdasar firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah [2]: 184: ”Bagi orang-orang yang merasakan beban berat bila ia berpuasa maka (bila ia tidak berpuasa), ia berkewajiban membayar fidyah berupa memberi makan seorang miskin”.

  • Kewajiban Zakat

Zakat harta dalam berbagai jenisnya diwajibkan juga pada tahun ke-2 hijriah, demikian pendapat mayoritas ulama. Memang ada juga ulama yang berpendapat bahwa zakat diwajibkan sejak awal kenabian atau paling tidak “berdekatan” masanya dengan kewajiban shalat lima waktu, yakni di Mekkah setelah Isra’ Mi’aj, tahun kesepuluh kenabian, karena itu menurut penganut pendapat ini, zakat sering kali dirangkaikan penyebutannya dengan shalat. Disamping itu, kata mereka, sekian banyak ayat yang turun d Mekkah, sebelum Nabi saw. berhijrah, yang menyebut zakat, seperti QS. Al-Muzzammil [73]: 20 dan al-Bayyinah [98]: 5, yang keduanya merupakan wahyu-wahyu pertama yang diterima Nabi saw. Disisi lain, masih menurut mereka, kewajiban menyisihkan sebagian harta untuk fakir miskin merupakan satu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka mendukung fakir miskin dari kalangan kaum Muslim yang ketika itu cukup banyak, karena ketika itu yang memeluk Islam sering kali  diusir oleh keluarganya atau tuan-tuan mereka, tanpa diberi hak-haknya. Bahwa perintah memungut zakat dalam firman-Nya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ( menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. At-Taubah [9]: 103).

Perintah ini masih menurut penganut pendapat d atas, boleh jadi dalam konteks menyebut kadar zakat atau berfungsi menguatkan perintah-perintah sebelumnya, ketika kaum Muslim telah berada di Madinah dan bebas dari gangguan masyarakat Mekka, atau boleh jadi juga ia merupakan perintah untuk mengambilnya dari orang-orang munafik.

Pada tahun kedua hijriah, ada pernikahan putri Nabi Muhammad saw as-Sayyidah Fatimah az-Zahra dengan Sayyidina Ali bin Abi Tholib. Adapun Sayyidina Ali bin Abi Tholib berusia 21 tahun dan as-Sayyidah Fatimah az-Zahra berusia 15 tahun.

Selain itu, pada tahun kedua hijriah dilaksanakan solat sunah pertama Idul Fitri dan Idul Adha.

Demikian peristiwa-peristiwa tuntunan agama yang terjadi pada tahun kedua hijriah. Ternyata, sudah 1442 tahun yang lalu terjadi peristiwa tersebut. []

Selesai.

Materi pernah disampaikan di Masjid Ulul Albab UNNES pada kultum malam ke-3 solat Tarawih dan ngaji pasanan di Rumah.

Daftar Pustaka:

Kitab Tarikhun Nabi Muhammad Solla allahu ‘Alaihi wa Alihi wa Sallam karangan Kiai Toha Mahsun. Toko kitab Salim Nubhan Surabaya.

Quraish Shihab. 2012. Membaca Sirah: Nabi Muhammad Saw: dalam sorotan al-Qur’an dan Hadist-Hadist Shahih. Jakarta: Lentera Hati.

Ibnul Jauzi. 2018. Al-Wafa: Kesempurnaan Pribadi Nabi Muhammad. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.